4. Airport

417 52 5
                                    

Bang Chan, tidak tau harus bagaimana lagi menghadapi dua bocah yang terus mengabaikan panggilan darinya.

Demi Tuhan, hari sudah mulai gelap, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang berniat keluar dari salah satu kamar di rumah ini! Chan berusaha mengenyahkan pikiran-pikiran aneh dengan tidak memikirkan hal-hal mengejutkan apa yang sedang mereka lakukan di dalam sana.

Mereka.

Yena dan Jeongin.

Dua orang berbeda jenis itu cukup menguji kesabaran Chan.

"Kalau kalian tetap tidak ingin keluar, aku akan mendobrak pintu ini. Jadi … Yena, jangan protes kalau kau harus pindah kamar, karena kakak tidak mau repot-repot membenahi atau memanggil orang untuk memperbaiki pintu kesayanganmu."

Begitu Chan mengambil ancang-ancang dengan maksud membuktikan ucapannya, tiba-tiba saja knop pintu bergerak pelan. Disusul kepala bocah laki-laki yang melongok keluar.

"Jadi kau benar Kak Chan?" tanyanya berkedip pelan. Masih di posisi leher terjepit pintu.

"Apa maksudmu? Memangnya kau mengira aku ini siapa? Hantu?!"

Bang Chan menghela napas sabar saat direspon anggukan polos.

"Cepat keluar. Panggilkan Yena juga, ajak dia makan malam."

"Kak Chan sudah lama pulangnya?" Jeongin tidak mengindahkan perintah itu. Justru terus melanturkan pertanyaan yang membuatnya ingin memastikan sesuatu.

"Lima belas menit yang lalu," jawab Chan malas.

"Omooo! Jadi benar yang tadi itu bukan Kak Chan!" seru Jeongin terjengit refleks. Membuat pintu yang menghimpit setengah badannya bergeser dan sedikit terbuka.

Celah itu menarik pandangan Chan pada situasi di dalam kamar. Ia mengernyit mendapati hal yang janggal. "Yena tertidur jam segini?"

Tanpa tedeng aling-aling, lelaki itu melangkah masuk guna memastikan keadaan di dalam sana.

"Apa-apaan ini?" Chan tercengang melihat ruangan yang begitu jauh dari kata rapi. Koper biru muda terbuka lebar dengan pakaian berserakan kemana-mana, beberapa alat make up yang keluar dari wadahnya, sampai beberapa botol parfum yang berceceran melengkapi riuhnya keadaan di sini.

Sorot matanya lantas bergeser pada si pemilik kamar yang meringkuk di balik selimut. Oh, bukan lagi. Bahkan selimut itu menggulung seluruh tubuh dengan beberapa tali syal yang mengikatnya dari luar. Hanya menyisakan kepala Yena yang menyembul dengan kupluk pink sebagai penutup kepala.

"Kau yang melakukan ini?" Chan menatap penuh selidik pada Jeongin. Cukup geram mendapati adiknya dibalut seperti kepompong. Melihatnya saja ia yakin Yena tidak bisa bergerak sama sekali.

Jeongin yang dituduh layaknya tersangka hanya tersenyum hambar. "Aku hanya melakukan pertolongan pertama pada keadaan darurat."

"Tapi apa harus seperti ini? Astaga, lihatlah! Yena pasti kesulitan bergerak! Bahkan aku tidak yakin dia bisa bernapas dengan baik."

"Ya aku tidak tau lagi apa yang harus aku lakukan, Kak!" Jeongin tersulut saat Chan menaikkan suaranya. "Tubuhnya menggigil saat bola basketmu tiba-tiba masuk ke sini dan mengejutkan kami!"

Pergerakan Chan dalam melepas tali syal satu persatu tiba-tiba berhenti. "Apa maksudmu?" tanyanya menatap Jeongin tak mengerti.

"Intinya, ada makhluk lain di rumah ini. Kau tau sendiri kan, Kak Chan? Yena akan kesulitan menahan suhu tubuhnya sendiri saat hantu-hantu itu mendekat. Dan ya, aku mengikat selimut yang membungkus tubuh Yena. Itu pun aku tidak berniat untuk beranjak dari sisinya sama sekali. Karena aku tahu, kalung yang kupakai sekarang ini cukup membuat makhluk itu enggan mendekat ke arah kami."

BREAK AND DEATH ||StrayKidsWhere stories live. Discover now