16

3.1K 220 1
                                    

"Masih ada waktu delapan jam. Nggak mau beli oleh-oleh?" tanya Martin sambil mengeringkan rambutnya di depan kaca. Rambutnya yang setengah basah bermain dengan jemarinya membuat pemandangan indah bagi Regina. Ngeringin rambut aja ganteng banget, heran. Batinnya. Namun ia segera sadar dari lamunannya sebelum Martin menengok dan mendapati tatapan aneh dari Regina. "Cukup bakpia" jawab gadis itu singkat. "Kalo gitu gantian nemenin gue, ya. Cari oleh-oleh" kata Martin. Regina mengangguk setuju.

Masih memilih Malioboro sebagai destinasi paling dekat dari hotel, keduanya menyusuri toko demi toko. Tibalah Martin dan Regina di toko pertama. Toko oleh-oleh yang cukup besar dan terkenal. Bau kemenyan khas Jawa tercium bahkan dari sebelum mereka memasukki tokonya. Di dominasi oleh banyaknya kain batik berbagai model. Ada juga yang menjual jamu tradisional, sabun, pengharum ruangan, pernak-pernik khas Yogyakarta. Martin menyambar sebuah blankon dan memakainya di kepala. "Bagus nggak?" tanyanya sambil menunjuk blankon tersebut di kepalanya. "Ngapain siiiih.. lo mau kerja pake blankon?" tanya Regina sambil tertawa kecil melihat tingkah Martin yang boleh dibilang cukup aneh. Kesan yang sangat berbeda ketika pertama kali berkenalan dengan cowok ini. Martin pun tertawa setelah melihat Regina tersenyum. Kemudian ia mengembalikan blankon tersebut pada tempatnya.

Keduanya menyusuri lagi bagian dalam toko itu. Ketika Martin sedang melihat beberapa kemeja batik, mata Regina tertarik pada sebuah etalase yang berisi semacam skincare tradisional. Ada lulur, parfum dan wewangian lainnya khas perempuan. Ia mengambil sebuah sabun batang berbentuk bunga jasmine dan mencium wanginya. "Nggak mau beli emangnya?" tanya Martin yang muncul tiba-tiba. Regina yang sedikit terkejut mengembalikan sabun itu ke tempatnya. Kemudian gadis itu berpaling pada etalase pakaian batik untuk wanita. Jujur, ia tidak tau kemana harus memakai batik selain hari Jumat di kantor yang mengharuskan karyawan mengenakan batik.

Setelah bosan berkeliling, ia menemukan Martin ada di barisan baju batik untuk laki-laki. Regina pun menghampirinya. "Eh, pilihin kemeja batik dong. Yang bagus yang mana, ya?" tanya Martin. Tunggu.. tunggu.. apa ini tidak terbalik? Mengapa Martin yang berbelanja sementara dirinya hanya tertarik pada sabun batang beraroma jasmine yang terlanjur ia letakkan kembali dan terlalu tengsin untuk mengambilnya lagi. Mata Regina pun menerawang. Jari-jarinya membuka celah barisan gantungan kemeja batik satu per satu. Ia menemukan kemeja batik dengan warna pink ke-ungu-an. Dengan motif seperti kain songket. "Ini bagus" kata Regina sambil menunjukkan pada Martin. Dengan sigap Martin meraih baju tersebut kemudian membawanya ke sebuah cermin besar. Ia menempelkan baju itu pada tubuhnya. Bergoyang ke kiri dan ke kanan, serta mengukur panjang lengan yang harus sesuai dengan panjang tangannya.

Tanpa pikir panjang, Martin langsung menaruhnya di keranjang belanjaan. Regina pun tersenyum mendapati apa yang menjadi pilihannya, menjadi apa yang juga disukai oleh Martin. Diam-diam Martin berpisah dengan Regina dan menuju ke etalase sabun Jasmine yang sempat disentuh oleh Regina. Ia tau gadis itu ingin membelinya, namun karena Martin memergokinya, Regina menjadi malu. Martin memutuskan untuk membelinya. Sebagai kado terimakasih atas hari-hari terakhir yang indah di Yogyakarta. Bahkan Regina juga tidak tau, ketika malam dimana mereka pergi ke bukit bintang, Martin mengambil sebuah gambar Regina yang sedang tersenyum setelah menangis dengan background kota Yogyakarta dari ketinggian. Perpaduan yang cantik sekaligus menjadi kenangan bagi Martin.

"Udah belanjanya?" tanya Regina. "Cukup. Yuk, kita balik ke hotel. Udah jam tiga. Kereta lo jam lima kan?" tanya Martin. Regina mengangguk. Kemudian mengikuti langkah kaki Martin yang terlalu cepat. Ditambah sesaknya Malioboro sore ini, membuat Regina berulang kali tertinggal dan menabrak kanan kiri. Namun, tiba-tiba sebuah tangan menyambar telapak tangannya. Martin menggandeng Regina agar gadis itu tidak lagi tertinggal. Regina mengerjapkan matanya berkali-kali. Berusaha mencerna apa yang cowok ini lakukan dan apa yang harus ia lakukan. Diam saja atau melepaskan genggaman Martin. Dengan gentle, Martin membuka jalan untuk Regina sehingga tidak ada lagi orang yang menabrak tubuhnya sembarangan. Walaupun cuaca cukup panas, namun semesta sepertinya berbicara lain. Mendadak semua menjadi sejuk ketika Martin menggenggam tangannya.

Stasiun Yogyakarta.

Martin mengantar Regina sampai ke depan pintu masuk stasiun. Masih ada sisa waktu 30 menit sebelum kereta Regina berangkat. "Udah semua, kan? Ngga ada yang ketinggalan?" tanya Martin. "Kayaknya, sih udah hehehe.." jawab Regina cengengesan. Masih dengan gaya sok cool ala Martin, cowok itu terlihat santai dibanding Regina yang sepertinya tidak rela kebersamaan mereka berakhir begitu saja. Regina mengambil sesuatu dari tasnya, begitu juga Martin yang mengambil sesuatu dari kantong jaketnya. Keduanya sama-sama menyerahkan barang tersebut satu sama lain. Regina memberikan Martin buku tentang Atlantis yang pernah mereka bicarakan, sementara Martin memberikan sebuah sabun beraroma Jasmine yang Regina lihat di toko. Keduanya berpandangan sejenak sebelum akhirnya mereka saling tertawa dan bertukar 'hadiah'.

"Thank's ya" kata Regina sambil tersenyum.

"Makasih juga buat bukunya" jawab Martin.

Keduanya terdiam.

Suara speaker informasi menggema. Memberi kabar bahwa kereta Regina sudah sampai dan ia harus berpisah disini dengan Martin. Regina pun mengulurkan tangannya. Kemudian Martin menyambut uluran tangan tersebut. Tanpa mereka saling tau, bahwa keduanya ingin sekali memeluk satu sama lain. Setelah berjabat tangan, Regina bergegas masuk ke dalam ruang tunggu sementara Martin menunggu sampai gadis itu hilang dari pandangannya. Regina berbalik dan melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar. Martin pun membalasnya dengan lambaian tangan dan senyuman. Entah kapan lagi mereka akan bertemu, atau mungkin kisah ini berakhir sore ini. Ketika senja bertemu dengan malam, maka semua menjadi gelap.

Martin
Kalo lo dateng ke nikahan Monika, kita nongkrong bareng lagi ya. Kabarin gue. Take care, Gina. Makasih buat bukunya..

Sent.

Regina duduk di bangku dekat jendela setelah susah payah meletakkan barang-barangnya di bagasi kabin bagian atas. Maklum karena ukuran tubuhnya tidak terlalu tinggi, maka ia harus bersusah payah. Handphone nya pun berbunyi. Regina segera meraihnya dari dalam tas dan tersenyum mendapati pesan dari Martin. Senyum itu berubah menjadi datar ketika Regina mempertimbangkan, haruskah ia muncul di hadapan luka yang mati-matian ia hindari?

 Senyum itu berubah menjadi datar ketika Regina mempertimbangkan, haruskah ia muncul di hadapan luka yang mati-matian ia hindari?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ReveuseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang