chapter 10 : sweet weekend, at least

149 21 8
                                    

-Carissa POV-

Aku mengeratkan kembali cardigan yang kukenakan sebelum memutuskan untuk duduk di teras. Menghadap pantai tempatku mengabiskan waktu siang tadi. Suara deburan ombak yang terdengar samar-samar memenuhi pendengaranku. Menemaniku larut dalam pikiran.

Hariku tidak berjalan baik-baik saja hari ini. Terlebih setelah Daniel mengacuhkanku karena—aku tidak tahu apa sebabnya. Aku kesal padanya, ya. Aku kesal pada Drew. Aku tidak tahu mengapa aku kesal pada semua orang hari ini.

Kupikir akhir pekanku akan menjadi momen terbaikku bersama Daniel, namun ternyata tidak. Aku tidak tahu siapa yang harus disalahkan.

Lagi, cara Corbyn mengetahui kalau aku tidak suka karamel terus mendesak pikiranku. Aku sudah mengatakan pada diriku sendiri, kalau Corbyn mungkin mengetahuinya dari Daniel dan memerintahkan pikiranku untuk berhenti memikirkannya.

Namun pertanyaan-pertanyaan lain seperti: mengapa Daniel memberitahu Corbyn soal itu, bagaimana Daniel memberitahu Corbyn, dan apa yang menyebabkan Daniel memberitahu Corbyn ikut mendesak pikiranku setelahnya. Terlalu banyak pertanyaan dari jawaban yang kuberikan untuk diriku sendiri.

Aku harus memikirkan hal lain yang lebih penting, yaitu cara agar aku bisa kembali berdamai dengan Daniel. Meskipun masing-masing dari kami tidak ada yang menyatakan kekesalannya apalagi saling membentak, aku tahu kami tidak dalam keadaan seperti biasanya. Kami tidak bicara.

Tangan seseorang yang sudah sangat kentara kukenal menyodorkan sebuah mug berisi potongan lemon dan teh yang masih berasap dari arah belakang. Aku menerimanya.

Yang tidak kulihat sebelumnya, ia membawa sebuah gitar di tangannya. Ia berjalan melewatiku dan duduk di sebelahku. Seketika, banyak pertanyaan memenuhi benakku. Aku ingin berteriak dan menanyakan padanya satu persatu. Tapi alih-alih melakukan itu semua, aku hanya diam. Bahkan aku tidak diberi keberanian untuk menatapnya.

"Sorry, Carissa. I don't know what I did," ia memulai.

Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan, aku tidak membalas.

"Aku jengkel," ia memberitahu. "Aku kesal karena aktingmu dan Corbyn terlihat sangat nyata."

"Daniel, tapi itu hanya—"

Ia menghela napas. "Aku tahu, Carissa. Maafkan aku."

Aku mengangguk. "You're not the only one who made mistake. I'm ruin it too. Sorry," jelasku. "Seharusnya aku tidak menggunakan Corbyn untuk membuatmu jealous, sorry."

"Ya, kurasa, kau tidak akan melakukan itu seandainya aku tidak memulai dengan menggunakan Drew."

Aku menaruh mug yang Daniel berikan. "You did that too?"

"Thought you already know that."

"No, i didn't," kekehku.

Daniel tidak membalas, ia hanya menatapku seraya merentangkan tangannya. Sesuatu yang sudah kutunggu sejak tadi. Aku berakhir dalam dekapannya.

"Sorry, hun," ia mengusap kepalaku. "I"

"Oh, shut up!" selaku parau dan teredam pelukannya. Aku tidak tahu sejak kapan air mataku sudah berkumpul di pelupuk mataku. Aku hanya senang, terlalu senang.

Aku menyesal tidak melakukan ini sejak awal. Aku menyesal aku menggunakan Corbyn untuk membuat Daniel cemburu alih-alih membicarakan ini dengannya. Andai aku melakukan hal ini sejak tadi, akhir pekanku pasti berjalan mulus. Aku pasti punya lebih banyak waktu untuk dihabiskan dengannya.

Falling in Your Lies • why don't we [✔]Where stories live. Discover now