9

3.4K 225 0
                                    

2 bulan kemudian...

Apa yang terjadi selama dua bulan Regina dan Martin berpisah? Tidak ada. Selain keduanya mulai saling mem-follow sosial media. Namun tidak satupun dari keduanya berani untuk bertegur sapa. Martin yang sangat introvert sehingga tidak banyak update di sosial medianya. Thank God for Martin. Regina adalah seseorang yang selalu up to date dengan kegiatannya. Maka, tanpa bertegur sapa pun Martin tau bahwa Regina saat ini sedang liburan di Bali. Diam-diam Martin selalu mengecek apapun yang dilakukan Regina lewat insta story gadis itu.

"Tin, elo putus sama ci Jeny?" tanya Galih salah satu rekan kantor Martin. "Dih, kemana aja lo? Sejak di Surabaya nih anak berantem mulu sama Jeny" kata Aji menambahi. "Lahhh.. kenapa, Tin?" tanya Galih. Jeny Garcia adalah (mantan) kekasih Martin. Memang saat itu Martin memiliki kekasih. Namun hubungan mereka tidak lagi harmonis dikarenakan jadwal Martin yang selalu keluar kota dan Jeny yang tidak pernah bisa mengerti. Padahal usia Jeny lebih tua 3 tahun dari Martin, namun usia bukanlah tolak ukur kedewasaan seseorang. Sehingga Martin dan Jeny memilih untuk bubar jalan.

"Gue curiga, deh. Elo pasti punya gebetan di Surabaya makanya lo mutusin Jeny kan, nyet?! Ngaku!" ujar Galih. "Nggak ada. Emang nggak cocok. Nyokap gue juga ngga setuju. Jeny ketuaan katanya" jawab Martin cuek. "Tin, ini bukan karena Regina kan?" tanya Aji yang juga tiba-tiba penasaran. "Regina? Regina yang anak Surabaya? Sering telepon kesini, tuh!" kata Galih. "Ya, itu dah, Gal!" ujar Aji. "Dari fotonya sih cakep lucu gitu. Cakepan dia daripada Jeny sih!" ujar Galih. Martin tidak segan-segan meremas kertas bekas kemudian melempar Galih yang mejanya ada di seberang. "Udah gue bilang jalan aja sama Regina, elo sok-sok an jual mahal" kata Aji. "Bukan jual mahal! Tapi emang nggak sempet" kata Martin protes.

Obrolan ketiga lelaki ini terhenti ketika Fitri, dari bagian HRD tiba-tiba muncul. Dengan gaya centil, ia berjalan menuju meja Martin. "Martin ganteng, nih tiket pesawat buat lusa ke Jogja. Aku udah pilihin kursi yang enak dan nyaman" kata Fitri sambil menaruh e-Ticket yang telah ia print di meja Martin. "Makasih, Fit" jawab Martin datar. Kemudian gadis itu tersenyum dan kembali ke ruangannya.

"Berapa lama lo di Jogja?" tanya Galih. "Dua bulan. Haduuuuuh..." jawab Martin sambil menggaruk kepalanya. Jujur saja, berada di kota yang berbeda-beda setiap 2 bulan sekali bukan anugerah bagi Martin. Namun, jika bukan karena gaji yang cukup lumayan ia pasti sudah menyerah. Bagi Martin yang tidak terlalu menyukai bersosialisasi, harus berada di kota antah berantah selain Jakarta, adalah hal yang sangat menyebalkan. Selain ia tidak pandai untuk bergaul, menemukan hal-hal unik di setiap kota membuat kepalanya serasa mau pecah.

****

"Mbak Re, reportnya ditunggu sore ini ya" ujar Fika dari mejanya. Regina mengangguk lesu. Bekerja selama kurang lebih tiga bulan di tempat ini bukanlah ide yang baik untuk Regina. Terlalu banyak tekanan dan juga waktunya yang terkuras habis. Pernah suatu ketika Regina menangis sendirian di kantor karena ia merasa tidak sanggup menjalani pekerjaannya saat ini. Regina juga manusia yang punya batas kesabaran. Beberapa rekannya pun merasakan hal yang sama. Meskipun perusahaan ini adalah perusahaan yang cukup besar dan menjanjikan, namun kesejahteraan karyawannya (terutama dari segi mental) tidak terjamin. Regina berusaha menyelesaikan reportnya agar ia bisa segera pulang. Makin lama ia berada di kantor, akan semakin banyak rambutnya yang akan rontok.

Dalam waktu kurang dari dua jam, Regina telah menyelesaikan reportnya. Setelah ia berhasil mengirim kepada Bu Sonya, Regina segera membereskan barang-barangnya serta mematikan komputernya sebelum Bu Sonya kembali ke office dan menyuruhnya membuat beberapa hal lagi. Semua harus ia lakukan dengan cepat dan masa bodoh dengan pandangan orang lain. Regina hanya ingin pulang cepat dan tidur. Hidup Regina memang begitu-begitu saja. Bangun tidur, pergi ke kantor, pulang. Jika memang ia sedang suntuk-suntuknya, ia akan pergi nonton sendirian, makan sendirian atau memanjakan diri di salon (sendirian juga). Semua sudah biasa ia lakukan sendirian. Bukan karena Regina tidak mau mencari pacar, namun karena ia selalu dikhianati dan ditinggalkan maka keinginannya untuk punya pasangan ia hiraukan. Baginya, membahagiakan diri sendiri adalah kunci bagaimana ia bisa bertahan sampai saat ini.

ReveuseTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon