20

4.5K 259 0
                                    

"Bunda cuma bisa pesen, mencintai orang itu tidak pernah ada yang salah. Termasuk cara kamu mencintai dia. Tapi, kalau kamu diem aja, gimana dia bisa tau?" kata Bunda. "Aku takut ngecewain dia, Bun. Aku nggak mau dia kecewa lagi dan lagi" kata Martin. "Bunda jadi penasaran, nih. Sepertinya Regina spesial banget sampai anak Bunda yang sering dikejar-kejar perempuan ini malah takut ditolak. Tapi apapun keputusan kamu kali ini, Bunda setuju. Lebih setuju lagi sama pilihan kamu yang pertama" kata Bunda sambil tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya.

****

Regina G
Marinaaaa! Gue mau ke Jakarta nihhhh

Martin
Sembarangan lo kalo ngomong.
Ganteng gini dipanggil Marina.
Tgl brp?

Basi. Padahal Martin tau tanggal pernikahannya, bahkan tempatnya.

Regina G
Tgl 18 siang juga udah sampe.
Ajakkin kuliner ya!
Tapi gue kondangan dulu.

Martin menimang-nimang handphonenya.

Martin
Siap! Kabarin ya..

Regina hanya membaca saja pesan terakhir Martin tanpa membalasnya. Memang menjadi kebisaannya untuk tidak berlama-lama bertukar pesan. Sekalipun dengan Martin, cowok impiannya. Sekali lagi ia berkata pada dirinya, mana mungkin Martin suka sama elo. Ngimpiiii.

Sudah berhari-hari Martin terlihat melamun, berganti posisi duduk, melamun lagi, memainkan pulpen di meja, melamun dan berulang seperti itu hingga jam kantor selesai. Mulai dari atasan, rekan satu project dan Aji merasa bingung. Karena mereka tau, Martin tidak pernah sekosong ini. Martin yang mereka tau adalah Martin yang dingin, tidak pernah mau basa-basi dan jelas patah hati tidak ada di dalam kamus hidupnya. Beberapa dari mereka berbisik, menanyakan ada apa gerangan dengan tingkah Martin. Namun tidak ada satupun yang berani bertanya.

"Ji" panggil Martin.

"Hmm"

"Ji.."

"Hmmmm"

"Ji, cara nembak cewe gimana sih?"

Aji yang sedang menegak air mineral tiba-tiba menyemburkan airnya. Seluruh bagian mulut, leher serta bajunya basah kuyup. Hidungnya perih karena beberapa bulir air tak sengaja masuk. Butuh waktu beberapa detik untuk memulihkan keadaan.

"Jadi, karena ini lo berhari-hari kayak mayat idup?" tanya Aji. "Kebanyakkan komentar lo! Cepet jelasin gimana caranya" kata Martin tak sabaran. "Lah, elo pacaran udah berapa kali nembaknya gimana?" tanya Aji bingung. "Mana pernah gue nembak mereka. Gue cuma jawab aja iya atau enggak" kata Martin. Sombong, tapi kenyataan. Bagi wajah sekelas Martin memang patut dipercaya bahwa cewek-cewek lah yang merayunya.

"Lo mau nembak siapa emang? Perasaan lagi nggak punya gebetan" tanya Aji menyelidik. "Regina" jawab Martin santai. "YANG BENER LO?!" tanya Aji dengan mata membelalak. Kondisi kantor yang memang sepi dimanfaatkan Martin untuk curhat. Kenapa Aji? Karena selain dirinya, Aji lah satu-satunya orang terdekat yang juga mengenal Regina. "Ya, bener. Gue mau deketin dia takut" kata Martin. "Muke gile! Tin, elo deketin dia takut? Yang bener aja, bro! Gue tau banget, tipe muka kayak lo gini nih nyari cewek tinggal nunjuk. Masa iya Regina nggak takluk sama lo?" kata Aji. "Buktinya enggak. Dia nganggep gue cuma temen. Jadi gini ya rasanya cinta bertepuk sebelah tangan?" tanya Martin. Sombong lagi, tapi memang kenyataan seperti ini.

Aji menarik sebuah kursi dan meletakkan di depan Martin. Kali ini tampangnya berubah serius. Keduanya seperti sedang berdiskusi masalah yang genting. "Kenapa Regina?" tanya Aji. "Sama dia gue bisa jadi diri gue sendiri. Dia juga cewek mandiri, kuat, nggak ribet. Intinya dia beda, Ji. Gue juga nggak tau sejak kapan gue suka sama dia. Tapi ngeliat dia nangis, bikin gue sedih. Ngeliat dia ketawa, bikin gue seneng" kata Martin. Aji paham betul. Memang Regina sangat berbeda dengan mantan kekasih Martin yang lain. Jeny yang super cantik dan smart, ada lagi Lisa yang body nya sexy, kemudian Freya si supermodel. Semua gadis cantik itu bertekuk lutut di hadapan Martin, seorang teknisi IT yang gajinya masih belum menyentuh setengah gaji cewek-cewek itu. Sementara Regina? Cewek itu cantik, tapi nggak cantik-cantik amat, tubuhnya pun tidak seindah Lisa dan Freya, otaknya juga tidak sepintar Jeny.

ReveuseWhere stories live. Discover now