31. Kebencian

3.8K 256 9
                                    

Happy Reading & Enjoy All

Taliana meneguk minumannya dengan santai. Kepalanya terdongak dan helaan nafas pelan terdengar. Kenangan masa lalu menyeruak. Selalu seperti ini. Ketika dia sendirian dia akan teringat dengan masa lalunya yang begitu pahit. Taliana membenci ingatan ini, tapi dia tak punya pilihan selain menerimanya sebagai anugerah yang akan terus mengingatkannya pada dendamnya.

Sepuluh tahun lalu begitu mengerikan bagi Taliana. Dia kehilangan semuanya di hari itu. Bahkan saudara kembarnya yang selalu ada juga meninggalkannya. Dia disiksa sendirian. Dia terluka parah dan tidak ada yang menolongnya. Taliana masih ingat dengan jelas bagaimana sakitnya kaki dan tubuhnya kala memaksakan diri untuk kabur.

Sepuluh tahun sudah berlalu tapi rasa sakitnya masih terasa sampai detik ini. Bahkan pengkhianatan Tatiana, kakaknya, masih terasa menyesakkan dadanya. Taliana menggeleng untuk menepis semua kenangan buruk itu. Aku tidak akan memaafkan dia, tekad Taliana dengan disaksikan oleh Elena sesaat setelah dia tahu semua kebenaran itu.

***

"Lo apa-apaan sih kok pake nelpon-nelpon Marcell dan ngasih tahu gue di sini? Lo nyebelin banget sih!" Tatiana tampak terombang-ambing, antara marah atau malah bersyukur dengan keputusan Johanna yang seenaknya memberitahu keberadaannya di club ini.

"Marcell ngehubungin gue, ya gue jawab jujur dong. Lagian dia ngehubungin lo tapi nggak lo angkat." Jawab Johanna tanpa merasa bersalah sedikitpun. Dengan cuek dia mencomot buah segar yang disajikan bartender dan memakannya.

Tatiana memutar bola matanya dengan jengkel. "Justru karena itu gue nggak ngangkat panggilan dia. Gue nggak mau kalo dia tahu gue di sini." Sungut Tatiana. "Lagian ngapain juga lo sama Marcell tukeran kontak? Nggak penting banget sih."

"Lo marahan sama Marcell? Gue pikir kalian baik-baik aja karena baru beberapa hari kemaren gue liat foto lo sama Marcell jadi trending di internet."

"Nggak kok," kilah Tatiana dengan hati-hati. Mengingat fotonya dan Marcell jadi trending memang menyenangkan, tapi mengingat Marcell yang menyerah beberapa jam setelah foto itu diambil cukup menyakitkan. Walau Marcell sudah berfikir ulang untuk menolongnya lagi, tapi mengingat pria itu hampir menyerah membuat Tatiana terluka. Separah itukah kondisinya sampai pria yang sebelumnya begitu percaya diri bisa menolongnya memilih mundur?

Ekspresi Johanna melembut saat melihat ketegangan di wajah sahabatnya. "Semuanya nggak baik-baik aja, kan? Pasti sesuatu yang buruk terjadi makanya lo sampe pengen clubbing bareng gue."

"Nggak pernah ada hal baik yang terjadi pada gue, Jo. Dan gue udah terbiasa untuk semua itu. It's fine." Tatiana tidak sanggup menatap mata sahabatnya. Diraihnya minuman beralkohol yang ada di depannya dan dia minum dengan sekali teguk. Alkohol memang tidak menyelesaikan masalahnya, tapi Tatiana suka dengan sensasi setelah dia meminumnya. Tatiana merasa tubuhnya sangat ringan, seolah-olah semua bebannya terangkat.

"Marcell nelpon lo lagi tuh," Celetuk Johanna yang membuat perasaan ringan Tatiana lenyap seketika. Dengan merengut dia melihat ponselnya. Dia tidak berniat mengangkatnya. "Mending lo angkat sebelum dia nelpon gue lagi. Gue bener-bener nggak suka ditelpon sama cowok lo itu."

Tatiana berdecak sebelum meraih ponselnya. Dia bangun untuk mencari spot yang nyaman untuk mengangkat telepon. Ketika akhirnya dia mengangkat telepon, yang dia dengar pertama kali adalah omelan pria itu. Tatiana merengut.

"Apaan sih, gue udah biasa juga kayak gini."

"Lo dimana, Tatiana?"

"Lo udah dikasih tahu Johanna, kan? Lo pasti tahu gue di mana." Tatiana tetap kekeuh tak mau berbaik hati memberitahukan posisinya secara langsung.

"Iya, gue tahu club mana. Yang gue tanyain sekarang, posisi lo di mana? Club ini luas, Tatiana. Jangan sampe gue buang-buang tenaga buat nyariin lo."

"Gue di—" Mata Tatiana terpaku pada satu objek. Dia mengabaikan kemarahan Marcell di seberang sana yang menunggu-nunggu jawabannya. Tatiana mengerjapkan matanya untuk memastikan penglihatannya tidak salah. "Taliana..." gumamnya dengan tak percaya.

Tatiana sempat berfikir kalau ini mungkin efek minuman beralkohol yang dia minum. Bisa saja matanya buram dan salah mengenali orang, tapi ini kenyataan. Tatiana menampik semuda dugaannya karena dia tahu ini nyata. Terlebih orang yang dia duga juga menatap ke arahnya, matanya membulat dan langsung memalingkan wajahnya. Jika dia salah orang, seharusnya orang yang bertatapan dengannya tidak bertingkah seperti itu. Gelagatnya seperti orang yang tertangkap basah akan keberadaannya... tapi jika memang itu Taliana, kenapa dia bersikap seperti itu?

Tatiana mengabaikan ponselnya yang masih tersambung dan berjalan untuk mendekati orang yang mirip Taliana. Ketidakhati-hatiannya membuat Tatiana menabrak orang dan harus meminta maaf beberapa kali.

Dan orang itu sudah menghilang saat Tatiana sampai di tempatnya. Tatiana langsung lesu seketika. Dengan hati-hati dia memikirkan penglihatannya. Benarkah apa yang dia lihat? Atau jangan-jangan itu hanya ilusi karena dirinya begitu merindukan kembarannya itu?

Tatiana ingin memastikan penglihatannya lagi, tapi tangannya di tahan dari belakang oleh seseorang. Tatiana menengok dan sosok Marcell menatapnya dengan kejengkelan yang tidak ditutupi.

"Emm Marcell..."

"Lo mau kemana, hm?"

"Gue—" Kalimat Tatiana tertahan begitu saja. Sepertinya bukan ide yang bagus menyinggung soal Tatiana pada Marcell, pikirnya. "Lo kapan dateng?"

"Sini, ikut gue. Lo udah mabuk."

Benarkah aku sudah mabuk?

***

Taliana mengingat pertemuan singkatnya dengan Tatiana. Dia marah sekali. Kenapa dari sekian banyak club dan mereka bisa berada di satu tempat yang sama. Dia tidak menyangka. Kecerobohannya ini bisa menghancurkan rencana yang sudah dia susun.

Apakah ini yang namanya ikatan batin?

Taliana terkekeh karena suara hatinya. Tidak ada ikatan batin di antara mereka, dan Taliana tidak ingin merasakannya. Itu tadi hanya kebetulan. Ini tidak boleh terjadi lagi, tekadnya.

Melihat Tatiana setelah sekian lama tidak membangkitkan rindunya. Dia malah semakin membenci kakak kembarnya itu. Tatiana punya hidup yang sangat baik, berbanding terbalik dengan hidupnya sekarang. Dan dia sangat membenci semua itu. Tatiana yang punya Papa, Tatiana yang punya status yang jelas, Tatiana yang memiliki segalanya, dan dia membenci Tatiana karena semua itu tidak dimilikinya.

Mereka berasal dari benih yang sama, lahir dari rahim yang sama, dan tumbuh bersama selama tujuh belas tahun. Tapi kenapa sekarang mereka berbeda?

Kecelakaan itu yang memisahkan mereka, tidak, kecelakaan itu yang menyadarkan Taliana kalau Tatiana, kakak kembarnya, sangatlah egois. Dan mengingat keegoisan Tatiana membuat darah Taliana mendidih.

Taliana menatap lurus ke depandan kebenciannya semakin membumbung tinggi melihat seorang pria yang terlihatbegitu tulus menutupi tubuh depan kembarannya itu dengan jaketnya. Talianamencengkeram kemudian dengan kuat. Sudah cukup. Kebahagiaan kembarannya ituharus berhenti di sini. Sekarang giliran dia yang bahagia.    

TBC

Setelah sekian lama ~~~~

Semoga readernya masih ada dan masih suka cerita ini.

See you guys :)

4 November 2018

Losing You | #1 Twins SeriesNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