(43)

231 14 0
                                    

-Yuri POV-

Pukul 04:30..
Aku berdiri sambil menatap luar rumah dari jendela..
Hening..
Sunyi..
Langit pun masih gelap, matahari belum juga timbul..
Aku menatap hamparan rumput-rumput dan bunga-bunga indah yang tertata rapi di sana..

"Bibiku sangat pandai dalam berkebun." ucapku dengan sedikit senyuman.

Aku tiba-tiba termenung..
Banyak pertanyaan tiba-tiba keluar dari otakku..
Mengapa aku begini?
Bagaimana bisa aku begini?
Apa selamanya takdirku akan seperti ini?

"Entahlah!"

Jawaban itu yang sontak mengagetkanku..
Eonni Jennie yang mengucapkan itu..
Bagaimana bisa dia mengerti apa yang sedang kupikirkan tadi?

"Aku tahu, dirimu sekarang gelisah akan kehidupanmu yang seperti ini.. Bukankah begitu?" ucap Eonni Jennie sambil menatap apa yang sedari ku tatap..

"Ba..bagaimana bisa kau?"

"Mata tidak bisa berbohong, Yuri.. Ingat.."

Apa yang diucap Eonni Jennie benar, mata tidak bisa berbohong..
Mataku sangat terlihat jelas menyatakan perasaan gelisahku saat ini..
Oh,, Sulit sekali menyembunyikan ini semua..
Kemudian, Eonni Jennie mengambil dan menggenggam tanganku sambil menatap wajahku..

"Setiap orang pasti memiliki masalah.. Entah itu masalah besar ataupun masalah kecil.. Apapun masalah yang tiap orang miliki tidak semuanya bisa ia tanggung sendiri.. Ia pasti akan membutuhkan sebuah bantuan dari seseorang.. Memang, sangatlah sulit untuk menceritakan masalah kita kepada seseorang.." ucap Eonni Jennie yang kemudian melepas genggamannya dan kembali menatap luar jendela.

"Tapi, ingatlah sesuatu, bahwa di dunia ini masih banyak orang yang peduli.. Tidak semua orang kejam seperti yang kamu pikirkan.. Jadi, buang jauh-jauh angan-anganmu yang berpikiran bahwa dirimu harus menanggung masalah ini sendiri.. Buang!"

Aku menatap Eonni Jennie dengan tatapan terkejut sekaligus kagum..
Sungguh, Eonni Jennie adalah gadis yang sangat bijak..
Berbeda dari yang ku pikirkan..

"Apa kau mengerti dengan yang ku katakan tadi?" ucapnya yang kemudian menatap wajahku, aku pun tersentak melihat itu dan kemudian mengalihkan pandanganku ke bawah.

"Aku mengerti.. Aku berjanji, tidak akan menanggung masalahku sendiri.." ucapku yang kemudian menatap Eonni Jennie dan tersenyum. Kami saling menatap dan menebar senyum. Aku pun memeluk Eonni Jennie dengan erat. Aku beruntung mendapat malaikat penolong seperti Eonni Jennie. Air mataku tak bisa ku tahan lagi. Aku pun menangis di pundak Eonni Jennie.

"Menangislah.. Jika itu membuatmu tenang, Yuri.." ucap Eonni Jennie yang membuat tangisanku semakin menjadi.

-------

Pagi hari ini, aku merasa hatiku sangatlah lega..
Karena Eonni Jennie telah menenangkan diriku tadi..
Kini, Eonni Jennie mengejak diriku sarapan bersama Bibi...
Aku sedikit ragu..
Jika aku ikut sarapan bersamanya, apa Bibiku mau sarapan dengan adanya diriku di sana?

Eonni Jennie pun menarik tanganku supaya aku menuruti kemauannya untuk sarapan bersamanya..
Sesampainya di meja makan, aku melihat bibiku yang sedang menyiapkan makanan untuk 3 piring sekaligus..
Apakah ia juga menyiapkan sarapan untukku juga?

"Pagi, Mam.." ucap Eonni Jennie yang mencium pipi Bibiku. Aku masih berdiri.

"Hei.. Mengapa kau masih berdiri.. Duduklah!" ucap Bibiku yang sontak membuatku terkejut. Dirinya menganggapku ada sekarang. Aku senang. Aku pun duduk di sebelah Eonni Jennie.

ALWAYS TOGETHER ✔Where stories live. Discover now