Pak Nanda

1.9K 50 4
                                    

Namanya Pak Nanda (bukan nama aslinya)  Ia seorang guru SD di kampungku, di daerah Jawa Barat. Usianya sekitar 45-an tahun. Saat itu usiaku 18 tahun. Aku sudah lama menyukai Pak Nanda, walaupun usianya sudah 45 tahun, tetapi masih terlihat gagah dan tampan. Ia sudah punya istri dan 3 orang anak.

Aku sering berkhayal dapat memeluk atau meremas kontolnya. Apalagi ia sering sekali menggunakan celana pendek.
Dan kesempatan itu akhirnya datang juga.
Suatu sore, aku disuruh ibu untuk mengantarkan makanan ke rumahnya. Memang sih, ia masih punya hubungan keluarga denganku, walaupun jauh.

Jarak rumahku ke rumahnya sekitar 100 meter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jarak rumahku ke rumahnya sekitar 100 meter. Beberapa menit berjalan sampai juga di rumahnya. Kuketuk pintu 3 kali, dan tak seberapa lama sesosok pria tinggi dan tampan membukakan pintu. Tak lain dan tak bukan ialah Pak Nanda yang kukagumi. Seperti biasa ia memakai celana pendek dan kaos oblong.

Terus terang aku horny melihatnya, tetapi aku berusaha untuk bersikap senormal mungkin.

"Oh... Adi, ayo masuk ... ada apa?"

"Anu Pak, aku disuruh nganterin ini," kataku sambil menyerahkan jinjingan plastik keresek.

"Wah, repot-repot ... apa ini, Di?"

"Aku kurang tahu, Pak!"

"O, ayo masuk dulu!" ajaknya.

Aku pun menurutunya, aku masuk. Rumahnya terlihat sepi tak seperti biasanya yang ramai dengan anak-anaknya.

"Kok sepi, Pak, pada ke mana?"

"Lagi pergi ke tempat hajatan, kemungkin besok baru pada balik."

"Bapak, gak ikut?"

"Enggak, besok ada acara penting di sekolah. Ayo duduk, sebentar ya, Bapak ke dapur naroh ini dulu! Adi mau minum apa?" tanya Pak Nanda.

"Apa ajalah, Pak."

Persaanku tak menentu, aku senang karena Pak Nanda sendirian di rumahnya. Rasanya aku ingin ngobrol-ngibrol lebih lama. Kemudian Pak Nanda nongol lagi sambil membawa 2 gelas minuman.

"Ayo diminum!"

"Ya, makasih, Pak!"

Beberapa detik kami terdiam. Entahlah, tiba-tiba aku jadi merasa gugup tidak tahu harus ngomong apa, padahal biasanya biasa saja.

"Kok gugup kayak gitu, Di, kenapa?" tanya ia.

"Ah, gapapa, Pak...," kataku, berusaha agar tak terlihat gugup.
Aku semakin horny ketika melihat gundukan di celananya.

"O, ya... emang istrinya baru kembali besok, Pak?" Aku mencoba membuka percakapan.

"Ya, emang kenapa?"

"Ah... gapapa, tanya aja."

Ia duduk bergeser ke dekatku. Jantungku semakin berdebar-debar.

"Kenapa, Di ... Kok, aneh banget hari ini?" katanya sambil  meremas pahaku.

Deg! rasanya jantung ini hampir loncat, aku sudah semakin terangsang. Pak Nanda ... apa mungkin ia tahu kalau aku horny melihatnya?
Ia memegang tanganku dan membimbing ke arah benda di selangkangannya. Kaget bercampur senang. Aku menatap wajahnya, ia tersenyum dan senyumannya itu penuh arti.

Tangannya memegang kontolku yang dari tadi sudah ngaceng berat. Kami saling meremas. Aku merasakan kontol Pak Nanda yang sudah ngaceng juga. Aku masih tak percaya dengan apa yang sedang kami lakukan. Ternyata Pak Nanda juga suka.

"Di kamar aja, yuk! Takut ada orang," ajakannya.

Aku mengangguk dan masuk ke kamar, lalu duduk di atas kasur.
Kudengar Pak Nanda mengunci pintu ruang depan dan dapur, lalu masuk ke kamar ini dan mengunci rapat-rapat pintunya.

"Sekarang aman, Di," katanya sambil mengedipkan mata.

"Nanti ada orang gimana?"

"Gak usah khawatir, sandalmu sudah kumasukan ke dapur, jadi gak ada yang tahu kamu di sini."

Aku berdiri dan langsung memeluknya, kami berciuman. Pak Nanda bak singa yang kelaparan ia mencium setiap jengkal wajahku, lalu melepas baju, celana, dan sempakku.

"Wow... punyamu gede juga, Di."

"Iya, Pak," kataku sambil tersenyum.

"Bapak suka?"

"Banget!" timpalnya.

Ia langsung mengulum kontolku, aku merasakan nikmat yang luar biasa. Sekitar 10 menit ia melepaskan kulumannya. Kami berciuman, kulepaskan bajunya satu per satu, dan terlihatlah batang kejantanannya. Lumayan gede dan panjang, mungkin sekitar 13 cm. Kukulum sambil tanganku memilin pentil susunya. Ia mendesah keenakan.

"Ah, enak banget, Di, sumpah enak banget...." gumamnya.

Kemudian kami tidur sambil berpelukan, kontolku dan kontolnya saling bergesekan dan menimbulkan sensasi yang luar biasa. Nikmat!
Pak Nanda mengulum lagi kontolku, kali ini lebih nikmat dari kuluman pertama sekitar 5 menit aku sudah gak tahan.

"Pak, aku mau keluar!" kataku.

Ia mengeluarkan kontolku sambil mengocoknya. Keluarlah spermaku menyembur ke mukanya. Sebenarnya aku mau menghindar agar tak mengenai mukanya, tapi ia malah menyukainya. Lima tembakan pejuhku muncrat. Croot ... Croot ... Croot ....

Spermaku dilap dengan tangannya dan dilumuri ke kontolnya Aku mengocok kontolnya, ia mendesah menahan nikmat kocokanku.

"Terus Di, terus enak banget... I like it, i like it..." racaunya.

"Ohhh... Ohhh... aku mau keluar, Sayang!"

"Keluarin aja, Pak!! Aku juga sayang Bapak," kataku menambah nafsunya.

"Oh...Oh... Ah ... Ah ..."

Crooot... Croot ... Croot ... Spermanya menyembur ke badanku, lalu kami berpelukan.

Ah, serasa mimpi aku bisa mengocok dan mengulum kontol Pak Nanda.

"Di...."

"Ya, Pak?"

"Aku sayang kamu."

"Aku juga, Pak."

"Kamu suka, 'kan?"

"Suka banget, Pak."

"Enak, gak?"

"Enak tenan!"

"Hehehe..." Kami tersenyum.

"Kapan-kapan kita main lagi, ya!"

"Iya..."

Lalu kami mandi dan aku pamitan pulang. Sebelum keluar rumah aku dipeluk dan dicium Pak Nanda.

"Bapak sayang Adi," bisiknya lembut. Menggoda.

Catatan Sang PerantauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang