15. The Hidden Revenge

297 56 1
                                    

Di pagi buta, para pemuda penghuni vila sudah bersiap menjalankan rencana mereka dalam menyambangi salah satu destinasi wisata di pulau ini. Lebih tepatnya wisata alam yang jarang sekali dikunjungi orang asing, namun menyimpan keindahan yang menakjubkan di sana.

Tujuannya adalah pantai Geongdo. Meski singkatnya bisa dilalui dengan menyebrangi pelabuhan kecil Dodongri, tapi mereka sepakat akan berjalan kaki menyusuri sungai dan tebing demi menikmati perjalanan yang-- yah, kapan lagi bisa sambil jelajah alam? Berpetualang di tempat yang banyak sekali menyembunyikan pemandangan asri. Para pemuda ambisius itu tak ingin melewatkan kesempatan ini.

Yena yang badannya sudah pegal tak karuan akibat tidur di sofa karena paksaan Heejin semalam pun, tetap antusias. Semangat sekali jika sudah harus menelisik alam seperti ini. Meski harus menyusuri hutan rimba sekali pun.

"Kita sungguhan akan berjalan kaki?" Nancy berucap enggan sambil mengeratkan sweternya. Hawa pagi ini sangat menusuk kulit. Bagi si pemalas tentu hanya kasur empuk dan selimut tebal yang ada di bayangannya.

"Padahal kalau menggunakan kapal di pelabuhan hanya memakan waktu lima belas menit sampai tujuan," imbuh Heejin.

"Kami tidak memaksa kalian ikut," pangkas Bang Chan. "Tinggal saja di vila kalau tidak mau pergi. Ada tidaknya kalian bersama kami tidak berpengaruh sama sekali."

Cukup menohok. Kedua gadis yang merasa kehadirannya tidak diinginkan langsung merasa panas di ulu hati.

"Jangan merasa kau leader di sini kau bisa bertindak dan berkata seenaknya, Bang Chan." geram Nancy.

"Sorry?"

"Heeeei!" Woojin menengahi. "Masih pagi, oke? Jangan buang tenaga kalian untuk berdebat. Ayo berangkat!" Si tertua mengambil langkah pertama. Diikuti Changbin si pemenang peta, Felix si pemegang kompas dan yang lainnya mengekori di belakang. Tanpa tahu ada satu dari anggota mereka yang masih mematung dengan pandangan kosong.

Untung saja Jeongin yang berjalan di paling akhir menoleh ke belakang. "Kak Seungmin, ayo."

Si pemilik nama bergeming. Membuat Jeongin kembali mengeluarkan suara yang mengundang para pemuda di sana kompak berhenti. "Kak Seungmin!"

Seungmin tergagap. "Y-ya?"

"Ayo!"

Lelaki itu refleks berjalan menyusul teman-temannya. Sampai melupakan barang bawaannya yang masih tergeletak.

"Tasmu, Seungmin." Changbin mengingatkan.

"Ah, iya."

Sering tidak fokus dan menjadi lebih pendiam sejak kemarin, gelagat aneh Seungmin memunculkan banyak tanya di benak mereka masing-masing.

Tapi hanya Felix yang paham. Semejak tahu Seungmin tidak bisa lagi melihat makhluk tak kasat mata tanpa sebab yang jelas, ia mengerti perasaan Seungmin pastilah gusar dan tidak bisa tenang.

Felix menghampiri Seungmin lalu merangkulnya berjalan seraya melempar senyum. Mengharuskannya bersikap biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa.

Sampai di tengah perjalanan hanya celotehan Jisung yang menguar di indera pendengaran mereka, tiba-tiba suara Nancy membangunkan atmosfer canggung kembali. "Tumben kau tidak berisik, Seungmin? Biasanya kau bertingkah dan membicarakan hal-hal aneh di luar nalar."

Beberapa yang tadinya ikut bergurau menanggapi candaan Jisung langsung bungkam.

"Berusaha menjadi manusia normal, eoh?"

"Mulutmu itu memang sampah, ya." Kali ini Felix yang terpancing.

"Aku hanya bertanya. Kenapa kau berkata seperti itu, Felix?"

BREAK AND DEATH ||StrayKidsWhere stories live. Discover now