Darling! [2]

49.6K 5K 424
                                    

"Don't say we aren't right for each other, the way I see it is. We aren't right for anyone else."
(The Cutting Edge)


"Kalau kamu nggak mau melihatnya sedih, kenapa melakukan ini?" desak Rhea tak habis pikir. "Kamu nggak bisa pacaran dengan seseorang tapi malah menikahi orang lain. Itu sesuatu yang ... abnormal," kecamnya. Rhea menahan lidahnya yang hampir saja mengucapkan kata-kata "cuma dilakukan oleh orang gila".

"Entahlah. Kurasa itu karena aku sangat mencintai Richie. Aku baru menyadarinya belakangan, Rhea. Makanya, sebelum terlambat, kami menikah."

"Jawaban macam apa itu? Sejak kapan kamu mencintai Richie? Bahkan sampai seminggu yang lalu kamu masih membanggakan Dexter. Iya, kan?" Rhea merasa gemas sekaligus marah. "Aku nggak mau membereskan masalahmu! Kamu boleh menyuruhku melakukan apa saja, asal jangan memintaku bicara dengan Dexter! Kali ini, kamu harus mengurus masalahmu sendiri, El! Aku lepas tangan."

Sedetik setelahnya, telinga Rhea nyaris berdengung karena isakan begitu kencang dari kakaknya. Belum lagi aneka ratapan tentang "menemukan kebahagiaan dan cinta sejati" yang mengharukan. Rhea tahu dia tak seharusnya mengalah karena cuma dijadikan pion yang dimanfaatkan dengan sengaja. Akan tetapi, hatinya yang—entah kenapa punya sisi lembut—tidak tega membiarkan Ellen dipenuhi kesedihan.

Saat itu, Rhea benar-benar membenci dirinya sendiri. Dia bodoh dan mudah dimanipulasi. Rhea juga tak pernah benar-benar belajar dari pengalaman bahwa kakaknya tak keberatan memanfaatkan sang adik. Sayang, Ellen sangat mengenali kelemahan-kelemahan Rhea itu dan tidak malu untuk mempergunakannya semaksimal mungkin.

"Aku baru tahu kalau aku nggak benar-benar mencintai Dexter. Dia ... dia pria dominan yang dingin. Kamu sendiri pernah berkali-kali mengingatkanku, kan?" isakan Ellen masih bergema. Nada suaranya agak menyudutkan Rhea. Meminta dukungan dari sang adik.

Rhea memegangi kepalanya dengan perasaan geram yang membanjir. Dia batal membuka pintu mobil, terduduk di jok pengemudi dengan bulu kuduk meremang. Darahnya terasa memanas sedangkan jantung perempuan itu berdenyut kencang. Rhea harus melakukan respirasi dengan lamban demi mengurangi emosinya yang sudah meninggi.

"Kamu itu punya konsep cinta yang aneh. Kalau memang nggak cinta, kenapa bertahan sampai lebih setengah tahun? Bahkan kalian hampir mau menikah, kan? Kenapa sejak awal nggak bicara terus-terang sama dia kalau kamu pengin bersama orang lain? Bukan malah kayak begini, meninggalkan Dexter begitu saja dan menikahi Richie!" Suaranya dipenuhi keputusasaan. "Ini perbuatan yang nggak bertanggung jawab, El! Pikirkan juga reaksi Mama dan Papa meski kamu nggak merasa itu sebagai masalah besar!"

Ellen masih memberi beragam argumen yang panjang dan tidak bisa ditangkap Rhea dengan jelas. Intinya cuma satu, tidak ada lagi yang bisa dilakukannya untuk membuat Ellen berpikir logis. Kakaknya yang keras kepala itu bersikukuh dengan pendiriannya.

"Oh, baiklah! Kuharap ini kali terakhir aku harus jadi negosiatormu! Setelah ini, apa pun yang terjadi dalam hidupmu, kamu harus membereskannya sendiri," gerutunya, mengalah. Menguatkan diri setelah beberapa saat, Rhea bersuara lagi. "Kapan kira-kira aku bisa menemui Dexter? Apa Dexter sudah berada di Jakarta? Aku minta nomor ponselnya."

Tangis itu mendadak lenyap dan diganti dengan suara renyah khas Ellen. "Oh, kamu bisa menemuinya sekarang, kok."

"Apa?" Rhea mengira dia salah menangkap kata-kata kakaknya.

"Kalau dia on time,—dan itu sudah hampir pasti—saat ini Dexter ada di rumah kita. Jadi, kamu dan dia bisa bertemu sekarang. Eh, memangnya kamu belum pulang, ya?"

Oh, Darling! [The Wattys 2021 Winner - Romance]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang