Bab 31: The Truth

6K 518 48
                                    

Tante Mira memarahi Evans habis-habisan begitu dia pulang dan terkejut menyaksikan kondisi putranya; teler serta penuh lebam. Dari seberapa dia mengenal anak yang terlahir lewat gua garbanya itu, Tante Mira sudah bisa menebak apa yang baru saja terjadi. Wanita ayu tersebut tidak habis pikir kenapa Evans tidak bisa mengendalikan diri. Padahal tinggal dua minggu lagi Shalu akan menjadi milik Evans sepenuhnya. Apa susahnya bersabar sedikit lagi saja?

"Pernikahan ini tidak boleh batal!" Tante Mira berkata gusar. "Mau ditaruh di mana muka keluarga kita kalau sampai batal, Vans? Kamu harus minta maaf sama Shalu! Mama akan meyakinkan mamanya."

Evans menggeleng jengah sambil menyeka ujung bibirnya yang kebiru-biruan karena tinju Brahma. "Singkirkan Brahma dulu, Mam! Dia bakal ngacauin semuanya kalau masih di sini!"

Dengan ragu, Tante Mira mengangguk setuju.

*

Brahma kembali ke rumah sang tante dengan memanfaatkan aplikasi ojek online. Seperti yang tadi dia bilang, urusannya dan Evans belum selesai. Chef bintang dua itu kembali untuk menuntaskannya, minimal memberi Evans pelajaran berharga---membuat wajah Evans bonyok di hari pernikahannya misal. Pernikahan? Brahma berpikir lagi. Apa Shalu masih mau nikah sama cowok brengsek kaya dia?

Sang chef membuang napas kasar saat melihat Mercedez Benz Tante Mira sudah terparkir di halaman. Baguslah. Sekalian. Biar selesai semuanya sekarang. Dengan tergesa, dia segera memasuki rumah kayu kotak yang bermandikan sinar lampu-lampu temaram.

Benar saja, Tante Mira sedang sibuk mengompres luka lebam Evans akibat pukulan Brahma tadi. Keduanya duduk di ruang santai. Begitu melihat Brahma datang, sang tante segera meletakkan waslap ke dalam baskom kecil yang berisi air hangat. Wanita ayu tersebut membenahi posisi duduknya. Sorot matanya tajam menatap Brahma.

"Mau apa lagi lo ke sini?" Evans membuka percakapan.

"Buat bunuh lo sebenernya!" jawab Brahma sengit.

Dengan segenap keberanian yang entah datang dari mana, Brahma lantas balik menatap Tante Mira dan menumpahkan seluruh emosinya.

"Tante mengingkari janji Tante! Aku bilang apa, kan? Anak Tante ini belum berubah! Sekali bajingan dia bakal tetap jadi bajingan!" Terdengar geligi Brahma bergemeletuk. Rasa marahnya pada Evans masih terasa sesak di dada.

"Di mana Shalu?" Tante Mira menyahut dingin. "Bilang apa lagi kamu sama dia?" lanjutnya.

Brahma tertawa sumbang mendengar pertanyaan sang tante barusan. "Aku? Bilang apa? Aku bilang semua tentang kelakuan si brengsek ini, Tante! Aku janji bakal jauhi Shalu dan menutup semuanya kalau Tante bisa jamin Shalu aman. Nyatanya?" Tatapan Brahma beralih pada Evans. Sorot mata mereka bersirobok, masing-masing memancarkan kebencian.

"Brengsek!" Evans mendesis, "lo bilang semuanya? Lo emang bangke!"

Amarah Brahma kian tersulut karena pernyataan yang baru meluncur dari mulut Evans. Beringas, dia mendekat dan meraih kerah baju sepupunya itu hingga kedua wajah mereka hanya berjarak sejengkal saja. "Kalau gue bangke terus lo apa, hah!"

Bogem mentahnya nyaris menyentuh ujung hidung Evans jika saja Evans tidak menahannya. Dengan kuat, Evans menyentak tangan Brahma dari kerah bajunya dan segera berdiri. Kalau sudah niat bertarung serta tidak sedang dalam pengaruh alkohol, tentu Evans lah yang akan menang. Tubuh atletis hasil binaan super ketat itu sangat berguna untuk hal-hal semacam ini, beda dengan Brahma yang hanya olahraga ala kadarnya saja. Terlebih, dari SMA Evans memang sudah menggeluti taekwondo bahkan sempat beberapa kali memenangkan medali. Hobinya yang satu ini tetap dipelihara Evans sampai sekarang, meski target pukulannya beralih pada sebuah samsak.

"Mau lo apa sebenernya, Brahma yang sok alim? Lo cinta Shalu? Oke! Lo mau berkelahi sampai salah satu dari kita mati buat dapetin dia? Sini! Sini!" Evans mendengus garang. Situasi beberapa menit lalu pun dengan cepat berbalik. Sekarang, kerah baju Brahma sudah berada dalam cengkeraman erat Evans.

"Gue mending mati daripada lihat Shalu menderita hidup sama lo, Bajingan!" Brahma meludah, telak mengenai dagu Evans.

Wajah si Mister Perfect merah padam. Belum pernah sekalipun---seumur hidupnya---ada orang yang membuatnya merasa demikian terhina. Dan sekarang, sepupu yang dipungut mamanya dari tangan seorang pembunuh berani meludahi wajahnya yang tampan. Tangan Evans serta merta mengepal. Didorong emosi yang seketika datang bergelung-gelung di dadanya, tiga bogem mentah mendarat di perut Brahma. Beruntun. Tanpa ampun.

"Stop! Evans! Hentikan!" Pekikan Tante Mira sukses membuat Evans melepaskan cengkeramannya. Brahma langsung terbungkuk-bungkuk memegangi perut seraya menjeluak dan terbatuk-batuk. Seluruh isi lambungnya seperti mau keluar karena pukulan Evans.

"Kamu sebaiknya pulang, Brahma!" Perintah sang tante. Raut wajahnya berubah prihatin, entah lebih prihatin pada siapa.

Masih terhuyung-huyung, Brahma perlahan melangkahkan kaki meninggalkan ruang santai. Namun, sebelum benar-benar hilang dari pandangan dua orang yang sudah dianggapnya keluarga ini, dia sempat melontarkan kalimat yang membuat Tante Mira membelalakkan mata.

"Ada yang perlu Tante tahu. Liliana nggak pernah gugurin kandungannya kaya yang Tante minta. Cucu Tante sekarang udah besar, Tante! Dan bajingan itu harus tanggung jawab!" Jari telunjuk Brahma menuding lurus ke arah Evans yang juga sama kagetnya dengan Tante Mira.

===&===

Menurut kalian Shalu masih mau nikah sama Evans nggak? Hmm ...

Makasih yang masih setia ninggalin voment, ya! 😍 Boleh kok, rekomendasiin cerita ini ke siapa aja yang lagi butuh bacaan ringan, hehe 😊

Salam Spatula,

Ayu 😘

The Last Recipe (Tamat)Where stories live. Discover now