Catatan Si Dion 4

663 33 7
                                    

Catatan Si Dion 10

Aku selesai mengemasi semua barang-barangku. Perasaanku sungguh kacau. Tak ada yang kupikirkan. Aku hanya merasa sedih yang teramat dalam.

Sebelum Aku meninggalkan kamar kosan ini, Aku melirik ke arah Agung yang sedari tadi duduk mematung menghadap meja.

"Gung ... Gue pamit ya, terima kasih atas kebaikan lo terhadap gue selama ini. Dan sekali lagi gue minta maaf bila ada sikap gue yang kurang berkenan di hati lo. Wassalamualaikum ..."

Agung diam saja. Dia tidak menggubrisku. Bahkan memandang pun sudah tak sudi.

Dengan langkah gontai aku pergi. Menyusuri jalanan setapak mencari kosan yang baru.

Sambil menahan rasa sakit di tubuhku, aku terus berjalan terseok-seok hingga aku tiba di suatu tempat. Tempat di mana aku bisa menyewa kamar untuk sementara waktu.

Singkat cerita, aku langsung membaringkan tubuhku karena sudah merasa sangat lelah. Aku tahu penyakitku sudah berada di stadium yang kritis. Kata dokter aku tidak boleh kelelahan dan memiliki luka di tubuh. Bila tidak, luka itu akan sulit sembuh dan memperparah penyakit kronisku.

Aku sudah pasrah dengan apa yang terjadi teehadapku. Aku ikhlas dengan kemungkinan apa pun. Bahkan hal terburuk sekalipun. Aku rela bila Tuhan memanggilku untuk kembali ke pangkuannya.

Hari demi hari terus bergulir. Dan kondisiku semakin melemah. Rambutku kian menipis. Tiap hari ada saja darah yang keluar dari tubuhku.

Aku menghadapi ganasnya penyakit ini sendiri.

Catatan Si Dion 11

Dua minggu sudah Dion tak tinggal sekamar dengan Agung. Dan dalam waktu selama itu ada sesuatu yang hilang pada diri Agung. Rupanya tanpa Agung sadari ada kenangan-kenangan indah yang terus membekas di benak Agung selama hidup bersama Dion. Dan kenangan itulah yang menjadikan dirinya dilanda rasa kerinduan yang mendalam. Namun, rasa egoisnya yang tinggi membuat ia mengingkari adanya kerinduan itu.

Beberapa hari sudah Dion tidak masuk kerja. Dan diam-diam Agung menjadi resah serta gelisah karena tidak bisa melihat gelagat Dion di tempat kerja. Dia merasa penasaran dan heran kenapa Dion tidak menampakan batang hidungnya. Apakah dia sakit? Apakah dia risign? Apakah dia benar-benar pergi jauh?

"Ah ... Kenapa gue jadi kepikiran sama Dion?" pikir Agung dalam hati.

"Gue tidak perlu peduli sama Gay seperti dia ... Tapi dia adalah sahabat gue. Pantaskah gue membencinya hanya karena dia memiliki orientasi seksual yang menyimpang?" Batin Agung berperang. Sisi baik dan buruknya bergejolak.

"Dion sahabat terbaik gue, dia selalu baik terhadap gue ... Ah, dia baik karena dia menyukai gue ...."

Pikiran Agung terus bergemuruh. Bayang-bayang Dion selalu bermain-main dalam benaknya. Agung membencinya tapi tidak bisa melupakannya. Dia ingin membuang kenangan Dion tapi hati nuraninya tak bisa. Dion terlalu baik untuk disakiti.

"Mas Agung ..." celetuk Rani suatu ketika saat Agung duduk terbengong di serambi tempat kerjanya.

"Eh ... Dek," Agung terperanjat.

"Kenapa sih akhir-akhir ini Mas Agung sering melamun, apa ada yang sedang dipikirkan Mas?"

"Ah ... Tidak kok Dek ..."

"Jangan bohong! Aku tahu pasti ada yang kamu pikirkan. Apa kamu memikirkan sahabatmu, Dion?"

Agung tersentak kaget dengan tebakan Rani. Pandangannya lurus ke arah Rani. Dia tak menyangka kalau pacar perempuannya itu bisa tepat membaca pikirannya.

"Tidak, Dek ... Mas tidak memikirkan apa-apa, apalagi memikirkan Dion. Buat apa Mas mikirin dia!"

"Mas Agung masih membenci Dion?"

Agung terdiam.

"Mas ... Sepertinya kita salah menilai Dion. Kita sudah menghakimi Dion dengan tidak adil. Terlalu naif bila kita membenci sahabat kita sendiri hanya karena dia seorang Gay ...."

"Ya Dek ... Kamu benar! Kita telah bersalah sama Dion. Aku menyesal telah memukul dan mengusirnya. Padahal Dion tidak melakukan kesalahan apa-apa ....''

"Sebelum terlambat, alangkah baiknya kita meninta maaf saja sama dia, Mas!"

"Ya, tapi Mas tidak tahu di mana Dion tinggal sekarang, Dek?"

"Nanti kita cari tahu bersama, Mas!''

"Baiklah!"

Rani tersenyum, Agung juga.

Catatan Si Dion 12

Selepas pulang Kerja, Agung dan Rani mulai mencari tempat kost Dion yang baru. Mereka bertanya pada teman-teman Dion yang lain. Dan setelah kesana-kemari, akhirnya mereka menemukan juga tempat kost Dion itu.

Akan tetapi saat mereka tiba di sana,  kamar Dion tampak kosong. Kata Ibu Kost, Dion sedang dirawat di rumah sakit. Beberapa hari lalu Dion jatuh pingsan dan koma, lalu pemilik kost membawa Dion ke rumah sakit terdekat dengan dibantu oleh para warga.

Mendengar Dion di rumah sakit, Agung dan Rani jadi sangat shock. Buru-buru mereka meminta alamat rumah sakit tersebut dan segera ngacir untuk menjenguk Dion.

Beberapa menit kemudian, Agung dan Rani pun sampai di rumah sakit. Setelah bertanya pada petugas Di mana kamar Dion dirawat, mereka langsung bergerak ke kamar tersebut.

Namun, saat mereka tiba di kamar perawatan tak ada sosok Dion di sana. Yang ada hanya seorang ibu setengah baya yang duduk sambil memeluk bantal.

"Suster!" teriak Agung saat dia melihat petugas kesehatan lewat di depan mata.

"Iya, ada yang bisa saya bantu, Mas?" sahut suster dengan nada ramah.

"Maaf, saya mau bertanya di mana pasien yang bernama Dion yang menempati kamar ini?" ucap Agung.

"Ada Mas, dia sedang berada di Taman sebelah sana!" jawab suster sambil menunjuk ke sebuah taman yang berada di tengah banguanan rumah sakit ini.

"Baik ... Terima kasih, Suster.''

"Sama-sama," kata suster sambil melanjutkan langkahnya.

Suster itu pun pergi meninggalkan Agung dan Rani.

"Ayo Dek, kita cari Dion di Taman!" ajak Agung kepada Rani.

"Tidak Mas, sebaiknya aku menunggu di sini saja."

"Lho ... Kenapa, Dek?"

"Saat ini Dion hanya membutuhkan kamu, Mas ... Cobalah kalian berdua bicara baik-baik. Selesaikan masalah ini dengan kepala dingin. Untuk sementara aku menyingkir dulu, Mas ... Aku bisa mengerti perasaan Dion. Biarlah aku menunggu di sini."

"Baiklah, kalau begitu. Mas Agung mau menemui Dion dulu ya, Dek ..."

"Iya, Mas ..."

Agung membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju ke taman. Dia mencari keberadaan Dion di sana. Dan setelah matanya menyapu ke segala ruangan, akhirnya dia menemukan juga sosok Dion yang sedang duduk termangu memandang langit.

Catatan Sang PerantauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang