Bagian 2| Terkutuklah kau Langit

184K 12.9K 817
                                    

Bintang menatap kesal ke arah teman-teman Langit, saat ini ia tengah berada di rumah Langit. Tadi, Bintang berniat mengajak Langit keluar untuk jalan-jalan. Namun, Langit berkata ingin mengerjakan tugas kelompok terlebih dahulu, dan baru beberapa saat setelah mengucapkan itu kedua sahabat laknat Langit datang. Siapa lagi jika bukan Raka dan Daffa.

"Kapan selesainya sih?" tanya Bintang yang sudah kesal sendiri.

"Lo kata ngerjain Ekonomi segampang jatuh cinta sama doi apa? Kalau mau cepat selesai, ya bantuinlah," ujar Langit.

"Lah, emang kalian mau nilai tugasnya merah? Kalau mau sih boleh-boleh aja. Gua anak IPA mana jadi nggak jago ekonomi, lagian otak kalian aja yang lelet kenapa jadi salahin pelajarannya," cibir Bintang.

"Pedes banget tu mulut, dicabein berapa kilo?" sahut Daffa.

"Bintang bener kali. Dia mana jago ekonomi, kan taunya cuma ngitung mangga jatuh dari pohonnya berapa kecepatan? Ya gila aja. Besok gue mati diitung udah berapa kali nafas selama hidup ini?" timpal Langit.

Bintang mendelik, sebenarnya ia tak suka jika ada yang membandingkah mengenai jurusan IPS dan Ipa, karena ia rasa kedua jurusan itu sama-sama unggul. Ia juga tak terima saat ada orang yang terlalu memuja-muja jurusan IPA dan merendahkan jurusan IPS yang konon katanya, jurusan untuk anak-anak nakal yang tak punya masa depan.

Padahal sebetulnya jurusan IPA maupun IPS tidak bisa menjamin masa depan seseorang bisa cerah, pada intinya anak IPA memang pintar dalam pelajaran Biologi dan lemah dalam pelajaran Sosiologi, begitupula dengan IPS yang pintar dalam Sosiologi namun lemah dalam pelajaran Biologi intinya mereka saling melengkapi, punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Bintang memainkan ponselnya, gadis itu sesekali menggerutu berharap agar Langit beserta kedua temannya cepat-cepat menyelesaikan tugas mereka. Namun, tiba-tiba saja Langit memegang pundak Bintang, hal itu membuat Bintang terkejut dan kesal setengah mati, Bintang segera menepis tangan Langit secara kasar.

"Apaan sih lo, pegang-pegang lagi," sentak Bintang.

"Minum nggak?" tanya Langit.

Kemudian Langit menyodorkan sebuah menantea yang berada di tangannya kepada Bintang.

"Tumben. Ada angin apa? Kok tiba-tiba lo perhatian banget sama gue?" kata Bintang lalu mengambil alih minuman tersebut.

"Terus selama ini gue nggak perhatian gitu?" tanya Langit yang dibalas cengiran oleh Bintang.

"Gue mau pulang deh kalo gitu, lagian juga tugas kalian gak selesai-selesai. Lumutan gue nunggunya."

"Di luar hujan besar, jadi lo nggak bisa pulang," ucap Langit.

Bintang beranjak melangkahkan kakinya mendekat ke jendela dan benar saja ternyata di luar sana hujang deras sedang mengguyur ibu kota.

"Gila ni hujan, besar banget," ucap Bintang pelan.

"Ini namanya berkah Bintang, syukurin aja," celetuk Raka.

Bintang terdiam.

"Bintang?" Bintang tak merespon panggilan Langit.

Langit menghela nafas karena Bintang tidak mau menengok ke arahnya, dengan sedikit kesal cowok itu mengambil minuman dingin yang ada di dekat Raka dan menempelkannya pada pipi Bintang membuat lamunan gadis itu buyar dan mau tak mau Bintang menatap ke arah Langit.

"Magma ada ngungkapin perasaannya ke lo nggak?"

"Emang lo perlu tau ya?" tanya Bintang mendelik.

"Perlu lah, perlu banget malahan. Gue gak suka liat lo deket-deketan sama cowok lain, apalagi dia."

Bintang mendengus, Langit memang akan selalu begitu, possessive dan tak suka dibantah, suka seenaknya saja.

"Jangan deket sama cowok lain ya, apalagi sampai ketemuan di belakang gue. Siapapun cowok itu, selain gue, bang Angkasa sama om Yuda."

"Gak waras lo. Gimana bisa gue nggak ketemu sama cowok lain? Emang lo fikir cowok di dunia ini cuma lo doang?"

"Gue gak suka dibantah," ucap Langit.

"Stop possessive kayak gini, gue udah bukan anak kecil lagi!" sentak Bintang.

"Kenapa? Lo marah?" tanya Langit.

"Buat apa sih lo ngurusin hidup gue, urus aja tuh cewek-cewek gak penting lo."

Langit tertawa mendengar ucapan Bintang yang terkesan kesal, tak hanya Langit, baik Raka dan Daffa pun juga ikut tertawa mendengar guyoanan keduanya. Lalu Langit menatap Bintang, cowok itu mengedipkan sebelah matanya membuat Bintang yang melihatnya bergidig jijik.

"Ngapain lo liat gue kayak gitu? Lo baru diberi kesadaran kalau gue cantik?" sinis Bintang.

"Dih pede, siapa juga yang lagi ngeliat lo?"

"Gue cuma lagi ngeliat masa depan, ngeliatin calon ibu dari anak-anak gue nanti," lanjut Langit.

"Segitu yakinnya ya lo, kalau gue bakal jadi istri lo."

"Hah? Maksud gue tuh, gue lagi ngeliatin ibu dari anak-anak macan gue. Lo kok baper sih? Ciee suka sama gue ya? Lagian mana ada sih cewek yang bakal nolak kegantengan gue, secara gue kan udah ganteng, tajir, baik hati, gue juga gak sombong, gue pinter dan gue juga-"

"Lo suka main cewek. Playboy," tambah Bintang.

"Duh, emang cuma lo yang paling ngertiin gue." Langit mengusap kepala Bintang.

Raka dan Daffa memang sudah terbiasa jika melihat Langit dan Bintang seperti ini. Jika mereka dipertemukan akan selalu ribut, jika tak sepaham maka akan saling menyalahkan. Tapi, jika tidak bertemu maka akan saling merindukan. Tipe-tipe orang yang musuhan lalu berakhir jatuh cinta.

Drrttt drttt drttt

Suara dering telfon memecahkan keheningan, suara itu berasal dari handphone Langit. Bintang dapat sedikit melihat nama yang tertera di layar itu 'Dera'. Bintang mengendikkan bahunya, ia tak ambil pusing. Langit kan mempunyai banyak pacar di luaran sana jadi kalaupun Dera pacar Langit ataupun tidak itu bukanlah hal yang penting menurutnya.

Langit mengangkat telfonnya sembari berjalan menjauhi mereka.

"Palingan ceweknya yang ke seratus," celetuk Raka.

"Buaya darat, padahal mukanya pas-pasan. Heran gue sama cewek-cewek di luaran sana, kok pada mau sih sama Langit," kata Bintang.

"Jangan salah, Bin. Langit kan cassanova-nya SMA Pelita, selain tajir dia juga ganteng. Point utama seorang cowok idaman di mata wanita itu kan ada dua, yang penting ganteng sama tajir kalau cuma ganteng tapi gak berduit mana ada yang mau, jadi nggak heran kalau banyak para perempuan luar sana yang ngantri buat jadi pacarnya, meskipun kayak gitu mereka rada sebel sama lo karena Langit lebih mengutamakan lo dari pada mereka. Jelas aja, lo selalu dapat perhatian yang lebih dari dia. Kalian gak ada niatan buat pacaran gitu? Banyak banget gosip yang beredar kalau kalian itu pacaran," kata Raka.

"Namanya juga gosip, yaudahlah dibiarin aja." Bintang mengendikkan bahunya.

"Emangnya lo nggak ada perasaan gitu sama Langit? Dia kan orang yang paling perhatian sama lo selama ini," timpal Daffa.

"Namanya juga sahabat dari orok, ya pasti perhatian lah lagian juga gue udah anggap dia kayak kakak kandung gue."

"Lo kapan peka sih Bin?" tanya Daffa.

LANGIT (On Going)Where stories live. Discover now