chapter 27 : leave the cellphone

82 18 2
                                    

-Corbyn POV-

Aku menatap lurus jalanan yang penuh sesak di hadapanku. Pikiran untuk kembali dan membatalkan janji yang sudah kubuat sempat terlintas di dalam pikiranku. Tetapi aku kembali meyakinkan diri untuk terlebih dahulu melaksanakan niatku, terlebih lagi jika hal tersebut didukung perjanjianku bersama Daniel. Setelah itu baru aku bisa bertemu dengan Carissa di tempat Silena.

Sekarang, tepat satu hari setelah aku berbicara dengan Daniel, aku memutuskan untuk bertemu dengan Tori dan menyelesaikan semua masalah kecil yang mengganjal di hatiku. Selain agar masalah ini cepat selesai, seingatku besok Tori harus kembali melanjutkan tournya. Aku tidak bisa menyia-nyiakan waktu lagi.

Alasan lain yang lebih mendorong niatku adalah fakta bahwa aku akan pergi ke rumah Silena untuk menonton premiere filmnya dan aku akan bertemu dengan Carissa di sana. Silena meneleponku kemarin untuk memberitahuku bahwa film yang kami buat telah selesai sepenuhnya dan ia memiliki ide untuk mengadakan semacam premiere. Hal itu awalnya tidak membuatku tertarik sama sekali, sampai ia bilang kalau dirinya akan mengundang semua yang terlibat. Barulah saat itu aku menyetujui untuk datang.

Aku punya kesempatan untuk bertemu Carissa dan berpikir untuk menyelesaikan masalahku dengannya juga. Aku tidak bisa menunda lebih lama lagi.

Sampai di tempat yang kujanjikan, aku memarkirkan mobilku. Aku tidak melihatnya di duduk di luar kedai kopi, kuasumsikan kalau ia belum datang. Aku mematikan mesin mobil dan segera turun menuju ke dalam kedai untuk mengantri dan memesan.

Setelah mendapatkan segelas minuman di masing-masing tanganku, aku menempatkan diriku di tempat duduk tepat di sebelah jendela. Lagi-lagi aku memikirkan Carissa. Mengkhawatirkan dan bertanya-tanya tentang apa yang sedang ia lakukan sepertinya ini akan menjadi rutinitas baruku mulai sekarang. Pikiran itu selalu muncul entah dari mana asalnya.

Aku merogoh saku celana jeansku untuk mencari ponsel. Setelah memutuskan kalau aku harus berhenti memikirkan Carissa dan lebih baik segera menghubunginya. Tetapi ponselku tidak ada di sana, sepertinya aku meninggalkannya di rumah.

Lebih dari 15 menit aku menghabiskan waktuku hanya dengan memikirkan sesuatu yang berhubungan dengan Carissa mulai dari A sampai Z. Aku sudah menghabiskan setengah bagian kopiku dan Tori belum juga datang. Mungkinkah ia melupakan janjinya?

Sebaiknya tidak.

Sebuah sling bag mendarat di meja dengan tangan seorang wanita bercat kuku biru muda di atasnya, Tori. Ia duduk di hadapanku, napasnya sedikit memburu. "Kau sudah lama menungguku?" ia bertanya. "Maaf, kukira aku akan sampai dalam 15 menit. Tetapi ternyata jalanan sangat macet. Aku jadi sampai 2 kali lipat lebih lama dari waktu yang kuperkirakan."

"Aku belum lama."

Ia mengulas sebuah senyuman. "Apa kabar?" sapanya.

"I'm well. You are?"

"Me too," balasnya lantas menyeruput kopi dalam gelas. "Kau tahu, ketika kau memintaku datang ke sini aku sedikit—um..."

Aku tersenyum. "Aku juga terkejut kau menyetujuinya dan datang ke sini," jawabku. "Kupikir kau tidak akan datang."

"Aku sudah menyetujuinya, mana mungkin aku tidak akan datang."

Aku tersenyum, lagi.

Ia meminum kopinya lagi. "Apa yang ingin um... kau bicarakan?"

"Aku tidak yakin, sebenarnya," kataku jujur. "Hanya saja, aku—"

"It's not about getting back together, isn't it?"

"No, of course it's not." Aku sudah menyadari dan hampir merasa yakin kalau perasaanku untuk Tori mulai memudar sejak Carissa datang ke Princeton.

Falling in Your Lies • why don't we [✔]Where stories live. Discover now