Bab 30: Wedding Dress | 1

5.2K 422 51
                                    

Pernikahan bukan tujuan, ia adalah perjalanan.

(The Last Recipe)

Sebuah gaun pengantin konon memiliki filosofi. Dibuat secantik mungkin bukan hanya untuk menyempurnakan mempelai wanita di hari bahagianya. Bukan semata untuk menjadikannya perempuan paling cantik di dunia pada hari itu. Bukan pula untuk membuat terpana mempelai pria dan pasang-pasang mata tamu undangan. Gaun pengantin adalah simbol, bahwa setiap istri seyogyanya selalu tampil sempurna di hadapan suami. Adalah simbol, bahwa kecantikannya dipersembahkan bukan hanya di hari H saja, melainkan di hari-hari seterusnya juga. Gaun pengantin merupakan lambang kesempurnaan lahir batin seorang perempuan.

Shalu tersenyum-senyum sambil mematut diri di depan cermin. Dia teringat betul dengan kuliah singkat sang desainer tentang 'Filosofi Gaun Pengantin' yang diberikan pada Shalu saat pertemuan pertama.

"Saya selalu membuat gaun pengantin sesuai kebutuhan mempelai wanita, bukan hanya berdasar keinginannya. Ya kebutuhan tubuhnya, kebutuhan budaya, adat. Kecantikan pengantin di hari pernikahan bukan cuma berasal dari seberapa indah gaun yang dia pakai kan, Mbak? Rasa bahagia yang terpancar dari mata adalah kuncinya dan cinta adalah dasarnya. Semua pengantin wanita pasti akan sangat cantik ketika mereka bersanding dengan orang yang tepat dan dia cintai. Saya yakin Mbak Shalu pasti akan cantik sekali. Mas Evans dan Mbak Shalu ini sama-sama beruntungnya." Tutup sang desainer---yang meski berewokan tapi terlihat sedikit kemayu.

Shalu agak tercengang juga saat mendengar kalimat panjang nan bijaksana tersebut meluncur dari mulutnya. Shalu pikir desainer kepercayaan Tante Mira ini cuma bisa bercanda. Namun, mau tak mau dia harus mengucapkan beribu terima kasih pada pria kemayu itu. Lihat saja, malam ini gaunnya telah siap. Tanpa cacat. Begitu pas di badannya, begitu cantik, anggun, dan ah ... seksi. Pipi Shalu bersemu lagi.

Tadi sore Tante Mira menghubunginya supaya malam ini dia datang ke rumah. Asisten desainer akan membawa gaun pengantinnya ke rumah Tante untuk dilakukan fitting akhir. Shalu menyahut antusias. Tentu saja dia sudah tidak sabar untuk menjajal gaun impiannya.

Hari H tinggal lima belas hari lagi, Shalu! Dia mendengungkan kalimat itu untuk mempersiapkan hati dan mentalnya di sepanjang perjalanan menuju rumah Tante Mira. Evans tidak bisa menjemput karena sedang ada sedikit urusan bisnis yang harus diselesaikan di Merlion. Undangan sebagian besar sudah disebar dan minggu depan Shalu sudah harus menjalani berbagai prosesi jelang hari H. Saat memikirkan itu semua, Shalu selalu berdebar-debar dan ingin pipis. Apalagi setiap kali melihat Mama yang seperti orang linglung saking hectic-nya menyambut hari besar tersebut.

"Gimana, Mbak? Sudah pas atau ada yang perlu diperbaiki?" Suara asisten desainer---seorang wanita mungil berjilbab---mengagetkan Shalu.

"Oh-eh. Udah, Mbak, udah pas kok. Dan saya suka sekali. Wow, ini bener-bener gaun paling cantik yang pernah saya lihat!" Kedua Mata Shalu membulat memandangi pantulan bayangan gaun yang masih melekat di tubuhnya.

Si Mbak asisten tersenyum puas, tapi dalam hati membatin sebal. Gimana gaun ini nggak cantik, Maliiiiih? Harganya aja tiga puluh juta! Kalau buat bayar kontrakan gue bisa dapat tiga tahun tuh!

"Bisa minta tolong dipegangin ekornya, Mbak? Saya mau lihat seberapa panjang. Sama veil-nya, bisa tolong dipakaikan, Mbak?" Shalu berujar tak enak.

Mbak asisten dengan cekatan memasangkan veil berbahan dasar tulle sepanjang pinggang di kepala Shalu, lantas meregangkan ekor gaun seperti yang Shalu minta. Gadis itu berkaca-kaca. Perasaannya meledak-ledak menahan gejolak entah apa yang datang bergulung-gulung di hati. Wedding dress-nya berwarna mint green yang sangat soft, dengan perpaduan lace dan kain satin yang jatuh menawan.

The Last Recipe (Tamat)Where stories live. Discover now