[23] I Miss You, And That's Hurt

373 34 0
                                    

"Ha Rin, lihat mamah bawa apa!" suara cempreng Ra Mi mengisi ruang inap Ha Rin. Kedua tangannya penuh membawa tentengan.

"Hana, ayo kesini kita lihat bersama" panggil Ra Mi pada Hana yang tengah duduk di sofa.

Ha Rin melirik pada Ra Mi yang tengah membongkar bawaannya "itu apa mah?" tanyanya.

"katalog untuk dekorasi kamar bayi" senyum Ra Mi mengembang. Sejak mendengar berita Ha Rin hamil dia sangat senang. Meski cukup sedih karena menantunya itu masih belum mau berbicara pada Jungkook.

"woah, ayo lihat. Pasti sangat lucu" sahut Hana.

Ha Rin tersenyum mengangguk membiarkan Ra Mi menumpuk katalog diatas ranjang. Kemudian mulai membuka salah satunya.

"ini sangat lucu" Ra Mi menunjuk gambar kamar bernuansa pink. "sepertinya seleramu bukan pink" setelah melihat reaksi Ha Rin.

"tidak kok, mah. Iya itu lucu" sanggah Ha Rin.

Ra Mi menggeleng, "kau itu tidak pandai berbohong, sayang"

Hana ikut mengangguk "ya Ha Rin itu tidak pandai berbohong tapi pintar sekali kalau menyembunyikan sesuatu"

"Ibu, Mamah!" Ha Rin merajuk melihat kedua ibunya yang terus menggoda.

"ini, Ha Rin suka yang ini" Ha Rin menunjuk dekorasi kamar bernuansa biru. Di satu sudut dinding bergambar laut lengkap dengan langit, sudut lainnya bergambar langit bertabur bintang dengan bulan yang bersinar terang disudut kiri. Gambar itu mengingatkan dirinya dengan Jungkook. Jungkook sangat suka sekali langit di malam hari. dan dirinya suka langit pantai di siang hari.

Dari kaca pintu Jungkook melihat tawa ketiganya. Untuk saat ini, itu semua cukup untuknya. Bisa melihat Ha Rin kembali tersenyum.

"Jung, mau minum kopi denganku?" ucap Namjoon yang baru saja sampai.

***

"bagaimana keadaanmu?" Namjoon menyesap americano-nya.

Jungkook tersenyum "baik, setelah melihatnya bisa tertawa"

"aku tahu kau bisa melewati ini semua Jungkook. Saat ini, dia masih menolak bertemu orang – orang yang ia rasa sudah membohonginya. Ya, melihat dia juga sangat kesal saat bertemu denganku kemarin" ungkap Namjoon.

"kehadiran bayi kalian juga membawa pengaruh yang sangat baik. Dia berusaha menjaga dirinya untuk bayi kalian" tambah Namjoon.

"untuk saat ini, terus bawa orang – orang yang membuatnya nyaman untuk berkunjung. Jangan sampai dia merasa sendiri apalagi kesepian"

Jungkook yang sedari tadi mendengarkan mengangguk "tentu"

***

Sore ini Ji Ha kembali berkunjung untuk menengok Ha Rin.

"aku bosan, ingin pulang" kedua sudut Ha Rin turun.

"ya, RS memang bukan tempat yang menyenangkan. Tapi tahan sebentar lagi, bayimu belum cukup kuat." Dokter mengatakan Ha Rin masih harus menjalani rawat inap, karena bayinya yang sempat mengalami shock akibat perubahan mood Ha Rin yang terlalu ekstrem.

"mau dengar berita bahagia tidak?" tanya Ji Ha dengan tangan yang sibuk mengupas apel.

Ha Rin membenarkan letak duduknya "apa itu?"

"aku hamil, Rin. sudah satu minggu" ucap Ji Ha tangannya terangkat keudara saking bahagianya.

Pun Ha Rin yang mendengarnya langsung tersenyum senang "woah, Ji! Bayiku akan punya teman" sahutnya.

Ji Ha mengangguk "kalau berjenis kelamin sama mereka akan menjadi teman dekat seperti kita, dan kalu berlainan bagaimana kalau kita jodohkan?" Ji Ha terkekeh mendengar ucapannya sendiri.

