6

3.7K 248 14
                                    

⚠️ W A R N I N G ⚠️
Part ini akan mengandung beberapa bagian yang bikin kalian mau gigit Vero atau bahkan nampar mukanya pake kaleng kerupuk warteg.

****

"Mas Martin" panggil Fika dari mejanya. Kemudian orang yang dipanggil hanya mengangkat wajahnya. Kemudian Fika memberi isyarat bahwa Martin harus bergerak ke mejanya. Dengan wajah datar khas Martin Praja, ia berjalan menuju meja Fika. Regina dengan sangat hati-hati berusaha mengintai pangerannya. Berani macam-macam, meja Fika akan berubah jadi rongsokkan.

Regina suka semuanya yang ada pada Martin. Cara cowok itu berkedip, suaranya yang lembut, kemeja slimfit biru yang hampir setiap hari ia pakai dan juga rambut acak-acakkannya. Baru kali ini Regina menyukai seseorang dan bisa berada di dekat orang tersebut. Orang yang tidak sekedar ia sukai namun juga ia kagumi.

Dulu mamanya ngidam Siwon kali, ya? Bisa cakep gini.

Fika bertanya tentang pekerjaan, namun diselingi oleh tingkah centilnya yang membuat Regina berdoa semoga Martin tidak tertarik dengan Fika. Jangan senyum ke dia! Jangan ketawa ke dia! Ke gue aja! batin Regina. Ini juga kerempeng satu, centil amat sih! Udah punya laki juga.. batin Regina lagi.

Belum selesai emosi Regina pada Fika. Muncul satu orang saingan terberatnya, the one and only Vero. Vero menghampiri Martin yang sedang ada di meja Fika. Dengan lembut Vero menyentuh lengan Martin sambil tersenyum. Anjiiiiirrr cakep banget ni cewek, kata Regina dalam hati. Martin yang disentuh lengannya kemudian beralih pandang pada Vero. Vero pun tidak melepaskan tangannya dari lengan Martin. Dengan senyumnya yang bisa dibilang menawan, Vero mendekatkan tubuhnya pada Martin dan menyibakkan rambutnya. Ia terlihat sedang menanyakan sesuatu sambil tebar pesona. Ya, remahan biskuit bisa apa?

Bisa! Bisa gondok di balik layar komputernya menyaksikan telenovela. Cinta segitiga antara si tampan, kerempeng dan pelakor serakah. Karena kesal, Regina memilih bangkit berdiri dan keluar dari ruangan. Semacam walk out. Meskipun berusaha biasa saja, namun raut wajahnya terlihat kesal. Ketika Regina keluar dari ruangan, tanpa Regina sadari Martin memperhatikan raut wajah kesal itu. Kenapa, tuh orang? tanya Martin dalam hati.

Regina melampiaskan kekesalannya dengan membeli secangkir kopi di kantin karyawan. Duduk di meja sendirian dan meniup-niup kopinya yang masih panas. Regina benci segala macam makanan atau minuman panas. Lidahnya terlalu sensitif dan mudah luka. Maka dari itu, Regina tidak terlalu menyukai makanan berkuah. Apalagi panas.

"Sendirian aja?" tanya Aji yang entah datang darimana. "Eh, mas Aji" sapa Regina sambil pura-pura tersenyum. "Kenapa? Suntuk?" tanya Aji basa-basi. "Iya, mas. Capek liat komputer" jawab Regina sambil memegangi cangkir kopinya. "Kan ada Martin, kok capek? Liat aja si Martin ntar juga nggak capek lagi" goda Aji. Sebenarnya Aji ingin kepo. Ia sudah mendengarkan denial dari mulut palsu Martin yang katanya tidak ada hubungan apa-apa dengan gadis ini. Sekarang saatnya mencari tau apakah Regina juga menyukai Martin. Lumayan, jadi mak comblang. Pahala nya bisa ia pakai untuk menutupi dosa lain.

"Apa, sih mas!" kata Regina sambil tertawa. "Lo suka sama Martin, kan?" tanya Aji to the point. "Ngaco! Enggak, lah mas. Biasa aja kok" jawab Regina spontan. Sepertinya kalau ada casting film, Regina bisa ikutan. "Ngaku aja lagi! Nggak ada satu cewek pun yang nggak suka sama Martin" kata Aji. "Ada. Gue buktinya!" jawab Regina yakin. "Udah jadi jalan sama doi belom?" tanya Aji lagi. "Duh, mas Aji mending balik deh ke kantor daripada godain gue terus!" ujar Regina. "Cuma ngingetin aja kalo gue sama Martin bentar lagi balik ke Jakarta. Mending buruan jalan, deh. Daripada nyesel nggak ketemu lagi" kata Aji menyarankan.

ReveuseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang