BAB 7

531 109 16
                                    

Ical berjalan cepat lewat tangga darurat. Dia menyembunyikan tempat makan di belakang tubuh. Tak ada yang salah dengan membawa bekal makan siang, tapi pemuda itu merasa aneh kalau berpapasan dengan rekan-rekan kerjanya. Apalagi mereka semua tahu kalau Ical tak pernah membawa-bawa bekal begini.

Sampai di lantai tempat kantornya berada, beruntungnya Ical karena ruang kerja sedang kosong. Dia bergegas duduk di kursinya lalu membuka tempat bekal yang diberi oleh Liana. Saat sudah terbuka Ical menelan ludah. Bekal itu menggugah seleranya. Ada nasi putih, ayam karege, telur gulung dan salad. Ical menyendok nasi dan karege lalu memasukkan sesuap besar. Matanya melebar karena bekal ini enak sekali.

Ical terlalu fokus makan sampai tak sadar rekan-rekan kerjanya mulai berdatangan termasuk Pandu. Pandu melirik meja Ical, melihat pemuda itu makan dengan lahap. Dalam hati Pandu bergumam 'adik gue so sweet juga ternyata'.

*

Matahari mulai turun. Karyawan-kaeyawan dari kantor Ical berhamburan keluar, menuju rumah masing-masing atau pergi ke tempat lain karena sekarang jumat malam. Besok sudah weekend, jadi tak jarang para karyawan pergi ke tempat hiburan seperti bioskop, mall atau cafe.

Biasanya Ical juga begitu. Dia tak langsung pulang ke kosan, tapi justru pergi ke rumah Andin, atau mengajak gadis itu pergi ke suatu tempat. Tapi kali ini Ical justru menemui gadis lain, di depan tempat tinggal gadis itu,

"Terima kasih Liana."Ical mengangsurkan kotak bekal yang telah kosong kepada gadis berponi rata yang berdiri di depannya.

Liana menerima kotak itu, menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang tersenyum lebar saat mendapati kotak bekalnya ringan. Dia sangat bahagia karena bekal yang dia siapkan sampai begadang sudah tak bersisa.

"Ehm... Liana."Panggil Ical ragu.

Gadis itu mengangkat wajah, menunggu Ical meneruskan kalimatnya.

"Besok-besok nggak usah ya..."kata Ical lembut.

Senyum Liana memudar.

Ical merasa tak enak. "Jangan repot-repot. Kasihan kamunya."

"Nggak repot kok. Aku seneng."Liana bersikeras. "Ini sekalian aku bikin punyaku kok Kak. Nggak repot sama sekali."

Ical menghela nafas bingung harus bilang apa. Dia tak bisa bersikeras juga kalau Liana tak mau.

"Kakak udah makan malam?"

Ical refleks menggeleng.

"Makan yuk, dideket situ ada pecel ayam yang enak."

Ical menyesal sudah menggeleng.

*

Dua piring pecak ayam dan dua gelas es teh terhidang di meja. Ical menyantap secepat dia bisa. Bukan karena kelaparan, tapi karena dia ingin segera pulang. Dia baru sadar kalau sejak dia sampai di depan kos Liana ponselnya kehabisan daya dan dia lupa memberi tahu Andin kalau tak bisa ke rumah gadis itu. Begitu makannya tandas, Ical langsung pamit.

Liana tak bisa menahan karena Ical terlihat buru-buru. Gadis itu terpaksa menghabiskan pecak ayamnya densiria.

Ical mengemudikan motornya secepat dia bisa. Masalahnya jalanan macet parah. Dia menyalip-nyalip di sela mobil. Tiga puluh menit kemudian Ical sampai di kosan.

Tanpa mengganti baju dia mengeluarkan ponsel dan charger. Ical menunggu dengan gelisah sampai terisi 5%. Dia mencoba menyalakan ponsel.

Matanya melebar saat mendapati banyak sekali telfon dari ibunya. Masih jam setengah sepuluh. Mungkin ibunya belum tidur. Dia menelfon ibunya lagi.

JanjiWhere stories live. Discover now