chapter 2 : a little tour

238 49 38
                                    

-Carissa POV-

Sebuah pelukan hangat segera datang sesaat setelah Aunt Keri tiba di rumah. "Astaga, lihat dirimu sekarang!" Aunt Keri melepaskan pelukannya padaku, tangannya masih memegangi kedua sisi bahuku. "Aku bahkan mengenalmu sejak kau masih dalam perut ibumu."

Aku tertawa. "Senang bisa bertemu denganmu lagi, Aunt."

"Bagaimana perjalananmu?" tanyanya.

"Aku tertidur di mobil dalam perjalanan menuju ke sini," jawabku. "Kupikir itu artinya perjalanananku cukup melelahkan."

"Baiklah," gumamnya. "Sekarang lebih baik kita makan malam supaya kau bisa segera beristirahat di kamarmu. Aku membeli sesuatu di perjalanan pulang."

Aku mengangguk kemudian mengikutinya ke dapur untuk membantunya menyiapkan pasta yang ia beli. Aunt Keri tidak berhenti bicara selama kami menyiapkan makan malamnya. Ia menceritakan banyak hal padaku, mulai dari ayahnya Daniel yang sedang pergi ke luar kota untuk menyelesaikan pekerjaannya dan baru akan pulang esok hari sampai kilas balik masa kecilku bersama Daniel.

Aku bahkan sampai merasa kalau aku sedang mengobrol di rumah bersama ibuku karena ia masih sehangat Aunt Keri dalam ingatanku.

Sementara kami menyiapkan makanan, Daniel duduk di meja makan sambil memainkan ponselnya. Ia berkali-kali memberikan komentar dan melarang ibunya menceritakan sesuatu tentang dirinya padaku. Tetapi hal tersebut sama sekali tidak digubris Aunt Keri, aku tetap mendengar ceritanya. Sebaiknya, Daniel berpura-pura tidak mendengar ceritanya.

Meskipun kami hanya makan malam bertiga di ruang makan, kehangatan yang terasa tidak berkurang sedikitpun. Mungkin perpisahan selama delapan tahun membuat kami memiliki banyak hal untuk dibagikan.

Selesai makan, aku merapikan meja makan sementara Aunt Keri mencuci piring. Kemudian aku pergi ke kamar yang mereka siapkan untukku di lantai dua, tepat di seberang kamar Daniel.

Sebenarnya, aku merasa tidak enak karena aku harus tinggal di sini selama melakukan proyekku. Tadinya, aku berencana menginap di sini seminggu saja. Lalu setelahnya aku akan menginap di frat house yang di sewa rekan-rekan satu timku. Tetapi ayahku tidak menyetujuinya. Ia bahkan menghubungi Paman Jeff lebih dulu dan mengatakan kalau aku akan tinggal di rumahnya sampai proyekku selesai.

Aku duduk bersandar pada headboard di tempat tidur dan menyalakan kameraku untuk melihat beberapa hasil jepretanku sebelum pergi ke New Jersey. Mulai bosan, aku duduk di depan meja rias dan menyalakan macbook milikku, diam-diam mulai membaca e-mail lamaku bersama Daniel. Bibirku mulai membentuk sebuah senyuman ketika membacanya kembali.

Ia mengenaliku, senyumanku semakin lebar mengingat pertemuan kami di bandara. Binar dari mata birunya membuat rinduku terobati.

Bagaimana mungkin berkirim pesan melalui e-mail bisa membuat seseorang menaruh hati pada lawan bicaranya? pikirku.

"Coba tebak siapa yang sedang tersenyum sendiri," bayangan Daniel dalam cermin jelas menunjukkan bahwa ia berjalan ke arahku.

Aku terperanjat dari kursiku dan segera menutup rapat layar macbookku.

Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menanggapi cengiran yang kutunjukkan.

"Kenapa kau tidak mengetuk?" tanyaku cepat.

"Aku mengetuk berkali-kali, Carissa," balasnya. "Tapi kau tidak menyahut. Aku takut kau ketiduran atau semacamnya, jadi aku masuk."

"Maaf," gumamku.

"Apa yang sedang kau lakukan sampai kau tidak mendengarku mengetuk pintunya?" ia menempatkan dirinya di tepi  tempat tidur.

Aku menggeleng cepat. "Tidak ada."

Falling in Your Lies • why don't we [✔]Where stories live. Discover now