17

3.2K 250 3
                                    

Jakarta

Martin melepaskan kedua sepatunya di pelataran rumah. Kemudian tidak berapa lama, Bunda nya muncul dengan senyuman hangat. Anak laki-laki sulungnya telah kembali ke rumah. Martin pun yang mendapati Bunda di sampingnya, segera memeluk Bunda nya setelah dua bulan mereka tidak bertemu.

"Bunda kangen, nak" katanya. "Martin juga, Bun. Tapi capek banget, Bun. Martin mau istirahat aja. Besok masuk kantor soalnya" kata Martin dengan wajah lelah. "Mandi dulu, nak. Habis itu makan, ya. Bunda udah buatin ayam jamur kesukaan kamu. Baru habis itu istirahat" kata Bunda. Martin mengangguk kemudian mencium pipi Bunda nya dan masuk ke rumah.

Martin bukan lah anak orang kaya raya. Hidupnya berkecukupan. Rumahnya sederhana dengan gaya rumah jaman Belanda yang masih asri. Bunda dan Ayahnya memang senang dengan old fashion style. Martin memiliki seorang adik perempuan yang sedang kuliah di Bandung. Otomatis Ayah dan Bundanya hanya tinggal berdua jika Martin harus dinas keluar kota.

"Kamu disini sebentar aja?" tanya Ayahnya saat mereka makan malam bersama. "Nggak, Yah. Aku stay dulu di Jakarta. Gantian, Yah, capek juga jauh dari rumah" kata Martin. Sebagai anak pertama sekaligus orang yang akan menggantikan Ayahnya sebagai kepala rumah tangga dan tulang punggung keluarga, Martin memang sangat berbakti dan bijak. Ia menyayangi kedua orangtua serta adik perempuannya. Sejak dulu, Martin berusaha untuk tidak mengecewakan kedua orangtuanya. Walaupun di masa remaja, ada saja kenakalan yang ia lakukan, namun Martin tidak separah anak-anak yang lainnya.

Martin juga sangat dekat dengan Bundanya. Segala cerita tentang hidupnya, selalu ia bicarakan. Termasuk mantan pacarnya, Jeny. Bundanya memang tidak terlalu menyukai gadis itu karena menurutnya Jeny terlalu bossy. Mungkin karena Jeny usianya lebih tua dan karirnya menjulang. "Cari calon istri yang kalau kamu bicara sama dia, kamu bisa bicara apapun. Karena nak, ketika kalian nanti sudah tua seperti Ayah dan Bunda, yang bisa kalian lakukan hanyalah saling bicara" kata Bundanya satu tahun silam. Kalimat itu masih terngiang di otak Martin. Saat ini ia sedang merebahkan dirinya di kasur, memandangi langit-langit kamarnya. Kemudian terbesit bayangan wajah Regina. Dengan gadis itu, Martin bahkan bisa menjadi dirinya sendiri. Ia tidak perlu berpura-pura jadi Martin yang dingin. Regina membuat dirinya nyaman menjadi Martin yang ramah dan hangat. Sama seperti ketika Martin bersama keluarganya.

Martin pun meraih handphone nya, kemudian ia membuka galeri foto. Ia memandangi satu-satunya foto Regina yang ia miliki. Meskipun di Instagram ada ratusan wajah Regina, tapi yang ini spesial. Martin sendiri lah yang mengambil foto itu. Meskipun dengan mata sembab, namun Regina tetaplah menawan baginya. Ada sesuatu di dalam diri gadis itu yang berbeda dengan semua wanita yang mendekatinya. Secara tidak sadar, Bundanya sudah ada di ambang pintu dan mendapati anak laki-lakinya sedang memandangi foto seorang gadis.

"Sudah dapat gantinya Jeny, ya?" goda Bunda. Martin sontak kaget sehingga handphonenya terjatuh dari tangan dan menabrak wajahnya dengan brutal. "Aduh!" ringisnya. Bunda tertawa geli melihat Martin yang kesakitan. "Selama kamu gonta-ganti pacar, baru kali ini Bunda liat kamu mandangin foto cewek sampe segitunya" kata Bunda yang duduk di tepi kasur. Martin pun bangun dan ikut duduk. "Temen, Bunda" jawab Martin. "Nggak usah bohong, ah. Coba sini Bunda mau liat" kata Bundanya yang meminta handphone Martin. Memang baru kali ini ia melihat anak laki-lakinya memandangi foto seorang gadis.

Martin pun menyerahkan handphonenya. Berharap reaksi Bunda tidak seperti saat Martin mengenalkan Jeny. Ekspresi sinis dan masam. Bunda memandang foto Regina dengan wajah datar. Martin pun sulit menebaknya. "Aku ketemu waktu di Surabaya. Anaknya nggak terlalu cantik kayak Jeny sih, Bun. Tapi dia baik. Sedikit cerewet juga. Bunda pasti ketawa kalo ngeliat dia. Dia juga ceroboh, tukang laper, suka minta yang aneh-aneh. Kayak naik delman, atau dengerin banci ngamen di pinggir jalan.." kata-kata Martin terputus ketika mendapati Bunda mengenggam tangannya. Bunda tersenyum. "Siapa namanya?" tanya Bunda. "Regina, Bun. Panggilannya Gina" jawab Martin.

ReveuseWhere stories live. Discover now