Kacang Asin

369 20 3
                                    

Hari semakin siang. Matahari sudah bertengger di puncak singgasananya. Dan perutku mulai mengalunkan musik bertalu-talu. Pertanda bahwa aku sudah lapar. Tanpa banyak kata, akhirnya aku bergegas ke sebuah warung nasi yang terdekat dari kosanku.

Tiba di warung nasi tersebut, ternyata aku kurang beruntung. Penjualnya bilang, "nasinya belum mateng, Mas."

Oke, Aku langsung balik badan dan mulai mencari alternatif lain untuk mengganjal perutku yang semakin berdangdut ria. Hingga aku pun terdampar di warung mie ayam.

Langsung saja aku memesan satu porsi dan minta makan di tempat. Kebetulan tempatnya belum begitu ramai. Hanya ada beberapa pelanggan saja yang sedang menyantap makanannya.

Aku duduk di sebuah bangku dan menunggu mie ayam pesananku matang.

Beberapa menit kemudian, mie ayam yang kutunggu akhirnya datang juga. Tanpa ba bi bu, setelah baca doa, aku pun segera melahap mie ayam ini. Alhamdulillah, nikmat tenan.

Di tengah asiknya aku menikmati mie ayam, tiba-tiba muncullah seorang nenek-nenek. Kakinya pincang. Dia membawa tongkat untuk membantunya berjalan. Di lengannya terslempang tas kain berwarna putih. Semacam kain tepung terigu.

Apa yang dilakukan nenek itu?

Dengan suara yang parau dan senyum tulus yang mengembang di bibirnya, dia menawarkan kacang asin bungkus kepada beberapa pelanggan yang ada di warung mie ayam ini. Namun, sayangnya tak ada satu pun dari mereka yang mau membeli dagangannya itu.

Karena iba, akhirnya aku panggil nenek itu. Dan wanita tua itu pun datang menghampiriku. Dia tersenyum semringah menatapku.

"Saya mau beli, Nek. Berapa harganya?" tanyaku.

"Sepuluh ribuan, Nak," jawab Si Nenek.

"Baiklah, saya beli satu bungkus aja."

Nenek itu tersenyum sambil menaruh sebungkus kacang asin di hadapanku.

Aku menyerahkan uang 10K ke tangan nenek.

"Terima kasih, Nak," ujarnya bahagia.

"Sama-sama, Nek," balasku.

Lalu Nenek itu pun pergi.

Dari nenek itu aku belajar bahwa semangatnya untuk mencari rezeki halal tanpa meminta-minta pada orang lain itu sungguh luar biasa.

Jadi sangatlah miris bila ada anak muda yang masih gagah dengan entengnya inbox, "Mas, kirimin pulsa dong, 50Rb. Aku butuh banget."

Aku cuma diam. Tak mau berkata apa-apa.

Catatan Sang PerantauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang