32

685 75 17
                                    

Pagi-pagi..selamat membaca..,

Plan sama sekali tidak bisa menahan tangisnya menyusuri lorong restauran tersebut. Ia tidak sanggup melihat semuanya. Satu-satunya tempat yang dituju Plan saat ini adalah pantai. Tempat abu keluarganya dan juga tempat yang sering Mean mengajaknya. Walaupun gelap dengan cuaca gerimis Plan tetap berlari kebibir pantai. Berteriak kencang. Memukul dadanya. Sesak. Tidak ada lagi yang tersisa. Harapannya musnah. Mengabu.

Seharusnya ia bahagia. Seharusnya senang sudah menepati janjinya. Satu-satunya kebahagiaan yang ingin dicapainya dalam hidup adalah kebahagiaan untuk Jiray. Namun kenapa semua itu sudah terwujud, sesuai rencana tapi hatinya tidak senang. Ada kekurangan dari kebahagiaan itu. Kebahagiaan yang tidak sempurna.

"kenapa? Kenapa?!!" ujar Plan putus asa lututnya jatuh diatas pasir tatapannya mengiba

Hal yang paling sakit untuknya adalah Mean. Laki-laki yang sudah begitu baik baginya. Memberi kepercayaan bahwa ia ada. Mencintainya namun harus ia tinggalkan demi laki-laki itu sendiri, jika mereka bersama akan lebih banyak yang terluka. Akan lebih banyak senyuman yang hilang.

Jadi sudah cukupkah ia yang pergi. Lalu semua orang akan bahagia. Akankah kesialan yang tante katakan akan ikut pergi bersama?

"pa ma..bawa aku bersamamu..aku tidak tidak sanggup melakukannya lagi. Tidak sangup! Aku membiarkan mereka bahagia bawa aku bersama...bawa aku!" Jeritan tangis seorang anak dibibir pantai seolah dikabul semesta yang ikut menangis. Hujan lebat menimpanya namun Plan tidak beranjak ia tidak merasakan apa-apa selain rasa sakit dihatinya.

Dilain tempat. Mean tidak juga menyematkan cincin itu. Menatap kearah undangan tidak ada wajah yang diharapkannya. Ia mulai khawatir Plan sama sekali tidak terlihat "dimana Plan?" tanyanya kemudian

"sematkan dulu cincinnya tidak usah memikirkan yang lain. Fakus ke pertunangan saja" ucap mamanya

"jadi mama terlibat?" melihat kearah mamanya "dimana Plan?" tanyanya kemudian pada orang didepannya namun orang didepannya menggeleng

"aku tidak bisa melanjutkan acara ini. Aku harus pergi" ucapnya. Cincin itu jatuh dari tangannya.

Tangannya dicegat oleh sang mama. Orang-orang mulai berbisik "Mean apa yang kau lakukan. Memalukan Jiray?" tanya tante

"tante aku mohon dimana Plan? Katakan padaku" Mean memohon hatinya kalut

"tunggu. Kenapa dengan Plan?" Jiray masih tidak mengerti apa yang tengah diributkan

"aku tidak tidak bisa menjelaskan sekarang tapi katakan padaku dimana Plan. Aku harus bertemu dengannya..ya.." ucap Mean

"tidak perlu! Anak itu sudah mendapatkan apa yang diinginkannya" ucap Mama Plan "kau tidak tahukan apa keinginannya? Keinginannya adalah kebahagiaan Jiray. Kebahagiaan Jiray adalah kau makanya dia mengunakan kau untuk mendapatkan keinginannya. Kau adalah alatnya!" Suara itu lantang

"tidak! Plan mencintaiku!" pekiknya "kenapa melampiaskan kesalahan orangtuanya dimasalalu padanya. Atas dasar apa dia harus mempertanggungjawabkannya? Dia hanya anak kecil yang tidak mengerti apa-apa yang dibebankan untuk kebahagiaan orang lain. Lalu bagaimana kebahagiaannya? Kalian ingin pertunangan, kalian bisa memakannya!" Mean melepaskan jasnya dan berlari keluar tidak peduli siapa yang mencegahnya.

Mean langsung berlari mengambil ponselnya dan menghubungi nomer Plan ia sangat cemas langkahnya terhenti berbalik nada dering yang familiar terdengar olehnya ia memperjelas "bagaimana ponsel ini ada disini?" tanya Mean cepat melihat kesekeliling dengan harapan melihat Plan namun tidak ada

"ponsel ini milik tamu yang datang setelah tuan. Apa teman tuan?" tanya orang penitipan

"lalu dimana orang itu?" Mean tidak menjawab tapi kembali bertanya

"tamu keluar sekitar satu jam yang lalu dengan terburu-buru dan mungkin ponselnya ketinggalan" jelasnya lagi

'tidak' ucap Mean mengambil ponsel itu kasar dan membawa kelobi langsung memesan taksi. Mean duduk dengan gelisah dimana sekiranya Plan berada dan menghubungi pihak asrama mengatakan Plan tidak ada disana jadi satu-satunya tempat tujuan Plan adalah disana.

Mean tidak tahu tiba-tiba nafasnya memburu sikap Plan waktu menghubunginya setelah berfikir terkesan aneh ia menghilang dan muncul seolah tidak terjadi apa-apa. Cerita kelinci dan kura-kura Mean memegang bandulnya apa Plan sudah merencanakan semua ini sejak pertama ia menceritakannya?

Mean mengingat kembali percakapannya tentang kelinci, maka Plan memutuskan untuk pergi kata-kata terakhir itu adalah kata-kata dari Plan sendiri padanya. Mean semakin khawatir.

"tidak Plan. Kau tidak akan meninggalkanku. Tunggu aku, aku akan menjemputmu" Mean gelisah mobil yang ditumpanginya tidak bergerak. Terjadi kemacetan. Mean memutuskan untuk keluar membiarkan dirinya kebasahan juga petir yang menggelegar ia tidak peduli saat ini yang terpenting adalah Plan. Harus segera menemukan pacarnya.

Tidak ada yang lewat jalan ditutup banyak orang berkerumunan "kenapa jalan ditutup?" tanya Mean pada petugas

"sedang terjadi badai hebat...terpaksa aktifitas kami hentikan dan mengungsi yang bertahan..." Mean tidak lagi mendengar penjelasan itu ia menerobos petugas tidak peduli apa yang terjadi ia harus menyelamatkan Plan. Plan disana pasti sedang ketakutan. Bayangan Plan menangis muncul begitu saja dibenak Mean.

Mean masih meronta melawan petugas yang menahannya "biarkan aku kesana. Seseorang butuh bantuanku" lirihnya seiring suaranya mengecil dan hilang kesadaran. Salah satu petugas terpaksa memukul pundaknya sebagai upaya penyelamatan

Badai semakin parah. Petugas harus mencegah untuk lebih banyak lagi korban.



Bersambung. ..

Badai akan berlalu...wkwkwk

MEANPLAN || ONE GIFTH✅Where stories live. Discover now