4 - xxxx is Calling

Start from the beginning
                                    

Mereka diam satu sama lain saat menyantap makan siang. Suara sendok yang bertabrakan dengan bidang tempat makan mampu menghilangkan kesunyian.

"Eh, Van, gue mau nanya. Kemarin lo pesen taksi online buat gue, ya?"

"Taksi? Enggak, kok." Vano menggeleng santai. "Ngapain pesan taksi kalo gue bisa anterin lo pulang pake mobil."

Vano menggigit bibir bawahnya saat tak sengaja menyebut kata 'mobil' di hadapan Ruwi. Untungnya gadis itu tidak terlalu mempedulikan soal ucapannya itu. Jadi, Vano bisa bernapas lega lantaran statusnya sebagai anak sultan berledok orang biasa masih bisa dipertahankan.

"Kalo bukan lo terus siapa dong?" tanya Ruwi.

"Siapa, ya?" Vano ikut memikirkan hal itu.

👣👣👣

Sore yang cerah. Sayang, sudah tidak hujan lagi. Padahal Ruwi membawa payung kecil di dalam ranselnya. Prakiraan cuaca mencatat kalau hujan akan berlangsung seharian. Tapi, nyatanya, Ruwi melihat langit cerah tanpa satupun gumpalan mendung di atas sana.

"Liat, ada pelangi." Ujar Vano. Ruwi mengikuti telunjuk Vano yang tengah menunjukkan letak pelangi itu berada. Lalu tersenyum saat melihat pelangi yang sebagian wujudnya tertutup gedung pencakar langit di kota itu.

Keduanya kini berjalan berdampingan di trotoar jalan menuju halte bus.

"Besok mau gak gue anterin lo ke kampus?"

"Biar apa?"

"Ya, biar kita jadi dekat." Vano menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Gimana? mau ya~ please~" ucapnya bernada manja.

"Van, lo suka sama gue?" tanya Ruwi sedikit berhati-hati. Jika Vano menyanggah hal itu, sudah pasti Ruwi akan sangat malu karena terlalu ge-er.

Vano mengangguk semangat. "Lo baru sadar? Jumat kemarin kan gue udah nawarin ke lo, mau jadi gebetan dulu apa langsung jadi pacar."

"Gue kira lo cuma bercanda."

"Gue serius waktu itu, gue pengen pdkt sama lo."

Ruwi tersenyum kikuk. "Ohiya, ngomongin soal pdkt, gimana perasaan lo setelah kenalan sama Risti kemarin? Risti cantik 'kan?" tanyanya.

"Jangan coba-coba ngalihin topik," protes Vano. Tapi, akhirnya ia tetap menjawab. "Gue tuh sukanya sama lo. Secantik apapun dia, lo tetap yang tercantik menurut gue."

Ruwi hampir muntah mendengarnya.

"Gue harap lo gak salah paham soal kemarin. Lo tenang aja, gue gak bakalan jatuh cinta sama Kris. Yang ada di hati gue itu cuman ada lo, gak ada yang bisa gantiin. Only you." Terangnya dengan pede.

"Gue gak salah paham, kok."

"Kalo lo takut sama Kris, gue bisa ngomong sama dia supaya dia bisa mengerti situasi yang lo alami."

"Situasi yang gue alami? Emang situasi yang gimana yang gue alami saat ini?"

"Gue yakin lo pasti ada rasa sama gue. Tapi karena teman lo juga suka sama gue, lo berusaha memendam perasaan lo dan mencoba merelakan gue demi kebahagiaan teman lo itu. Ye 'kan? Ngaku deh, itu gampang ditebak." Cerocos Vano.

Ruwi menatap tak percaya dengan situasi yang ia alami saat ini. Jadi, cowok di sampingnya itu berpikiran demikian? Astaga, cowok itu memiliki tingkat narsistik terlampau tinggi.

STALKER - Beside Me [REVISI] ✔Where stories live. Discover now