Bab 2: Speechless | 1

11.7K 907 28
                                    

[Semoga Shalu mau ya, Jeng]

Ah, beres, Jeng. Shalu biar saya yang urus, anak itu nggak pernah kok, bantah mamanya.

[Ya sudah, saya terima beres saja lah. Sampai ketemu kalau gitu ya, Jeng]

Oke, Jeng Mira. Sampai ketemu, bye....

Mama menutup panggilan via WhatsApp itu dengan raut wajah semringah. Kebahagiaan yang membuncah di dadanya tidak bisa disembunyikan. Akhirnya! Dia sungguh tidak sabar ingin segera membagi kebahagiaannya  dengan Shalu.

Maka, saat suara mesin Honda Jazz Shalu terdengar memasuki halaman rumah, wanita itu bergegas keluar untuk menyambutnya. Di dalam mobil, Shalu terheran.

Nggak biasanya, gadis itu membatin.

Shalu lalu turun sambil menenteng tas kerja dan shopping bag-nya. Dia baru saja mengambil sekantong besar Royal Canin di pet shop untuk persediaan makan Luna.

Klinik hewan Shalu memang merangkap pet shop sekaligus salon kucing, dengan dua orang karyawan yang berjaga. Shalu hanya ke klinik setelah maghrib, saat ada pasien gawat darurat, atau jika ada pemilik pasien yang sudah membuat janji dengannya.

"Dek, sini duduk!" Mama meraih tangan Shalu dan mengajak gadis itu duduk di kursi teras.

"Ada apa sih, Ma? Kok kelihatannya happy gitu. Aku mandi dulu, ah."

Tumben. Biasanya Mama tidak mau menyentuhnya sepulang kerja sebelum Shalu mandi. Bau kambing katanya. Padahal toh, belum tentu seharian Shalu bertemu dengan kambing atau hewan lain. Tugasnya bukan cuma menginjeksi vaksin ke bokong sapi atau memeriksa kucing yang cacingan, kan?

"Mandinya nanti dulu. Ini berita penting, Dek!" Mama mencengkeram erat lengan Shalu, mendudukkan gadis itu di kursi. Sekarang mereka sudah berhadap-hadapan.

"Berita apaan sih, Ma? Aku bau keringat nih, gerah pula. Mandi dulu aja, ya." Shalu berdiri dari kursi, meregang-regangkan ototnya sebentar, lalu beranjak masuk.

"Eh, eh! Sini duduk! Tante Mira dan Mama sepakat untuk menjodohkan kamu sama Evans!"

Mama menarik tangan Shalu cukup kuat, tapi bukan itu yang membuatnya urung melangkahkan kaki. Kalimat terakhir mamanya yang membuat Shalu terhenyak dan memutuskan duduk kembali.

Dalam beberapa detik gadis itu cuma bisa bengong sembari menatap Mama yang tak bisa berhenti senyum-senyum.

Wait! Wait! Maksudnya? Otak Shalu baru kembali bekerja. Mama lalu menjelaskan berita  tersebut dengan menggebu-gebu.
Evans tertarik pada Shalu. Cowok itu minta sama mamanya, Tante Mira, untuk mendekatkan Shalu dengannya. Gimana pun caranya. Pokoknya Evans mau Shalu. Dan Shalu harus mau. Gimana pun caranya.

Minggu depan mereka diundang ke rumah Tante Mira. Tante akan membahas semuanya. Pertunangan. Pernikahan. Rencana ke depan.

Perkataan Mama bagai dengung lebah di telinga Shalu. Dia mencengkeram erat lengan kursi teras saat mendengar penjelasan yang tanpa jeda itu. Mamanya begitu bahagia, antusias, dan sedikit panik sampai ngos-ngosan setelah selesai bercerita.

Shalu masih belum bisa berkata apa-apa. Otaknya terasa kebas. Tidak bisa berpikir. Berita itu memang fantastis dan mencengangkan, sehingga mampu menelan jutaan kosa kata yang ingin dia ucapkan. Oh, terpujilah Evans!

