Awal Luka

3.7K 211 12
                                    

Ada sakit yang terlihat. Ada sakit yang tak kasat mata.
Luka yang tak kasat mata, biasanya jauh lebih susah disembuhkan, karena obatnya pun tak kasat mata. Susah ditemukan...



°°°°°°


Lama kupandangi foto di tanganku. Fotoku bersama Mama dan Papa sewaktu mereka masih hidup. Foto yang diambil saat aku masih berusia delapan tahun. Foto yang menjadi bukti, bahwa kami pernah bahagia bersama. Setidaknya, itu dulu, karena sekarang tinggal aku sendiri dan sama sekali tak bahagia. Mama dan Papa rupanya menyerah dan memilih pergi meninggalkanku dalam marah sekaligus rindu.

Jika ada yang bertanya apakah aku menyayangi mereka, maka jawabannya sudah pasti, mereka orangtuaku dan hanya mereka orang yang tulus yang kupunya. Tapi, jika ada yang mengatakan aku benci pada mereka, itu juga benar, aku benci dengan- bagaimana mereka tega meninggalkanku sendirian, tanpa siapa-siapa, tanpa apa-apa. Membuatku harus menghadapi kejamnya hidup sendirian. Tanpa ada yang bisa kujadikan pegangan kala terpuruk. Tanpa ada lagi yang akan mendengar kisah sedihku. Ya, aku benci semua itu.

Akan tetapi, seiring bergulirnya waktu. Setelah beberapa kali musim berganti, rasa benci itu mulai menguar. Berganti rindu yang datang bagaikan tetes hujan di bulan Desember. Deras tak terbendung. Mengubah benci menjadi rindu dan rindu menjadi sakit.

Entah sudah berapa banyak tetes air mata yang aku keluarkan demi memandangi foto kami. Foto yang tidak hanya menghadirkan rindu, tapi juga semua kenangan. Semakin lama kupandangi, semakin kuat pula kenangan itu menyerang. Hingga rasa rindu itu semakin tajam menggores hati.

Sakit!

Sakit mengingat semuanya.

Sakit, saat melihat tubuh Papa yang tergantung kaku di belakang rumah. Sakit, saat dihina, dicaci hanya karena jatuh miskin. Sakit, saat difitnah merayu guru, hanya karena nilaiku selalu yang tertinggi. Sakit ketika hartaku yang paling berharga direnggut paksa oleh manusia brengsek yang membuat hidupku berantakan. Sakit, melihat Mama tak kuat lagi menahan perihnya hidup hingga enggan bangun dari tidurnya.

Sakit ... sampai rasanya aku bisa mati tanpa perlu mencelakai diri, hanya dengan mengingat semuanya.

Bila sudah begini, masihkah kalian akan memintaku untuk bersabar?

_____________

Cerita ini agak berat.. buat aku yang nulis sih, buat kalian mah ringan aja orang tinggal baca.. hehe

Yang berat mungkin klik vote sama nulis komennya yak😂

Jangan berat-beratlah, enteng banget kok

Tinggal klik

Gratis

Senin, 21 Desember 2020


Maaf Untuk LukaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora