Bagian 22- Namanya Petualang

131 42 89
                                    


Matahari sudah pudar, dua manusia itu berjalan beriringan bak kekasih yang sedang berdamai pada kebahagiaan. Tak tahu saja, semesta memang sangat menyukai mereka berdua. Lihat, langit pun menyambut dengan pasukan Bintangnya tak lupa dengan si cantik bulan yang bulat bersinar. Malam purnama memang sangat indah.

"Key."
"Hmm?"
"Bulannya indah tapi lebih indah kamu."
"Gombalmu udah gak mempan."
"Aku gak gombal Key, aku cuma menyampaikan pesan semesta yang baru saja berbisik ditelingaku."
"Terserah kamu."
"Gak mau tau dia bilang apa tadi?"
"Gak!"
"Masa gak mau Key? Serius?"

Key terus berjalan, kini lebih melebarkan langkahnya membuat Bintang tertinggal beberapa langkah dibelakang.

"Key."
"Apa!"
"Katanya dia gak mau buat kamu iri, Key. Semesta mau kamu menjadi yang paling indah. Dia memang sangat menyayangimu.
"Pulang, Tang."
"Tapi belum sampai rumah kamu."
"Udah deket, aku bisa sendiri. Sebaiknya kamu pulang."
"Tapi Key...."
"Aku capek, gak mau debat sama kamu."
"Yasudah, aku pulang. Keytasha hati-hati ya."

Key hanya mengangguk, meneruskan jalan. Bintang pulang sesuai keinginannya. Tidak mengantarnya sampai rumah seperti biasa.

Kenapa Key sepertinya kesal sekali? Apa kataku ada yang salah dan menyakiti hatinya? Tapi aku hanya mengungkapkan maksud semesta, biar dia tahu jika semesta sangat menyayanginya, batin Bintang sambil menendang kerikil dijalanan.

Key menghela nafas panjang, "Jika dia memang menyayangiku, tak kan dia biarkan aku kesakitan hidup didunia ini, Bintang. Bahkan rasanya seperti trisula yang ditancapkan sadis diujung dada.

🍁🍁🍁

Semalaman Key tidak bisa tidur, Bintang terus mengganggunya dengan mengirimi pesan menanyakan apa dia baik-baik saja atau tidak. Menanyakan Key marah padanya atau tidak. Key hanya membalas seadanya, bilang jika semuanya baik-baik saja. Namun laki-laki itu belum puas dengan jawaban Key lalu menelepon Key tak henti-henti bahkan mengancam jika Key tidak mengangkat teleponnya, Bintang akan pergi kerumah Key malam itu juga.

Hari ini matanya terasa berat. Penjelasan dari pak Danang yang sedang menjelaskan materi baru matematika tak dapat diikuti baik dengannya. Key terus menguap sesekali mengucek matanya yang perih.

"Cuci muka sana, Key. Biar ngantuknya hilang." Ucap Risma. Ujian sebentar lagi, jika Keytasha terus ketinggalan materi pelajaran, Risma merasa kasihan. Bahkan gadis itu tak segan-segan membuat catatan double dan memberikannya pada Keytasha yang sering sakit dan tidak masuk sekolah.

"Males jalan." Ucap Key menenggelamkan kepalanya diatas meja.

Risma menghela nafas panjang, "Nanti kalau pak Danang tahu kamu gak dengerin penjelasan dia baik-baik, kamu nanti malah kena hukum." Nasihat Risma.

Key berdiri malas, membuat semua mata tersorot padanya, termasuk pak Danang yang sedang menulis rumus di papan tulis.

"Kenapa, Keytasha?" Tanya pak Danang.
"Mau izin ke toilet, Pak."
"Oh yasudah, cepat." Key mengangguk kemudian meninggalkan kelas yang sangat membosankan itu.

Pelajaran tinggal 30 menit lagi, Key malas jika harus kembali ke kelas. Dengan langkah gontai ia pergi ke lapangan belakang. Disana ada pohon besar yang nyaman untuk bersandar kemudian tidur. Sampai lupa tujuan awalnya adalah toilet.

Lapangan sepi, Key sedang beruntung. Ia duduk dibawah pohon angsana yang sedang tak berkembang. Menyenderkan bahunya, kemudian menenggelamkan kepalanya diatas lutut.

"Key?" Key mendongak malas, matanya menyipit melihat pria yang mengganggu tidurnya. "Ngapain disini, Key?" Tanyanya lagi.

Key tak asing dengan wajahnya, lalu matanya melirik bad nama di kemeja laki-laki itu. Surya Adam. Ah ternyata teman sekelasnya waktu kelas sepuluh.

AKSARA BUMI (REVISI)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora