Thalassophobia

910 89 13
                                    

Baru kemarin aku bertemu kamu
Sekarang kita ketemu lagi, lebih tepatnya kamu yang nyamperin aku
Luka, sesuka itukah kamu denganku?

°°°°°°°°°°

"Met tidur istri!"

Setelah mengatakan itu, Ed dengan cepat menutup pintu. Bisa kudengar tawa puasnya yang keras di luar sana.

Ya Tuhan, kenapa aku jadi malu begini?

Memilih tak menanggapi ledekan Ed, aku menarik selimut hingga menutupi kepala. Setelahnya aku benar-benar tertidur lagi. Aku baru bangun dua jam kemudian, tubuhku sedikit berkeringat. Barangkali efek selimut tebal yang membungkus tubuhku, atau mungkin juga karena matahari sudah naik. Kulihat pintu balkon yang masih tertutup. Perlahan kubuka pintu itu, dan aku cukup terkejut mendapati Ed yang tidur meringkuk di kursi kecil yang terdapat di sana.

"Ed, bangun!" Aku mengguncang bahu Ed. Masih belum ada jawaban, aku mengguncang Ed lebih keras.

Ed menggeliat kecil, dia membuka matanya sedikit, pasti dia merasa silau. "Kamu udah enakan?" kata pertama yang Ed ucapkan adalah menanyakan keadaanku.

"Udah kok," jawabku meyakinkan. "Kamu kok tidur di sini?"

"Ya mau di mana lagi? Kamu mau aku masuk ke dalem, terus kita tidur bareng?"

"Enggak!" sahutku cepat. "Ya udah, kamu pindah tidur dalem, gih, ngilu banget lihat kamu tidur di kursi kecil begitu."

Ed menggeleng. " Kita lanjut ajalah, udah siang juga 'kan, udah nggak dingin-dingin amat."

"Kamu yakin nggak mau istirahat dulu?" aku sedikit merasa tak enak hati pada Ed.

"Enggak, kalau aku tidur lagi, yang ada kita bakal stuck di sini sampai sore," Ed menolak. Aku pasrah saja mengikuti rencananya.

Setelah menyelesaikan urusan pembayaran kamar, yang mana aku tidak diijinkan oleh Ed untuk membayar, kami melanjutkan perjalanan. Seharusnya kami menuju Museum Kailasa seperti rencanaku, tapi Ed mengatakan dia bosan ke sana dan mengajakku ke tempat wisata lain yang belum pernah aku kunjungi. Aku protes, tapi kuasa ada pada Ed.

Ed membawaku ke wisata Sumur Jalatunda. Aku belum pernah ke sini, karena memang lokasinya cukup jauh dari lingkup wisata populer di Dieng. Tempat parkir di sini tak selebar tempat parkir wisata lainnya, dan tidak ada kendaraan lain selain mobil Ed, hanya ada beberapa motor dari petani sekitar yang lewat. Kami harus menaiki tangga dahulu untuk sampai ke spot utama memandangi sumur tersebut. Jujur, aku sangat penasaran dengan sumur ini, apa keistimewaan sumur ini hingga terkenal dan menjadi tempat wisata. Dalam bayanganku, bentuk sumur, ya, hanya itu-itu saja.

Sepanjang menaiki anak tangga yang lumayan banyak itu, mataku tak melewatkan pemandangan petani lokal yang tengah berkebun. Napasku sedikit tersengal kala kami sampai di sebuah gubuk di puncak tangga, rupanya gubuk ini adalah tempat untuk melihat Sumur Jalatunda. Dengan tak sabar aku menuju ujung gubuk yang berada tepat di pinggir sumur. Dan bayanganku buyar, Sumur Jalatunda ternyata adalah sebuah lubang besar dan dalam, yang jauh di bawah sana terdapat genangan air. Jarak antara air dan puncak lubang cukup dalam, dan entah berapa kedalaman air yang terlihat hitam dan tenang itu.

Melihat air hitam yang kelihatan sangat dalam itu membuatku sesak napas. Aku refleks mundur dan duduk di anak tangga membelakangi sumur. Ada sedikit thalassophobia pada diriku, dan melihat sumur itu membuatnya kambuh. Kuhirup napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.

Maaf Untuk LukaWhere stories live. Discover now