Darling! [14]

23.7K 3.5K 110
                                    

"Have you never met a woman who inspires you to love? Until your every sense is filled with her? You inhale her. You taste her. You see your unborn children in her eyes and know that your heart has at last found a home. Your life begins with her, and without her it must surely end."

(Don Juan Demarco)


"Sekali lagi kamu menyebutkan kata 'seksi', aku akan benar-benar menghajarmu!" ancam Rhea. "Aku menguasai karate dan taekwondo. Silakan pilih mau yang mana."

Dexter bangkit dari kursi. Lelaki itu tersenyum tipis belum bicara. "Aku nggak pernah memukul atau dipukul perempuan. Dan aku juga nggak berencana untuk memecahkan rekor itu sekarang. Ayo, pindah ke ruang tamu!" Perintah.

Di dekat Dexter, Rhea menjadi sangat keras kepala sekaligus tidak berdaya. Lelaki ini sangat tahu bagaimana caranya untuk mendominasi seseorang. Tak punya pilihan, Rhea pun mengekor di belakang Dexter.

"Kukira, aku sudah menjadi penderita hedonophobia," keluh Rhea pelan.

"Fobia apa itu?" komentar Dexter.

"Fobia akan perasaan senang. Makanya aku mau saja mengikuti perintah bodohmu dan memilih menderita. Padahal aku sangat tahu, kalau membangkang justru aku akan merasa bahagia." Rhea menghela napas setelah kalimatnya tuntas. Dia tidak pernah menduga jika suatu hari nanti akan mengucapkan kalimat sekasar itu kepada seseorang. Namun, dia tak peduli.

"Hahaha, lucu sekali," ejek Dexter. Pria itu duduk di sofa dan memberi isyarat agar Rhea melakukan hal yang sama. Perempuan itu duduk di sofa tunggal yang ada di depan Dexter. Bibirnya memberengut, menunjukkan perasaannya.

"Kenapa, sih, kamu sangat suka cemberut dan melotot? Tanpa melotot pun matamu sudah sangat besar dan bulat. Menakutkan," lanjut Dexter. Lelaki itu berpura-pura bergidik.

Rhea mendengkus. "Sekarang, katakan apa maumu! Kamu menyeretku keluar dari restoran, memaksaku meninggalkan mobil di tempat parkir. Kalau terjadi sesuatu, aku nggak akan memaafkanmu!"

Dexter menatap Rhea saat perempuan itu mengeluarkan ancamannya. Diam-diam Rhea ingin menangis sekaligus memaki diri sendiri. Barusan dia mengancam tidak akan memaafkan Dexter? Apa Dexter cukup peduli dengan perasaannya? Alangkah bodohnya!

"Kunci mobilmu mana?" Dexter mengulurkan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya memegang ponsel dan mulai bicara dengan seseorang. Ketika pembicaraan itu selesai, Rhea segera memahami maksudnya.

"Ngapain menyuruh orang mengantar mobilku? Orang tuaku akan cemas kalau cuma mobilku yang pulang ke rumah."

"Kunci mobil?" ulang Dexter.

Rhea menatap Dexter dengan sikap membangkang yang jelas. Meski Dexter baru mengkritik kebiasaannya cemberut, perempuan itu tidak peduli. "Aku nggak mau ada orang yang masuk ke mobilku tanpa izin! Kamu, kok, enak saja memintaku melakukan sesuatu yang aku nggak suka, sih? Siapa tahu kamu lupa, aku bukan orang yang tidak berhak hidup meski tanpa restumu."

Dexter memandang Rhea dengan heran. "Kenapa kamu suka sekali menghamburkan kata-kata kosong? Mendramatisir keadaan? Apa nggak capek sejak tadi mengomel terus?"

Rhea tidak mampu membalas ucapan Dexter, otaknya mendadak hampa. Sebenarnya, dia sangat lelah karena terus-menerus bergulat dengan emosi yang naik-turun.

"Kita punya banyak hal yang akan dibicarakan, aku nggak mau kamu mengkhawatirkan mobilmu. Jadi, jangan bersikap keras kepala dan berusaha memancing kemarahanku untuk sementara ini. Aku bukan orang yang suka bertengkar, tapi aku juga punya batas kesabaran."

Oh, Darling! [The Wattys 2021 Winner - Romance]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang