Ungkapan Rasa

1.5K 160 15
                                    

Iqbaal mengacak gusar rambutnya. Ia bolos pelajaran hari ini, dirinya sudah berada di rooftop tempat yang biasa ia datangin saat pulang sekolah. Namun beberapa hari ini tidak ia kunjungi.

"Setega itu apa bokap (Namakamu)?" tanya Iqbaal pada angin tak habis pikir.

"Keluarga gue hancur karena dia" desis Iqbaal.

"Apa keluarga (Namakamu) gak ada yang curiga sedikitpun? Sepinter itu bokapnya nyembunyiin rahasia besar? Ck!"

Iqbaal terpikir (Namakamu) sekarang.  Apa dirinya benaran menaruh hati padanya? Itu artinya semua akan sia sia. Bagaimana kalau (Namakamu) tahu yang sebenarnya? Ia juga tidak tahu perasaan (Namakamu) kepadanya bagaimana? Apa hanya ia yang terlalu bodoh sudah jatuh cinta begitu saja tanpa tahu sebaliknya?

Rasanya ingin sekali Iqbaal melupakan (Namakamu), namun begitu berat dihatinya. Maka sekarang penderitaan Iqbaal bertambah. Sebab orang tua keduanya sudah pasti ridak akan merestui hubungannya.

Iqbaal rasa ia harus mengetahui perasaan (Namakamu) kepadanya.

Iqbaal bersandar di kursi yang ia duduki dan sekarang ia menjatuhkan badannya ke kursi tak lama ia memejamkan matanya.

***
Setelah bel istirahat kedua berbunyi (Namakamu) berniat mencari Iqbaal ke kelas. Namun ia bertemu Frendy di tengah jalan dan ia mengatakan bahwa Iqbaal bolos pelajaran.

(Namakamu) sudah tahu Iqbaal di mana. Setelah jam istirahat selesai ternyata guru tidak masuk dan tidak memberi tugas membuat siswa di kelas bersorak.

(Namakamu) memutuskan untuk menyusul Iqbaal. Lagi pula tidak terlalu jauh dari sekolahnya. Hanya butuh sepuluh menit untuk ke bangunan tua kemarin dengan berjalan kaki.

"(Namakamu) lo mau ke mana?" Maura mencegat (Namakamu) saat bangkit dari kursinya.

"Mau keluar sebentar, cari angin" Maura manggut manggut. Untungnya ia tidak meminta ikut karena dirinya tengah sibuk menonton drakor di ponselnya.

(Namakamu) segera berlari menuju belakang sekolah, ia keluar secara diam diam.

Beberapa menit kemudian ia sampai. Ia sebenarnya takut untuk naik sendirian karena terlihat menyeramkan dan ia juga ragu apa Iqbaal ada disini? Bagaimana jika tidak ada? Ia memejamkan matanya sejenak. Memantapkan keyakinannya untuk naik.

(Namakamu) membuka matanya dan mengangguk menyakinkan dirinya untuk melawan rasa takutnya itu. Ia segera berlari menaiki tangga hingga sampai ke lantai tiga ia sudah kelelahan. Ia berhenti sejenak dan mengatur nafasnya. Jantungnya berpacu cepat. Antara takut dan leleah bercampur aduk.

"Tenang (Nam) disini gak ada apa apa kok" ucapnya menenangkan dirinya sendiri.

"Hufhh! Lanjut" (Namakamu) mencoba berjalan santai menaiki tangga satu persatu hingga beberapa menit kemudian ia sampai di lantai teratas. Ia mengatur nafasnya yang tak beraturan dan keringatnya yang mulai bercucuran. Keringat dingin karena capek dan takut pastinya.

(Namakamu) tidak mendapatkan tubuh Iqbaal. Ia pastikan sekali lagi menyapu pandangannya dan ia bernafas lega, ternyata Iqbaal tidur di kursi, makanya tidak kelihatan.

(Namakamu) mendekati Iqbaal yang memejamkan matanya, tertidur dengan lelap, kedua tangannya ia jadikan sebagai bantal. Untung saja hari ini tidak terlalu panas. Bisa terbakar Iqbaal disini.

(Namakamu) duduk di kursi yang berada di hadapan Iqbaal. Ia tidak berniat membangunkan Iqbaal. Tunggu saja sampai bangun sendiri. Paling sebentar lagi akan bangun karena matahari mulai menampakkan dirinya di balik awan secara perlahan.

Sinar matahari mulai menusuk kulit telanjat kedua insan ini. Benar saja perlahan Iqbaal bangun karena badannya terasa panas dan silau menusuk matanya yang tertutup. Perlahan ia membuka mata dan menyipitkan matanya, tangannya ia gerakkan ke depan wajah menghalau sinar matahari.

One Day (COMPLETE)Where stories live. Discover now