30. Perubahan

163 32 16
                                    

Fei kesal dengan Azka yang mengira bahwa ia kerasukan.

Bagaimana tidak? Pagi tadi Azka melakukan ritual-ritual bodoh seperti mencipratkan air yang sudah dibacakannya doa ke wajah Fei untuk menghilangkan roh yang membuat Fei mendadak berubah menjadi rajin. Untungnya tak ada yang melihat saat Azka melakukannya tadi pagi, kalau ada mereka pasti akan tertawa.

“Fei, gue kan udah minta maaf sama lo.” Azka mengejar Fei yang tadi langsung keluar kelas setelah bel istirahat berbunyi.

Fei tetap melanjutkan jalannya, tak peduli dengan Azka yang berusaha menggapai tangannya.

“Fei,” panggil Azka tapi tak dipedulikan oleh si empu nama.

Dicobanya sekali lagi meraih tangan Fei namun langsung ditepis olehnya sampai akhirnya Fei berhenti dan berbalik menghadap Azka.

“Lo kok ngeselin banget sih, Ka?!” Fei menaikkan nada suaranya. Beberapa siswa yang kebetulan lewat melirik ke arah mereka. Drama lagi, pikir mereka.

“Gue minta maaf, Fei,” sekali lagi Azka meminta maaf. Pandangannya menunduk kebawah.

“Emang lo salah apa jadi minta maaf?” Fei berkata sarkas.

Azka menaikkan pandangannya, menatap Fei yang menatapnya sinis.

“Gue ...” Azka memikirkan kata-kata yang pas, “gue minta maaf buat yang pagi tadi.”

“Oh, jadi lo ngerasa bersalah?”

“Iya, gue salah, gue minta maaf.”

Mau berapa kali lagi Azka meminta maaf pada Fei? Namun Fei sudah terlanjur kesal dengan Azka hari ini sehingga ia tak mau memaafkannya dengan mudah. Ia mau Azka berusaha untuk mendapatkan maafnya.

Itu maunya.

Tapi karena Fei ingin berubah, maka ia tidak boleh begitu. Karena itu, akhirnya ia memaafkan Azka.

“Iya, gue maafin,” kata Fei menurunkan suaranya, tersenyum.

Azka ikut tersenyum. Meraih tangan Fei yang kali ini tidak lagi ditepisnya dan mengajaknya ke kantin bersama. Sudah berapa menit mereka membuang waktu dengan acara meminta maaf tadi. Perut mereka tak bisa lebih lama lagi menunggu untuk diisi karena itu mereka segera melangkahkan kaki menuju kantin.

“Lo mau pesen apa, Fei?” tanya Azka.

Fei nampak berpikir sebentar kemudian ia segera menjawab, “gue mau bakso.”

Azka mengangguk.

“Ya udah, gue pesenin dulu ya,” katanya namun Fei menggeleng dan mengatakan bahwa ia yang akan memesannya dan Azka ia pinta mencarikan tempat duduk untuk mereka.

Tak lama kemudian, Fei datang dengan membawa nampan berisi bakso dan es jeruk. Azka tersenyum menyambutnya dan menarikan sebuah kursi untuk Fei duduk.

“Makasih,” kata Fei. Ia meletakkan nampannya dan mengambilkan semangkuk bakso untuk Azka.

“Thanks,” ucap Azka sambil tersenyum. Fei balas tersenyum kemudian mengangguk, mengambil semangkuk bakso untuk dirinya sendiri dan mulai melahapnya.

“Lo gak minta suapin, Fei?” tanya Azka.

Fei mendongakkan kepalanya, menggeleng.

Fei sangat berbeda, pikir Azka. Biasanya tanpa ditawari sekalipun Fei pasti akan merengek minta suapi olehnya. Fei tidak pernah mau ketika diminta untuk memesankan makan siang untuk mereka. Ia bahkan tidak pernah bergerak se-inchi pun dari tempatnya berdiri untuk mencarikan tempat duduk saat Azka memesankan mereka makan.

Tapi hari ini Fei menyuap makanannya sendiri. Fei yang memesankan mereka makan dan Azka yang mencarikan mereka tempat.

Harusnya Azka senang. Tapi kenapa ia merasa ada sesuatu yang kosong? Ada sesuatu yang hilang?

---

Well, finally aku maksain update!

Sebenarnya file nya tuh sudah ada, cuma aku gak mau update karena ceritanya belum selesai dilaptopku. Sedih aku tuh :(

Oke deh, jangan lupa di vote dan komen yah teman-teman :)

Salam Raisa :(

























Eh typo!

Salam Ranisa ;)

Change My Lazy Girl (Tamat)Where stories live. Discover now