"Dek! Kamu kok malah bengong  sih! Gimana?" Mama mendengus sebal karena merasa penjelasannya diabaikan. Harusnya kan, Shalu senang!

"Mama nggak ngasih kamu pilihan, ya. Kamu harus mau! Demi apa pun, Dek, demi persahabatan Mama sama Tante Mira, demi masa depanmu, juga cucu-cucu Mama nanti."

Shalu bahkan belum memikirkan jawaban, tapi pikiran Mama sudah sampai cucu segala. Sensasi demam panggung mendadak meliputinya, membuat gadis itu merasa melilit dan berdebar-debar. Pernikahan? Anak? Dalam setengah jam terakhir pun kedua hal itu tidak terbetik di benaknya sama sekali. Sa-ma-se-ka-li! Sekarang?

"Dek! Mama kasih tahu. Kalau kamu nolak cowok kaya Evans, kamu benar-benar bodoh. Cowok kaya gimana lagi coba yang kamu inginkan? Evans itu sudah ganteng, dari keluarga baik-baik, berpendidikan, kaya lagi! Masa depanmu bakal terjamin. Secara bibit-bebet-bobot, Evans itu udah paling sempurna, Dek!"

Entah apa yang merasuki Mama, sampai sikapnya seperti orang yang kena pelet begitu di mata Shalu.

"Ta-tapi kan, aku dan Evans belum saling kenal, Ma. Belum saling ... saling suka. Ketemu aja belum pernah. Masa tiba-tiba mau tunangan terus nikah. Mana bisa?" Akhirnya Shalu membuka suara. Semua terasa tak masuk akal baginya.

Mama berdecak gemas, seperti ingin menerkam gadis itu. "Yang belum suka itu kamu, Dek! Evansnya suka sama kamu, rencana ini ya, yang minta Evans. Kalau soal suka, soal cinta itu gampang. Nanti bakal tumbuh sambil jalan. Yang penting Evans cinta sama kamu. Percaya sama Mama, mending hidup sama orang yang mencintai kamu ketimbang harus hidup sama orang yang kamu cintai."

Shalu mencebik. Dari mana Mama tahu Evans mencintainya?

"Eh, kamu malah ngejek Mama. Yang penting, secara finansial dia mapan. Kamu nggak perlu khawatirin apa-apa lagi kalau sama Evans," sambung sang Mama.

"Dih! Mama kok jadi matre gitu, sih. Aku ini cewek mandiri, setelah nikah pun aku nggak ngarepin sokongan suami," balas Shalu. Dia memang pendukung aliran non-diskriminasi gender garis keras.

"Kamu bilang Mama matre? Itu namanya realistis, Shalu! Mana ada orangtua yang pengin lihat anak gadisnya hidup sengsara. Sudah dirawat cantik-cantik sampai besar begini, eh seenaknya saja mau diajak susah sama lakinya.

Lagi pula, tanggung jawab setelah kamu jadi istri itu lebih banyak di rumah. Iya kamu bilang mandiri, itu kan kalau suamimu ngijinin kamu kerja. Kalau nggak? Paling nggak, kalau suamimu udah kaya, Mama nggak perlu khawatir meski kamu cuma di rumah saja setelah nikah."

Oke, percakapan ini nggak akan berujung kalau nggak segera dihentikan, batin Shalu. Pandangannya dan Mama soal perempuan mandiri memang berseberangan.

"Udah ah, Ma. Aku pikirin khotbah Mama sambil mandi." Akhirnya Shalu beranjak masuk rumah dengan santainya, membuat Mama geleng-geleng kepala.

==&==

Hayo loooh, apa kira-kira Shalu mau dijodohin sama Evans? Hmm, tunggu next part besok, ya! 😂

Makasih buat teman-teman yang udah bersedia baca, vote, dan komen. Ditunggu krisannya! ❤

Salam Spatula,

Ayu 😘

The Last Recipe (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang