ALTARIKSA - 29

19.6K 1.4K 25
                                    

Suara pintu terbuka mendominasi ruangan itu. Dibalik pintu, terlihat seorang paruh baya yang terlihat cantik.

"Vanya." Panggil orang itu sambil melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut.

Vanya yang sedari tadi melamun di atas kasur pun tersentak. Segera ia hapus air mata yang sedari tadi mengalir deras.

"I...iya, bu." Sahutnya.

Ibu Vanya tersenyum dan menghampiri anak gadisnya itu. Ia mendudukkan dirinya di sebelah Vanya.

Tangannya mengusap pundak Vanya. "Ayo turun. Keluarga masih pada ngumpul di bawah." Bujuk ibu Vanya.

Vanya menggeleng lemah. "Vanya lagi pengen sendiri, bu." Lirih Vanya.

Ibu Vanya menghembuskan napas. Ia pun berdiri dan kembali meninggalkan anaknya itu sendiri di kamar. Mungkin memang itu yang dibutuhkannya.

Keheningan kembali melanda. Air mata Vanya kembali mengalir. Entah kenapa disaat hening seperti ini. Kenangan ia bersama ayahnya itu berputar dengan sendirinya.

Drrtt....drtt....

Ponsel Vanya bergetar. Tangannya pun tergerak untuk mengambil ponselnya.

Riksa
Senyum dong jangan nangis gitu.

Kening Vanya mengernyit. Bagaimana anak ini bisa tau kalau dirinya sedang menangis? Sungguh aneh.

Siapa yang nangis.

Riksa
Gak usah bohong. Gue liat!

Vanya menoleh ke arah pintu saat mendengar suara ketukan.

"Masih mau bohong?" Ucap orang itu sambil melipat kedua tangannya.

Vanya semakin cemberut. "Lo ngapain kesini?"

Altariksa berjalan mendekat. "Mau mastiin kalau lo baik-baik aja."

Alis Vanya saling bertaut. "Lo pikir gue bakal bunuh diri gitu? Yakali!"

"Eh gue gak ngomong gitu ya. Lo sendiri yang ngomong."

Vanya hanya mencibir kesal. Kedatangan Altariksa bukan memperbaiki suasana malah semakin memperburuk.

"Turun yuk. Ada yang lain tuh di bawah." Ajaknya.

Vanya menggelengkan kepalanya. "Males. Lagi gak mood gue."

Altariksa memutar bola matanya malas. Tangannya menarik tangan Vanya agar gadis itu mau berdiri.

"Lo harus ikut!" Ucap Altariksa sambil menyeret Vanya keluar dari kamarnya.

Vanya berusaha menarik tangannya. "Ih! Gue males."

"Lo harus nurut apa kata pacar."

Vanya hanya bisa pasrah dengan apa yang dilakukan Altariksa. Terserah lah, ia sedang tidak mau berdebat.

Raut wajah Vanya berubah saat melihat banyak orang yang berada di rumahnya. Ia pikir orang-orang sudah pulang dari tadi.

Mata Vanya melihat ibunya yang sedang berbincang dengan tante-tantenya. Perasaan sedih pun kembali menyelimuti Vanya saat melihat wajah sedih yang tercetak jelas di raut wajah ibunya. Apalagi ditambah Dava yang mengusap bahu ibunya untuk memberikan kekuatan terhadap ibunya itu.

ALTARIKSA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang