Bab 13

565 112 14
                                    


"Hallo Cal. Tumben nelfon ibu siang-siang begini."terdengar suara bernada heran diseberang sana.

Ical baru saja menelfon ibunya tepat setelah makan siang dengan Liana berakhir. Dia naik ke lantai paling atas gedung, memanfaatkan sedikit waktu yang tersisa sebelum jam istirahat selesai. "Iya Bu. Ibu apa kabar?"tanya dia berbasa-basi.

"Baik, kamu gimana? Ada rencana pulang kapan?"

"Masih belum tahu Bu. Nanti aku kabarin kalau udah tahu." Ical menyisir rambut depannya ke belakang. Angin diatas gedung merusak tatanan rambutnya. " Bu, Ical mau tanya sesuatu."

"Iya, tanya apa?"

"Ini soal Liana. Dia sering ngobrol sama Ibu?"

"Lumayan. Hampir tiap hari dia chat, kadang juga ngobrol lewat telfon. Kenapa?"

Pemuda bergigi kelinci itu menghela nafas panjang. Harusnya dia tahu dari mana Liana bisa dapat informasi tentang Andin. Siapa lagi kalau bukan ibunya.

Ical paham, mendekati ibunya merupakan cara yang paling mudah dan efektif. Ibu tipikal orang yang ramah dan terbuka. Dia bisa tanpa sadar menjawab pertanyaan terkain hal-hal yang menurut Ical sebaiknya tak diceritakan. "Kayanya ibu pengen Ical sama Liana ya?"tanyanya lesu.

Ibu tertawa ringan disana. "Kalau jodoh ya alhamdulillah kalau nggak ya nggak papa. Kamu nggak bisa ya kalau bukan Andin?"

Ical menipiskan bibir. "Aku sayang Andin Bu. Sejak SMA aku janji sama diriku sendiri buat nyari dia lagi kalau udah siap. Tapi kalau ibu sama ayah jodohin aku sama Liana..."Ical tak bisa melanjutkan kalimatnya.

"Cal. .. Ibu sama ayah memang pernah ngomongin itu waktu kalian masih kecil, tapi nggak serius juga. Ketemu lagi sama ibu Liana aja kebetulan. Jadi, anggap Liana itu pilihan Cal, bukan keharusan. Intinya sih Ibu pingin kamu cepet nikah, jangan terlalu lama pacaran. Pacaran itu banyak ruginya nak, nambah-nambah dosa. Kamu sama Andin gimana memangnya? Dia masih belum siap juga buat nikah?"

Ical tersenyum. Dia agak lega mendengar kata-kata itu. "Nanti Ical yakinin lagi bu. Kalau belum siap, mungkin Ical ikat dulu biar nggak lagi."

Tawa ringan ibunya terdengar di ujung sana.

*

Seorang gadis berambut sebahu dengan celemek wakna pink terlihat sibuk di dapur. Ical mendekatinya perlahan, mengintip isi teflon yang tak berhenti diaduk-aduk oleh gadis itu. Didalamnya ada spageti berlumur saus ditambah potongan bakso dan sosis. Baunya harum sekali.

Andin yang menyadari Ical sudah berdiri disampingnya memberikan gesture tangan, mengusir. "Sana duduk aja. Bikin nggak fokus."gerutu Andin.

"Tapi aku mau lihat."kata Ical sambil menggembungkan pipi sok imut.

Andin bergidik geli melihat Ical sok imut begitu. "Ambilin piring sana. Tiga."

Ical cengengesan, tapi menurut. Dia mengeluarkan tiga buah piring dari rak lalu meletakannya satu persatu di atas meja.

Pemandangan ini lazim di lihat pada pengantin baru. Istrinya sibuk memasak sementara suami menyaipkan peralatan makan. Adegan yang membuat seorang pemuda berkulit pucah gerah sendiri.

Satya baru turun dari lantai atas, kemudian duduk di salah satu kursi menatap Ical dan Andin dengan pandangan tak suka. Ical hanya bisa tersenyum salah tingkah didepan kakak kekasihnya.

Andin meletakkan telfon yang berisi spageti di tengah meja, lalu duduk disamping Ical.

"Nikah aja kalian berdua."komentar Satya sinis.

JanjiWhere stories live. Discover now