51.

2.7K 251 12
                                    

Happy Reading & Enjoy All

Marcell mengelus tangan kanan Tatiana yang masih tergeletak tanpa daya di sisi tubuhnya. Dengan lembut dia mengaitkan jemari mereka. Melihat tangan mereka yang bertautan seperti ini membuat hati Marcell mencelos. Dia rindu dengan si pemilik tangan yang saat ini belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar meski sudah delapan hari berlalu.

Dalam delapan hari ini, setiap pagi Tatiana akan dikunjungi oleh Bobby Aruan, lalu siang harinya Tatiana akan dikunjungi oleh adiknya yang tersayang, dan di sore harinya dia akan dikunjungi oleh pria yang mencintainya, Marcell. Ketiganya sepakat melakukan ini agar Tatiana merasakan kalau dia tidak sendirian dan ada orang-orang yang menunggu kesadarannya. Mereka ingin Tatiana segera sadar. Tapi hasilnya tetap nihil. Tatiana masih enggan bangun meski ketiga orang penting dalam hidupnya terus berada di sisinya. Dia seperti ingin memberikan pelajaran bagi orang-orang yang sudah menyakitinya untuk menunjukkan kalau dirinya penting.

Apakah aku juga termasuk orang-orang yang pernah menyakitinya? Pikir Marcell karena Tatiana tak merespon meski setiap sore selama delapan hari ini dia terus berada di sisi perempuan itu. Bobby Aruan dan juga Taliana memang telah menyakitinya, tapi Marcell tidak merasa pernah melakukan sesuatu yang menyakiti perempuan itu. Justru sebaliknya, dia berusaha membantu Tatiana untuk melawan ketidakadilan yang diciptakan oleh Papanya. Tapi kenapa Tatiana tidak bergeming saat dirinya ada di sisi perempuan itu? Ini menunjukkan seolah-olah Marcell sudah melakukan kesalahan besar padanya.

Atau bisa jadi karena dirimu tidak terlalu berharga, Marcel, batin Marcell menyimpulkan. Marcell tersenyum miris memikirkan dugaan itu. Marcell mengingat-ingat hal manis apa saja yang sudah dia lakukan dan bisa meninggalkan kesan bagi perempuan. Dan setelah merenung beberapa detik, Marcell sadar kenapa batinnya berspekulasi seperti itu.

Kenyataannya memang Marcell tidak pernah meninggalkan kesan mendalam bagi Tatiana. Meski dia mengaku mencintai Tatiana, tapi nyatanya dia tidak pernah menunjukkan betapa dia mencintai perempuan itu. Mereka tidak pernah melakukan hal romantis. Bahkan berjalan sambil bergandengan tangan pun jarang mereka lakukan. Pantas saja kau dianggap tidak begitu berarti, benak Marcell menertawainya.

Ditatapnya tangan mereka yang masih bertaut. Dalam hatinya Marcell merapalkan doa-doa untuk Tatiana agar segera bangun. Dia ingin Tatiana sehat dan kembali ke pelukannya. Dia benar-benar akan menebus semua hal yang sudah terlewati. Dia ingin menjadi berharga untuk Tatiana.

Dan seolah semesta mendukung, Tatiana membuka mata untuk pertama kalinya setelah delapan hari terbaring koma.

***

Dua hari kemudian.

"Taliana..."

Marcell dan Bobby Aruan langsung berpandangan mendengar satu nama yang keluar dari mulut Tatiana untuk pertama kalinya. Meskipun sudah bangun dari komanya, nyatanya Tatiana belum sepenuhnya baik. Perempuan itu masih antara sadar dan tidak yang membuatnya lebih banyak istirahat daripada mengobrol dengan siapapun. Bobby kadang khawatir, tapi melihat perkembangan putrinya yang semakin membaik membuatnya lega. Bahkan hari ini putrinya sudah bisa berbicara lagi.

Tapi masalah baru muncul lagi, Tatiana menanyakan adiknya. Taliana baik-baik saja, tapi masalahnya adalah Taliana tidak mau bertemu dengan Tatiana. Bukan karena Taliana masih membenci kakaknya, tapi dia malu untuk menemui kakaknya setelah semua keburukannya.

"Taliana baik-baik saja, Tatiana. Iya kan, Om?"

Marcell melempar sebuah pernyataan pada Bobby Aruan agar Tatiana yakin. Dengan cepat Bobby mengangguk membenarkan.

"Taliana baik-baik saja, nak. Dia juga pasien, jadi dia masih perlu banyak istirahat di ruangannya. Setelah dokter mengizinkannya, dia pasti datang untuk menjenguk kamu."

"Dia ada di luar," kata Tatiana sambil menunjuk pintu ruang perawatannya yang memang terbuka.

Marcell dan Bobby berpandangan tidak yakin. Tanpa banyak berfikir Marcell langsung mengambil langkah untuk memeriksa kebenarannya. Dan rupanya memang benar. Taliana memang ada di luar ruang perawatan Tatiana dengan wajah sembab. Marcell tidak menduga karena Taliana tetap datang meski tadi mengatakan tidak mau datang.

"Taliana, ayo masuk. Tatiana mencari lo."

"Tapi, Marcell—"

"Please, Taliana, jangan kayak gini. Keadaan Tatiana bisa memburuk kalo lo nggak mau ketemu dia padahal dia lihat lo ada di luar ruangannya." Ujar Marcell dengan nada jengkel. "Kalo lo memang nggak mau mengunjungi dia ya lo nggak perlu ada di luar ruangan dia kayak gini. Kita bisa nge-handle sampe keadaan dia membaik. Tapi lo dateng dan membuat dia melihat lo ada di luar. Dia bakal kepikiran kalo lo nggak masuk, jadi lo harus masuk sekarang juga." Tegas Marcell yang cukup membuat Taliana tersentil.

Taliana menampilkan batang hidungnya setelah sekian lama memilih duduk dan menangis di luar ruang perawatan kakaknya. Dia tidak bisa menemui kakaknya setelah semua hal buruk yang dia lakukan pada kakaknya. Taliana terlalu takut dengan reaksi kakaknya setelah melihatnya. Tapi kenyataannya kakaknya menyambut dengan ekspresi yang baik. Bahkan kakaknya tersenyum lebar.

"Hai..."

Air mata Taliana langsung tumpah lagi mendengar kakaknya menyapa dengan hangat seperti ini. Dulu dia tidak punya kesempatan untuk membalas sapaan kakaknya, tapi kali ini dia tidak akan melewatkannya lagi.

"Hai, kak..." jawab Taliana disela-sela isakannya. Dia tersenyum karena berhasil mengatakannya. Dia melihat kakaknya mengulurkan tangannya. Taliana langsung paham dan mendekat. Dia meraih uluran kakaknya untuk pertama kalinya sejak identitasnya terkuak.

"Kamu baik-baik saja, kan?"

Tangisan Taliana semakin deras mendengar pertanyaan tersebut. Tentu saja dirinya baik-baik saja. Bahkan hanya selang sehari dari kecelakaan dan dia sudah siuman. Semua ini berkat kakaknya yang sudah melindunginya dengan baik, seperti janjinya.

"Maafkan aku, kak, maafkan aku..." kata Taliana sambil meremas tangan kakaknya dengan lembut. Dan Tatiana tersenyum. "Aku salah. Aku bodoh banget kemaren. Bukan, bahkan sepuluh tahun ini aku bodoh banget karena membenci kakak sampe seperti itu. Maafkan aku, kak."

"Kakak yang seharusnya minta maaf, Taliana. Maaf karena nggak bisa menjaga kamu dan kamu menderita seperti itu. Kakak bener-bener bukan kakak yang baik."

Taliana menggeleng keras. Kakaknya mengorbankan dirinya, jadi bagaimana mungkin kakaknya bukan kakak yang baik? Kakaknya adalah kakak yang paling baik. Taliana saja yang bodoh dan terlambat menyadarinya.

"Percaya padaku, kak, kamu adalah kakak yang terbaik. Mama pasti bangga banget sama kakak."

Mendengar perkataan adiknya, Tatiana tersenyum semakin lebar. Fakta bahwa semuanya membaik membuat senyum Tatiana mengembang dengan sempurna. Pengorbanannya tidak sia-sia.

"Kapanpun dan apapun keadaannya, please, jangan benci kakak, Taliana. Jangan buat kakak merasa malu untuk bertemu Mama di surga sana karena gagal menjaga hubungan kita. Percayalah, kakak benar-benar akan melakukan apapun demi kamu. Apapun."

Taliana mengangguk cepat. Tanpa perlu ditegaskan dua kali, dia mempercayai kakaknya. Amat sangat mempercayai kakaknya.

"Nggak akan, kak. Aku janji itu nggak akan pernah terjadi."

TBC

Ku terharu sendiri dengan part ini :)

Semoga suka. Jangan lupa vote dan komennya. See you :)

26 Oktober 2019 (Hari yang bersejarah ^_^)

Losing You | #1 Twins SeriesWhere stories live. Discover now