20. Yang Tak Tertolong

5.1K 505 60
                                    

Happy Reading & Enjoy All

Namanya Taliana Aveline Aruan. Saudara kembar Tatiana Adeline Aruan. Perempuan yang lahir di hari yang sama, hanya selang sepuluh menit, tetapi meninggal lebih cepat dari perkiraan.

Tragedi sepuluh tahun yang lalu. Hari di mana Tatiana selamat adalah hari kematian untuk Taliana. Mereka saling berkorban, tapi takdir berkata lain. Tatiana hidup dan Taliana meninggal.

Dan selama sepuluh tahun ini Tatiana yang merasa bertanggung jawab atas kematian adiknya. Seandainya dia tidak koma, seandainya dia bertahan sedikit lebih lama, seandainya dia segera menelpon polisi dan bukannya menemui Bobby Aruan. Kembarannya, setengah dari hidupnya, pasti masih hidup.

Tatiana berjalan cepat dengan air mata yang sudah menetes deras. Tidak ada yang tahu sebelumnya. Tidak pernah ada yang menyinggungnya. Dan rasanya begitu sakit ketika ada yang menyinggungnya. Mengingatkan dirinya kalau dialah penyebab semua ini.

"Tatiana, ada apa?!" Marcell terpaksa menarik lengan Tatiana dengan keras untuk menghentikan langkahnya yang begitu cepat.

Marcell mengusap pipi Tatiana yang basah. "Kenapa lo menangis, hm? Apa keluarga gue mengatakan sesuatu yang buruk ke lo?"

Tatiana menggeleng keras. "Nggak Marcell, nggak kok. Gue yang terlalu emosional malam ini."

"Kalau gitu ayo masuk lagi," Marcell menggenggam tangan Tatiana untuk membawanya masuk lagi, tapi Tatiana bergeming di tempatnya. Dia menggeleng.

"Gue nggak bisa, gue pengen balik aja."

Marcell menyipitkan matanya. "Kalau gitu mereka memang mengatakan sesuatu yang melukai lo."

Tatiana menahan pergelangan tangan Marcell agar pria itu tak masuk dan marah-marah. "Gue bersumpah, mereka nggak mengatakan sesuatu yang salah. Gue yang terlalu emosional. Tapi, gue benar-benar nggaj bisa masuk. Gue mau pulang. Gue butuh istirahat."

Marcell memerhatikan dan sosok perempuan tangguh yang sebelumnya sudah hilang. Yang di depannya hanyalah Tatiana yang lemah dan membutuhkan pertolongan.

"Gue mau pulang." Cicitnya lagi.

"Oke fine! Gue anter lo."

Tatiana menggeleng cepat. "Nggak perlu. Gue akan naik taksi. Lo Masuk aja."

"Enggak." Kata Marcell tegas. "Lo datang bareng gue, pulangpun harus bareng gue juga. Turuti apa kata-kata gue, Tatiana."

Dan Tatiana tidak bisa membantah lagi.

***

"Apa yang Papa katakan kepada Tatiana?" Ujar Marcell langsung begitu memasuki ruang kerja Papanya.

Ray mendongak dan membenarkan letak kacamatanya. Berfikir sejenak, lalu menunduk lagi untuk fokus pada pekerjaannya. "Papa tidak mengatakan apa-apa."

"Benar, kah?" Marcell curiga. "Aku melihat Papa mengobrol dengan Tatiana di depan foto keluarga kita. Aku tidak tahu apa yang kalian obrolkan, tapi setelah itu Tatiana berlari keluar sambil menangis, dan pulang begitu saja."

Ray meletakkan kacamatanya dan bersandar lelah. Ditatapnya anak laki-lakinya itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Papa tidak mengatakan yang aneh-aneh. Hanya sesuatu yang benar."

"Dan seperti apa sesuatu yang benar itu, Pa?" Marcell masih menuntut dengan ekspresi tak suka. "Papa menyakiti Tatiana."

"...."

"Sebelumnya Papa bersikap seolah-olah Papa begitu menyukainya, mengatakan banyak hal tentang Mamanya, dan bahkan menunjukkan foto-foto persahabatan Papa dengan Mamanya. Tapi di akhir, Papa bersikap seolah-olah membenci dia dan membuat dia menjauh dari keluarga kita."

Losing You | #1 Twins SeriesWhere stories live. Discover now