BAB 8

494 106 20
                                    

Sudah sepuluh hari ini Liana selalu datang menitipkan bekal makan siang di front depan untuk Ical. Selama itu pula setelah jam pulang kantor Ical terpaksa pergi ke kost Liana, mengantarkan kotak bekal yang sudah kosong. Liana selalu terlihat cerah ceria saat mendapati Ical berdiri di depan teras kosnya, sementara Ical dengan wajah kusutnya hanya bisa memaksakan senyum.

Kalau boleh jujur pemuda itu sudah lelah sekali. Jarak dari kantor ke kost Liana memang tak terlalu jauh. Bisa ditempuh sepuluh menit meski jalanan macet. Tapi setelah mengantar bekal, dia harus basa-basi menerima ajakan makan lalu mengobrol sebentar. Begitu pulang Ical akan langsung terkapar, hanya bisa menghubungi Andin sebentar. Rutinitasnya jadi kacau. Dia tak bisa lagi sepulang kantor mampir ke rumah Andin lalu ikut makan malam disana.

Ical sudah berkali-kali mengatakan pada Liana untuk tak usah menitipkan bekal makan siang dengan berbagai alasan masuk akal yang kemungkinan tak menyakiti gadis itu.

"Besok gue ada acara makan-makan jadi lo nggak usah bawain bekal,"kata Ical di hari ke-6. Dia bahkan mengganti aku-kamu menjadi gue-lo untuk menegaskan pada Liana kalau mereka hanya lah teman lama.

Setelah mendengar itu Liana hanya tersenyum, tapi keesokan siangnya kotak bekal itu datang lagi dengan lauk-lauk kering. 'Buat makan malam'tulisnya di secarik kertas.

"Gue lagi diet, jadi nggak usah ya nitipin bekal lagi. Lo repot ntar."itu alasan Ical kemarin lusa.

Liana lagi-lagi hanya tersenyum, tapi keesokan harinya menitipkan bekal yang hanya terdiri atas dada ayam rebus dan salad. Kali ini secarik itu tertulis 'Semoga dietnya sukses kak'.

Sungguh, Ical kehabisan akal.

*

"Cal, ikut nggak?"Pandu melongokkan kepala ke bilik Ical.

Ical mengangkat wajah. "Kemana Bang?"

Pandu terkekeh. "Makan siang lah. Ini udah jam makan siang. Ayok bareng mumpung istri lagi nggak sempet bawain bekal."

Ical meneguk ludah. Selama ini dia selalu sembunyi-sembunyi terutama pada Pandu. Dia tak mau orang-orang tahu kalau dia dapat bekal makan siang dari wanita yang bukan pasangannya. Apalagi Pandu kakaknya Andin.

Untuk menghindari Pandu, beberapa kali Ical harus memakan bekal itu di tangga darurat, atau dia berikan ke teman kerjanya yang ada di beda lantai. Kalau Ical turun ke lantai dasar bersama Pandu sekarang, bisa jadi kakak Andin itu tahu perihal bekal Liana.

"Duluan aja Bang, masih harus selesain ini."Ical bersyukur dia tak buru-buru mematikan komputer.

"Apa gue tungguin aja? Katanya mau pada makan pasta lho, ditempat biasa."Pandu masih berusaha membujuk

"Nggak usah Bang. Masih lama ini. Nanti makan dikantin aja."Padahal Ical suka sekali pasta di tempat itu.

Pandu mengangkat bahu, lalu pergi bersama karyawan lain yang sudah menunggunya di dekat pintu.

Ical menunggu sampai 10 menit sebelum ikut melesat ke lantai dasar. Dia masuk lift yang sudah berisi tiga karyawan dari lantai diatasnya. Begitu lift berdenting di lantai dasar, Ical mendekat ke meja front office.

"Ada yang titip ke saya lagi Bu?"setelah berhari-hari dicegat, sekarang Ical inisiatif menanyakan dahulu.

Resepsionis itu tersenyum. Tangannya terjulur ke bawah lalu menaruh tas kecil dengan bekal di dalamnya. "Seperti biasanya Pak Haikal."

Ical menghela nafas panjang. Dia mengambil bekal dari Liana. "Terima kasih ya Bu,"

Resepsionis itu mengangguk. Ical ikut mengangguk lalu membalikkan badan.

"Eh sebentar Pak Haikal."panggil resepsionis.

Ical berbalik badan. "Kenapa Bu?"

"Maaf saya lupa."resepsionis terlihat berjongkok, mengambil entah apa di bawah sana.

Dahi Ical berkerut saat Ibu resepsionis meletakan tas kecil berwarna abu-abu. Ical mendekat untuk melihat isinya. Kotak bekal juga, lengkap dengan alat makan. "Eh ini dari siapa?"

"Tadi, sebelum cewek yang biasa titip bekal datang, dia datang dulu. Hm... orangnya kecil, rambutnya sebahu."jelas Resepsionis. "Kalau nggak salah namanya Handini,"

Bahu Ical merosot.

*

Dengan dua tas bekal di tangan, Ical bergegas kembali ke lantai tempatnya bekerja.

Dia membuka kedua tas bekal dengan tergesa. Isi tas Liana sama seperti kemarin. Dalam tasnya ada sebuh kotak bekal yang berisi dada ayam panggang, salad dan telur rebus.

Ical beralih membuka tas bekal milik Andin.

Mata Ical terbuka lebar, lalu tersenyum. Di dalam kotak bekal itu ada mi goreng instan, sawi rebus dan telur mata sapi. Ical menyedok mi dengan garpu, dan kondisi minya sudah lengket satu sama lain. Pasti Andin membuatnya pagi sekali.

Ical membereskan satu kotak bekal dan memasukkannya kembali ke dalam tas. Diambilnya ponsel dari saku lalu ditempelkan ke dekat telinga.

"Halo? Ndra, lu udah makan siang belum?... Jangan dulu pesen. Buruan balik, ke ruangan gue.... Ini gue ada makanan... Anjir bukan makanan sisa elah. Gue dapet makanan lain soalnya. Hm.. dada ayam sama salad ini. Cocok buat lo yang lagi diet... Iya, lu buruan kesini... Oke, oke, buruan ya Ndra."Ical menutup panggilan.

Dia beralih ke aplikasi chat, meninggalkan pesan teks panjang untuk Andin.

Sambil menunggu tanda centang dua berubah menjadi biru, Ical menyuap mi goreng yang telah lengket itu banyak-banyak.



to be continued

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

to be continued....

Jangan lupa vote, comment dan follow aku ini yuup....

Happy Satnight,,,,,

JanjiOnde as histórias ganham vida. Descobre agora