Pergi

1.4K 139 5
                                    


Pergi adalah cara yang tepat untuk menghindar dari luka.
Asal lukanya tahu diri, bukannya ngikutin ke mana pun kamu pergi...

°°°°°°°°°°

Mataku sudah terbuka sejak pukul tiga pagi, namun aku enggan mengangkat tubuhku. Aku masih menikmati sunyinya pagi yang masih gelap ini, setengah memeluk Mama yang belum juga bangun. Kuingat lagi usahaku yang sia-sia kemarin. Lagi-lagi, air mataku menetes tanpa bisa kucegah.

Menjelang subuh, aku bergerak perlahan, agar tak membangunkan Mama. Aku segera mengambik air untuk mencuci muka, berharap dapat menjernihkan pikiran yang sangat kacau ini. Tubuhku gerah, lengket dan juga risih, apalagi mengingat apa yang telah Sandi lakukan pada tubuhku. Ingin rasanya mandi dengan air panas dan menggosok tubuh kuat-kuat agar jejak-jejak Sandi lenyap. Akan tetapi, karena jejak itulah yang mungkin bisa dijadikan bukti, maka aku harus bisa menahan segala rasa tidak nyamanku. Setidaknya hari ini aku akan bertemu dengan pengacara kenalannya Bu Mesi.

Aku keluar dari kamar mandi setelah hampir satu jam duduk termenung, lantas mulai membuat makanan untuk Mama, karena kemungkinan hari ini aku akan bepergian lagi seharian.

Aku menyelesaikan urusan dapur sekitar satu jam kemudian. Setelah menata makanan di meja, aku kembali ke kamar Mama, karena Mama belum bangun juga. Biasanya Mama bangun saat subuh, lalu memanggil-manggil namaku untuk membangunkanku.

Tapi, sekarang sudah siang, matahari sudah mulai terbit, dan Mama belum bangun, itu sedikit tidak biasa.

"Ma?" panggilku seraya melongok ke dalam kamar Mama.

Mama masih tidur, wajahnya tampak sayu. Masih terlihat sisa tangisan tadi malam. Tapi ada sedikit senyum lelah yang terukir.

Aku ikut tersenyum melihat Mama yang tidur sambil tersenyum. Mungkin Mama mencoba berdamai dengan takdir, sehingga Mama bisa tidur nyenyak sampai-sampai belum juga bangun saat matahari telah terbit.

Namun ... tunggu dulu...

Aku merasa ada yang janggal. Tidur Mama sedikit mencurigakan. Sangat tenang untuk ukuran orang tidur. Bahkan helaan nafas berat Mama tidak terdengar sama sekali. Aku mendekat dengan hati berat. Ada takut yang menyertai. Kakiku sontak melemas saat bersimpuh di samping Mama.

"Ma? Mama!" aku menggoyangkan tangan Mama yang terasa agak dingin.

Mama tidak menjawab.

"Mama!" Kali ini sedikit lebih keras.

Mama tak bergeming.

Mataku memanas, takutku semakin menjadi. Tanganku semakin gemetar dan berat saat meraba lubang hidung Mama.

Nihil. Tidak ada hembusan udara.

Aku meraih pergelangan tangan Mama, mengecek denyutan disana.

Tidak ada!

Lalu beralih ke leher Mama.

Tidak ada juga!

Aku membungkuk ke dada Mama. Mencoba mendengarkan detak jantungnya.

TIDAK ADA!

Ya Tuhan, ini tidak mungkin.

"MAMAAAA!!!" teriakku keras di telinga Mama.

Mama tak bergerak sama sekali.

Aku menolak percaya dengan apa yang kulihat. Aku mengguncang tubuh Mama lebih keras, dan sia-sia.

Maaf Untuk LukaWhere stories live. Discover now