15

3.3K 213 0
                                    

Setelah turun dari bukit bintang, Martin mengajak Regina untuk berjalan di Malioboro sembari menikmati pengamen jalanan dengan musik keroncong khas Yogyakarta. Ia berharap dengan ini Regina bisa melupakan kesedihannya dan kembali ceria. Martin paham bahwa tidak semua orang bisa menceritakan masa-masa kelam, terlebih dirinya dan Regina baru saja dekat akhir-akhir ini. "Tin, liat deh ada banci hahaha.." kata Regina menunjuk ke seberang jalan. Memang ada kumpulan waria yang tengah menghibur di salah satu kedai angkringan dengan mengamen. "Gin, gin.. please jangan kesana" kata Martin. "Kenapa? Masa takut?" cibir Regina sambil tertawa terbahak-bahak. Gadis itu berlari kecil sambil mengejek Martin. Entah mengapa hatinya terasa hangat melihat Regina tertawa seperti ini. Dan mengingat besok masa liburan singkat mereka berakhir, membuat Martin tidak ingin kehilangan momen mereka.

Martin pun berlari kecil mengikuti arah Regina berjalan. Dari mulai membeli jajanan angkringan, kemudian mencoba berbaur dengan pengamen jalanan sampai mengelus dan berselfie bersama kuda andong yang ada di pinggir jalan. Semua ini belum pernah ia lakukan dengan siapapun kecuali dengan Regina. Harinya seperti berwarna kembali. Tanpa terasa berjalan, mereka telah tiba di hotel. Regina pun tanpa sadar berayun pada lengan Martin yang kemudian disadarkan oleh Laras yang sedang menunggu ojek online di depan hotel.

"Mas Martin" panggilnya. Senyum gadis itu sirna melihat Regina ada di sebelah pujaan hatinya. Regina pun melepaskan lengan Martin dari tangannya. "Laras? Baru mau pulang?" tanya Martin basa-basi. "Iya, mas. Selamat ya buat kalian berdua. Laras pulang dulu, mas" pamitnya. Martin dan Regina pun saling bertatapan setelah Laras berlalu pergi. Kemudian keduanya tertawa terbahak-bahak. "Kayaknya patah hati banget" kata Regina saat mereka ada berjalan masuk menuju lift. "Iya. Katanya sih emang naksir gue" jawab Martin dengan pede. "Iiih.. pede banget sih lo" kata Regina sambil memukul lengan Martin. Kemudian Martin meringis karena pukulan Regina yang cukup kencang.

Mereka pun tiba di kamar dan tiba-tiba suasana menjadi sangat kikuk. Regina yang terlihat santai mengambil sebuah sweater dan celana panjang kemudian masuk ke kamar mandi. Sementara Martin memastikan Regina tidak keluar dari kamar mandi untuk waktu yang lama, kemudian mengganti bajunya dengan acuh. Terdengar suara shower dari dalam membuat pikiran Martin kembali melayang-layang. Lagi-lagi pikiran yang itu. Kemudian Martin memilih untuk mengambil laptopnya di meja dan membawanya ke tempat tidur. Berusaha mengalihkan pikirannya dari hal yang tidak seharusnya ia pikirkan. Ia mulai mencari film di internet yang mungkin bisa ia tonton sebelum tidur.

Beberapa saat kemudian Regina keluar dari kamar mandi. Sudah lengkap dengan baju tidur dan rambutnya yang telah dikeringkan. Wajahnya polos tanpa make up. "Ngapain lo?" tanyanya. Martin menoleh kemudian menepuk-nepuk space kosong di sebelahnya, seakan menyuruh Regina untuk bergabung menonton film. Setelah meletakkan handuk, Regina pun duduk di sebelah Martin kemudian melihat ke arah layar laptop. "Aaaah.. nggak suka ah! Horror. Gue takutttt" rengek Regina. Ia memang sangat membenci film horror. "Gue juga takut makanya temenin" kata Martin yang sudah menyiapkan selimut sebagai benda penyelamat ketika hantunya mulai bermunculan. "Tin, sumpah.. gue takutan orangnya!" kata Regina. "Udah diem deh lo. Tutup mata aja. Masuk selimut makanya" kata Martin. Regina pun akhirnya menurut dan keduanya saat ini berada di satu selimut yang sama.

Sepanjang film Regina meringis, setengah berteriak, menutup matanya, dan mengulangi hal tersebut. Sampai akhirnya gadis itu terlelap di sebelah Martin. "Gin.." panggil Martin dengan suara lembut. Maksud hati ingin memulai momen romantis, gadis itu malah sudah lenyap ke alam mimpi. Martin tersenyum kemudian memindahkan laptopnya ke meja kerja. Ia kembali bergabung ke dalam selimut dan mulai memberanikan diri untuk menyentuh ujung rambut Regina dan mengusapnya dengan lembut.

Martin ingin menumpahkan semua perasaannya malam ini. Dengan menikmati wajah polos Regina. "Mungkin cewek yang lebih cantik banyak, Gin. Tapi yang kayak elo.. nggak ada. Cuma elo" bisik Martin. "Cewek mandiri yang kuat, pinter, baik hati dan sederhana" lanjutnya. Gue cuma berharap suatu saat nanti gue berani ngungkapin ke elo, kalo gue sayang sama lo, Regina.

ReveuseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang