Bab 15

604 118 9
                                    

Rambut Andin masih digulung handuk. Begitu sampai ke rumah dia langsung mandi. Dia mengenakan kaus oblong dan celana pendek selulut, kemudian keluar dari kamar.

Sekarang sudah jam setengah tujuh malam. Dia bermaksud turun ke lantai bawah untuk memasak makan malam Satya. Malam ini Andin tak ikut makan di rumah karena dia ada janji makan malam dengan Ical jam 8 nanti.

Langkah gadis itu terhenti sesaat. Dari tangga teratas, Andin menyadari ada seorang pemuda mengenakan hoodie hitam sudah duduk di sofa. Pemuda bergigi kelinci itu melambai pada Andin.

"Kok kamu udah disini?"tanya Andin heran. Dia turun tangga lalu berjalan melewati Ical menuju kulkas dapur. "Bukanya kita berangkat satu jam lagi?"

Ical bergegas menyusul, menahan lengan Andin yang akan membuka kulkas. "Sekarang aja yuk! Kamu siap-siap aja nggak usah masak dulu."

"Masak lah. Abang gimana?"Andin menarik lengannya dari genggaman Ical.

"Aku pesenin gofood nanti,"Ical memasang wajah memohon. "Ayo nggak papa."

"Tanya Abang dulu tapian."

"Udah tadi. Waktu aku dateng yang bukain Bang Satya."

Andin menyipitkan mata."Dia mau?"

Ical nyengir lebar."Katanya terserah hehehe."

Gadis itu mengangkat bahu. "Yaudah aku dandan dulu."katanya sambil berjalan menuju tangga.

"Jangan terlalu diapa-apain."

Di tangga teratas Andin berbalik badan"Kenapa emangnya?"

"Kamu gitu aja udah cantik."

Andin meleletkan lidah sebelum berlari ke kamarnya.

*

Andin kualahan mengikuti langkah lebar Ical. Gadis itu sebenarnya agak bingung kenapa Ical bersemangat sekali hari ini. Biasanya Ical lebih suka memelankan langkah karena sambil mengobrol kalau berjalan bersama. Tapi kali ini langkah kakinya lebih lebar dari biasanya.

"Cal pelan-pelan aja."Andin menarik bagian belakang jaket pemuda itu.

Ical mundur satu langkah. Dia mengaitkan tangan Andin ke lengannya. "Sorry-sorry hehe..."

"Kita mau kemana dulu sih?"tanya Andin bingung. Tujuan awal mereka berdua ke mall ini untuk makan di lantai atas, tapi sejak awal datang Ical hanya mengajaknya berputar-putar di lantai dua tanpa penjelasan. Mereka melewati deretan store clothing dan sepatu tapi tak mampir sama sekali. Ini bukan Ical.

"Kan kamu yang minta tadi. Eh bentar deh kayaknya aku liat. Ah.. itu dia."Ical menggenggam tangan Andin, mengajaknya masuk ke sebuah store aksesoris logam mulia.

Andin menganga bingung. Di depannya ada etalase kaca berisi deretan perhiasan. Dari mulai cincin, kalung, gelang, anting dari warna emas sampai perak. "Kita mau beli apaan?"

Ical mengangguk tegas. "Cincin."

"Eh sekarang banget? Bukanya mau bulan depan?"tanya Andin lirih. Mereka sudah ada di dalam store, agak malu kalau berdebat, apalagi hanya mereka berdua pengunjung saat itu.

"Kamu sih pakai chat aku nagih cincin. Kan aku jadi nggak tahan."Ical cengengesan. Andin baru akan membantah saat Ical mendorong punggungnya lembut. "Udah pilih aja kamu mau yang mana."

Meski masih bingung kenapa bisa berada disini sekarang, kebingungan itu meluap dengan cepat. Deretan benda berkilau di balik etalase kaca membuat Andin bersemagat. Dia sibuk melihat-lihat dengan Ical berdiri disampingnya.

Saat menemukan cincin yang menarik dia berhenti, tapi tak lama pergi ke etalase lainnya.

"Kamu mau cincin yang modelnya kayak gimana Ndin?"tanya Ical lembut.

JanjiWhere stories live. Discover now