"jodohkan? Eyy, terdengar kolot sekali. Aku tak mau anakku menjadi korban hal seperti itu"

Ji Ha menyenggol bahu Ha Rin "tak usah merasa seperti korban begitu. 2 minggu lalu siapa yang meminta resep masakan untuk Jungkook sambil senyum – senyum"

"makan, makan! Bayimu butuh nutrisi yang banyak" Ha Rin malah menyumpal mulut Ji Ha dengan potongan apel yang wanita itu kupas untuknya.

Dia benci mengingat Jungkook!

"kau benar Taeji kadang nakal, membuatku memuntahkan makanan" Ji Ha mengunyah apelnya.

"Taeji?" ia melirik Ji Ha, tangannya yang hendak mengambil potongan apel di piring terhenti.

"iya Taeji" Ji Ha melirik perutnya "panggilan untuk janin kami. Taehyung dan Ji Ha" Ji Ha terkekeh saat mengingat bagaimana dirinya dengan Taehyung bertengkar saat hendak menamai si jabang bayi. Taehyung ingin sebutan JiJi sementara Ji Ha ingin TaeTae. Pada akhirnya seorang pemilik kedai tempat mereka ribut menengahi dan menyuruh mereka memberikan nama Taeji untuk janin berusia 1 minggu itu.

"Bagaimana denganmu? Belum diberi nama?"

"Koo, namanya Koo" sahut Ha Rin memandang perutnya.

Wanita Kim itu mengangguk "Koo sehat – sehat ya disana, biar mamamu bisa segera pulang" Ji Ha mengusap perut Ha Rin.

Ha Rin melakukan hal yang sama pada Ji Ha "Taeji juga sehat – sehat disana. Jangan buat mamamu memuntahkan makanan lagi"

Keduanya tertawa bersama, terlarut dalam obrolan baby thing.

***

Genap sepuluh hari Ha Rin tak mengizinkan sama sekali pria itu berada didekatnya. Ha Rin melarang Jungkook berada di ruangannya, terserah pria itu mau pulang atau bagaimana yang penting menghilang dari penglihatannya.

Sore ini dia kembali menikmati kegiatannya, memandang langit yang berwarna kemerahan dari jendela kamar rumah sakit. Tangannya terulur ke dada, rsakit karena kekecewaannya masi terasa disana.

"Rin" Hana memanggil kemudian duduk disamping Ha Rin ikut memandang langit. "kalian perlu bertemu dan membicarakan semuanya" tambahnya.

Ha Rin tahu apa maksud pembicaraan Hana "tidak mau Bu, aku sama sekali tidak ingin melihatnya" sudut hatinya merasakan ngilu, seakan tidak setuju dengan perkataannya barusan.

"kalian sama – sama sakit jika terus seperti ini. Jungkook sama keras kepalanya, tak mau pergi dari depan ruanganmu, tidur disana hampir satu minggu lebih" Hana ikut mengkhawatirkan menantunya itu. Menolak untuk istirahat di rumah dan malah tidur di kursi panjang depan ruangan Ha Rin.

Ha Rin bungkam, tangan itu kembali terulur memegang dadanya yang terasa begitu sesak "sakit bu" ia menarik napasnya yang terasa sangat berat "melihatnya jauh terasa sesak, namun saat dia bersama Ha Rin itu sangat menyakitkan"

"Rin, lihat ibu hmm... itu semua karena kau masih menyimpan kepercayaan pada Jungkook, meski tak sebanyak dulu. Sayang, kau perlu mendengar alasan Jungkook melakukan semua itu dengan begitu kau bisa melepas sesak didalam sini" Hana menunjuk dada Ha Rin dimana sakit itu bersarang.

"kebohongan? Ibu tahu bagaimana menyakitkannya hal itu. Ibu merasakannya saat ayah pergi dengan cara seperti itu. Namun pada akhirnya ibu mencoba mendengarkan isi hati ayah melalui suratnya. Mencoba memandang dari sisi lain, dimana ayah memberikan kita kehidupan"

"coba dengarkan dulu. Memang terasa menyakitkan diawal, tapi lambat laun kau pasti bisa menerimanya" 






.

.

,

This story will end soon, guys

The Untouched GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang