Halunisasi

195 12 2
                                    

Sehari setelah kematian ayahnya. Lia beraktivitas kembali seperti biasa selayaknya seorang murid remaja SMA. Kali ini dijam pelajaran olahraga dimulai, dimana anak-anak berkumpul ditengah lapangan untuk pengambilan nilai mata pelajaran olahraga.

"Pembunuh! Pembunuh! Pembunuh!." Lia terus menerus mendengar perkataan tersebut tiada henti.

"Diam!!!". Teriak kencang Lia ditengah lapangan.

Anak-anak tampak heran dengan sikap Lia yang nampak aneh tak biasanya. Pak Arief mencoba mendekati Lia dan bertanya kenapa dia bisa berbuat seperti itu.

"Kamu gapapa Lia?". Tanya khawatir Pak Arief.
"Saya bukan pembunuh. Saya mohon pak tolong bilangin anak-anak jangan menuduh saya gak-gak". Seperti orang kesurupan.
Pak Arief terdiam. Dia bingung kenapa Lia bisa berbicara seperti itu, jelas-jelas dari penglihatannya justru anak-anak tak tampak berbicara kepada Lia.

"Kamu mesti berobat, ada yang aneh sama sikap kamu". Celetuk pak Arief sampai menusuk kehati Lia.
"Saya rasa bapak yang mesti periksa kedokter tht deh. Saya dengar jelas, anak-anak menuduh saya pembunuh". Dia tepis.
"Nanti habis pengambilan nilai, kamu keruangan saya ya".
"Iya". Jawab datar.

Tita baru saja datang dari toilet. Dia tidak menyaksikan sahabatnya yang sedang berdebat argumen dengan guru olahraganya. Kemudian Lia berlari sekencang mungkin dan menampar Faras didepan guru olahraganya tanpa alasan yang jelas.

"Plak!!!". Lia menampar.
Faras terkejut sembari memegang pipinya yang mulai memerah.
Pak Arief tak segan-segan menyuruh Lia keluar dari barisan dan menyuruh duduk diam diruangannya serta ia diberi nilai 0 untuk mata pelajaran olahraga.

Tita sangat heran ada apa dengan sahabatnya itu. Secara Faras dari tadi diam dan tak mengeluarkan kata satupun ke Lia. Tapi, Lia melakukan hal yang tak terbayangkan dalam benaknya.

*****
Leon termenung dikamar, ia mengunci rapat-rapat kamarnya supaya tak ada orang lain yang bisa masuk kekamarnya. Dia sangat terpukul setelah kepergian kakaknya. Padahal belum sempat ia mengobrol, mempersatukan Lia, mempertemukan Lia tapi namanya takdir kematian setiap orang tidaklah tahu.

*****
"Ngapain kamu disitu Lia". Pak Dion gak sengaja lewat ruangan pak Arief.
"Duduk". Jawabnya ketus.
"Iya saya tahu kamu duduk, maksudnya kok kamu bisa ada diruangan pak Arief. Bukannya hari ini ada penilaian ya".
"Iya".
"Terus kenapa diam disini, pasti kamu berbuat masalah lagi ya". Menebak.
"Iya". Mengangguk kepala.
"Aduh Lia. Saya seumur hidup baru kali ini temuin anak perempuan sebandel kamu". Menepuk jidat.
"Saya gak bandel. Jangan sok tahu pak". Ngotot.
"Iya sudah seterah kamu, urus baik-baik masalah kamu. Saya kali ini gak mau tanggung jawab." Menyerah sambil mengangkat tangan.

*****

Lia bukan kali ini saja membuat masalah tapi terlalu banyak ia membuat masalah. Tidak ada perubahan sedikitpun dengan gadis ini, diberi hukumanpun gak ngaruh untuk dia. Bahkan dia sama sekali tidak takut yang namanya aturan dan seorang guru.

Setelah menunggu lama diruangan yang sunyi ini. Pak Arief datang ditemani Faras yang memasang wajah penuh lugu dihadapannya.

"Duduk ras". Seru Pak Arief. Sedangkan Lia membalikan badan tak sudi melihat mantan sahabatnya.
"Jadi bapak membawa Faras kesini, supaya kamu minta maaf sama Faras." Perintahnya.
"Apa yang saya lakukan ke Faras itu spontan dan benar adanya". Lagi-lagi Lia mengelak.
"Salah aku apa Ia sampe kamu lakuin ini ke aku". Faras memberanikan diri berbicara.
"Lo jadi manusia please gak usah bermuka dua. Jangan sampe cuma gara-gara masalah ini gw nanti dikeluarin". Emosi Lia.
"Loh loh kok kalian jadi berantem. Bapak bawa Faras kesini supaya kamu Lia minta maaf bukan emosional seperti ini".
Pak Arief bangkit dari kursi.
"Lia bapak beri kamu kesempatan sekali lagi, mau minta maaf atau bapak score kamu selama dua hari".
"Saya gak mau minta maaf dan apa yang saya lakuin itu benar." Lia langsung pergi meninggalkan ruangan pak Arief dengan tergesa-gesa.

Pak Arief ingin mencegahnya namun, Lia sudah langsung pergi dan Pak Arief meminta Faras kembali keruangannya dan Pak Arief akan menyelesaikan masalah ini nanti kepada walikelas Lia.

*****
Terkadang Lia menyesal telah dilahirkan didunia ini. Tak ada harapan lagi untuk hidup baginya setelah kematian sang kakak Tian. Hidupnya suram, berantakan. Dimulai, disaat dia berkelahi dengan Vino semuanya menjadi tidak terarah.

Sekarang Lia berada didalam toilet. Sejak tadi ia mengurung diri disana, entah apa yang ingin dia perbuat yang pasti dia merasa depresi untuk kali ini.

*****

"Lia belum masuk kelas juga". Gumam Pak Dion sesaat melihat bangku anak didiknya itu masih terlihat kosong.
"Tita coba kesini sebentar". Panggil pak Dion didepan meja guru.
"Iya pak ada apa". Langsung menuju meja guru.
"Kamu tau Lia kemana?".
"Gak pak cuma tadi dipanggil pak Arief keruangan sama Faras juga tapi Faras udah balik, aneh ya kenapa Lia belum".
"Oh, yasudah kembali ketempat duduk kamu". Perintahnya.

*****
Lia melakukan aksi gila, kali ini ia mesayat-sayat lengannya dengan jarum pentul yang tiba-tiba saja ia temukan didepan kakinya. Ia sayat tangannya hingga mengeluarkan darah cukup banyak. Baginya tak ada rasa sakit sedikitpun yang ia rasa kali ini, dia merasakan bahwa semua orang mengitimidasi dirinya sebagai penyebab kematian papahnya.

Apalagi kalau diingat waktu kejadian tahlilan pertama dirumah Leon. Perkataan Leon seakan menampar pipi Lia saking begitu menyakitkan. Ia seperti beban didunia ini, satu persatu orang yang ia sayang pergi dari hidup Lia. Semua itu gara-gara sikap Lia.

Lia berhenti mesayat lengan kanannya yang sudah berlumuran darah cukup banyak. Ia bangkit dari closet dan berjalan keluar kearah kelasnya dengan lengan bercucuran darah. Tanpa disangka belum sampai ke kelasnya, tubuhnya ambruk didepan koridor lab komputer.

*****

Vino meminta izin keluar untuk buang air kecil. Kebetulan dia sedang mengikuti simulasi ujian nasional online dilab komputer. Tepat saat dia membuka pintu, ia melihat Lia sudah terkabar bersimbah darah didepan sana. Vino masuk kembali kedalam lab dan meminta bantuan ke Pak Erza.

Bahwa ada salah satu murid yang pingsan didepan lab komputer. Pak Erza bergegas keluar, benar bahwa ada salah satu muridnya pingsan bersimbah darah. Murid-murid yang berada didalam lab keluar semua, mereka semua melihat dengan jelas bahwa Lia melakukan percobaan bunuh diri.

Pak Erza menganggkat tubuh Lia dan bergegas menuju mobil miliknya.

RASAWhere stories live. Discover now