23. Mei

214 36 19
                                    

Hari ini kelasnya sedang kosong.

Guru Fisika yang seharusnya sepuluh menit yang lalu masuk ke kelas masih belum menampakkan batang hidungnya sama sekali.

Kelas Fei mulai ricuh.

Jam kosong. Tidak ada tugas. Tidak ada perintah. Surga dunia  terindah bagi setiap murid 'teladan'.

"WOY WOY!" seru Rizal si biang ricuh memancing perhatian sembilan belas murid lainnya.

Fei menoleh sebentar kemudian menundukkan pandangan lagi. Ia tak tertarik dengan apapun yang dilakukan teman sekelasnya.

"Napa lo tereak-tereak? Fales tau nggak suara lo," ketus Marvel teman satu komplotan Rizal.

"Halah, bilang aja lo sirik sama gue karna semua cewek dikelas ini pada mandang gue. Iri tanda tak mampu, Vel," katanya percaya diri.

Sontak semua cewek dikelas mendelik menatap Rizal jijik.

"Sorry yah, Zal. Gue mah nggak level sama cewek-cewek disini," ada jeda sesaat, "gue itu levelnya sama cewek yang setingkat Selena Gomez atau paling gak sama Cinta Laura," curhatnya.

Plak!!

Sebuah buku dilempar tepat mengenai kepala Marvel.

Marvel menatap ke asal arah lemparan buku.

Sial, makinya. Lemparan itu berasal dari cewek-cewek dikelas yang sekarang sepertinya sudah berubah menjadi kyuubi ekor sembilan. Ada aura kemarahan disana.

"Lo bilang kita apa?" tanya Rachel, dia itu seperti leader bagi cewek-cewek yang satu geng dengannya. Banyak adik kelas yang takut dengannya, tapi menurut Fei, apa yang harus ditakutkan darinya? Toh dia jua manusia. Sama-sama bernapas menggunakan hidung.

Marvel gemetar melihat Rachel yang sedang menepuk-nepuk buku yang sudah digulungnya disebelah tangannya.

Cewek-cewek lain yang berdiri disampingnya Rachel hanya tertawa cekikikan melihat Marvel.

"Ampun, Hel. Gue gak maksud ngatain kalian kok," Marvel menangkupkan kedua tangannya memohon maaf pada Rachel.

Dalam hati, Fei mengatai Marvel banci karena takut pada Rachel padahal baru digertak sedikit saja. Tapi ya sudahlah, ia terlalu malas untuk peduli.

Marvel melirik Rizal meminta bantuan.

Rizal tersenyum sarkas sambil menggendikkan bahunya.

Sial, mampus sudah Marvel hari ini.

Marvel sudah pasrah, sampai akhirnya sebuah tangan menyentuh pundaknya.

Marvel melirik pemilik tangan tersebut. Azka.

Azka menoleh, menatap kerumunan cewek yang memperhatikannya dengan seksama.

"Tadi kayaknya Marvel bercanda doang. Tolong maafin dia yah," Katanya sambil tersenyum.

Dalam hati Fei mendecih. Azka bersikap sok pahlawan.

“Eh, enggak apa-apa kok, Azka,” Adila cewek berambut panjang itu terpana melihat senyuman Azka.

Fei tahu, semua siswi dikelas ini menyukai Azka. Kecuali dirinya, tentunya.

"Iya, gapapa kok, Azka," Rachel ikut-ikutan. Senyuman tak lekang dari bibirnya selama ia menatap Azka.

Dari semua siswi yang menyukai Azka dikelas ini, Rachel yang paling nampak rasa sukanya.

Dan tentu saja, Rachel sangat tidak menyukai Fei karena ia merasa Fei adalah penghalangnya untuk mendapatkan Azka.

Azka tersenyum lalu berkata, "hmm, kalo gitu gue anggap selesai yah," katanya lalu meninggalkan Marvel yang masih menatapnya dengan tatapan penuh ungkapan terima kasih.

Pandangan Marvel mengikuti setiap langkah kembali Azka pergi. Bahkan kerumunan cewek itu juga mengikutinya.

Namun mereka hanya bisa menelan kecewa, karena tentu saja tempat tujuan Azka adalah tempat Fei. Memang siapa lagi dikelas ini yang paling dekat dengan Azka selain Fei.

Seluruh cewek dikelas itu iri dengan Fei.

Mereka ingin berada ditempat Fei.

Mereka ingin memiliki Azka untuk diri mereka sendiri.

Fei mengetahui itu. Ia bisa mengetahuinya hanya dengan melihat tatapan mata mereka saat mereka melihat Fei. Bukankah manusia itu sifatnya gampang dibaca? Kalian hanya perlu lebih banyak belajar tentang itu dan kalian akan memahaminya.

"Eh, ada pahlawan kesiangan ternyata disini," sarkas Fei ketika Azka duduk disampingnya dibangku Olive.

Azka menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tertawa kecil kemudian berkata, "yaa gue gak tega Fei liat Marvel ketakutan gitu ngadepin cewek yang mau ngamuk."

"Haha," Fei tertawa hambar. "Coba aja Lo ngelakuin itu buat Mei, Ka," sambungnya. Matanya menerawang.

Azka terkesiap. Sudah lama ia tak mendengar nama itu keluar dari bibir Fei.

"Hmm, Mei? Gue gak yakin bisa ngelindungin dia." Fei menoleh, menatap Azka yang tersenyum hambar. "Tapi gue yakin, gue selalu bisa ngelindungin Lo, Fei," lanjutnya. Ia mengacak-acak rambut Fei gemas. Tak pernah sekalipun berpikir untuk membiarkan Fei lepas dari dirinya. Ia begitu menyayangi Fei.

---

Gaes ... aku punya pengumuman penting ... Bahwa mulai Senin 190819 aku kayaknya mulai aktif kuliah, wkwk. Maklum aku Maba jadi masih belum tau penuh dunia perkuliahan itu gimana, wkwk. Jadi masih gak tau bakal sibuk atau enggak.

Yang pasti yah, mulai besok itu aku punya acara di kampus. Jadi ... Aku bakal makin jarang update Fei, huhu sedih.

"Woy, Ranisa, gue tabok online lo kalo jarang update cerita gue."

Doakan saja yang terbaik buatku. Doakan juga cerita ini tamat akhir tahun nanti.

Salam Ranisa :)

Part ini buat temen aku 130819

Change My Lazy Girl (Tamat)Where stories live. Discover now