Dua puluh sembilan : Hari yang berlanjut

846 30 1
                                    

Setelah dari panti mereka pergi ke taman karena Grea yang meminta, Grea memilih pergi ke taman yang memiliki danau tapi tempat seperti ini cukup jauh dari kota dan sebelumnya mereka juga sudah mampir ke swalayan untuk membeli makanan agar tidak kelaparan.

Grea tersenyum melihat danau di depannya masih sama. "Ini tempat satu-satunya yang punya kenangan indah di otak gue dan gue seneng tempat ini enggak berubah sama sekali sejak 6 tahun lalu." cerita Grea memandang ke depan sambil tersenyum.

Gavian yang mendengar itu tersenyum. "Jadi waktu ke taman hiburan kemarin sama gue elo gak seneng?" tanyanya berpura-pura marah.

"Oh itu. Ya gue juga seneng tapi tempat ini punya porsi tersendiri senengnya gue itu gimana." ujar Grea lalu duduk di atas rumput bersih.

Gavian juga ikut duduk lalu menyerahkan es krim yang Grea minta di swalayan tadi dan disambut gembira oleh cewek itu. "Va. Lo masih inget pernyataan gue terakhir kali?" tanya Gavian tiba-tiba mengganti topik.

Gavian tidak ingin menahannya lebih lama melihat Grea bersama Ben yang notabenenya adalah adik saja ia sudah kalang kabut dan fakta bahwa Ben juga akan menjadikan Grea sebagai pacar jika saja Grea bukan kakaknya juga sangat mengusiknya.

"Masih. Kenapa?" tanya Grea tapi matanya masih fokus melihat pemandangan yang terdapat di depannya.

"Masih berlaku Va dan pertanyaan gue juga masih sama. Lo mau jadi pacar gue? Maksud gue pacar beneran bukan kontrak Va." ujar Gavian menatap Grea.

Grea menghentikan kegiatan menikmati es krimnya. "Vian pertanyaan yang gue ajuin juga tetep sama. Apa yang lo suka dari gue? Apa yang lo liat dari gue sampai-sampai lo bisa suka sama gue beneran?" tanya Grea meneliti wajah cowok di depannya.

"Apa gue harus punya alasan untuk suka sama lo Va?" tanya Gavian balik.

"Bukan itu masalahnya."

"Jadi apa?" tanya Gavian.

"Vian, orang yang deket sama gue itu harus ada hubungan timbal baliknya ke gue. Gue sendiri juga enggak tau harus gimana Vian. Mungkin kalo lo tau gue yang sebenernya ini gimana lo bakal jijik ngeliat gue." ujar Grea menghentikan kegiatan menikmati es krimnya.

"Gue enggak peduli Va. Gue enggak peduli. Gue tunggu jawaban lo Va, gue akan tunggu jawaban elo." ujar Gavian.

✳✳✳

Grea sampai di rumah bersama Agra yang menjemputnya di dekat taman kota. Grea yang datang berada di punggung Agra mencuri perhatian Mike dan Rega yang sedang duduk di sofa ruang tamu.

"Kenapa Jane?" tanya Rega yang langsung berdiri menghampiri keduanya.

"Capek, lemes dan laper." ujarnya kepada Rega.

Agra yang sedang menggendongnya hanya geleng kepala mendengar itu. "Bandel sih, dibilangi belum pulih dan harus istirahat malah main-main sama cowok. Siapa tadi namanya? Gavian?" ujar Agra yang menggendong Grea ke arah dapur dan tentu saja diikuti Rega dan Mike.

"Memangnya lo mau dikirim lagi ke rumah sakit sama bos?" tanya Mike yang sudah membuatkan susu untuk Grea.

"Lagian siapa itu Gavian? Dia buta ya? Gak bisa bedain orang sakit sama enggak?" tanya Rega sewot yang sedang mengupas jeruk yang ada di meja makan.

"Kalo lo berdua liat cowok yang namanya Gavian itu, pasti bawaannya mau ngebunuh terus." ujar Agra yang sedang menyiapkan makanan untuk Grea.

GDove le storie prendono vita. Scoprilo ora