35. Kenapa?

2.4K 179 5
                                    

Happy Reading & Enjoy All

Malam itu Tatiana datang tanpa pemberitahuan ke apartemennya, dan hal itu membuat Marcell kegirangan setengah mati. Bahkan sebelum perempuan itu mendaratkan bokongnya ke sofa, Marcell sudah menodongnya dengan serentetan pertanyaan.

"Gimana jawaban lo, Tatiana? Lo setuju kan menikah sama gue?"

"Gue akan mempertimbangkannya," Marcell langsung menekuk wajahnya. Tapi Tatiana belum menyelesaikan kalimatnya. "Tapi gue bakal ke Kanada terlebih dahulu." Tambahnya yang membuat mimik wajah Marcell semakin jengkel saja. Bukan jawaban seperti itu yang dia inginkan.

"Tatiana, tiga hari ini gue menunggu, dan jawaban yang gue harapkan adalah ya, bukannya lo yang membuat keputusan sepihak tentang mau pergi ke Kanada atau tidak." Ungkap Marcell to the point. "Dan kenapa lo masih mau ke sana? Gue mencoba menyelamatkan lo dari keharusan pergi ke negara itu, tapi kenapa lo malah akan mempertimbangkan hubungan kita di negara sialan itu? Kalau seperti ini, Papa lo akan berfikir kita tidak serius dan semuanya akan gagal."

"Bagi lo Kanada mungkin negara sialan, tapi bagi gue Kanada adalah tempat terbaik. Gue, Taliana, dan Mama pernah berada di sana selama tujuhbelas tahun, Marcell."

"And then?" Marcell memutar matanya.

"And then gue perlu ke sana untuk berfikir sambil menenangkan diri. Dengan gitu gue akan merasa baik Mama maupun Taliana menyertai semua keputusan gue."

Marcell menghela nafas. Segala tentang Taliana dan Mamanya selalu membawa aura yang terlalu sentimentil. Marcell mendekati Tatiana dan langsung meraih perempuan itu ke dalam pelukannya. Tubuh Tatiana sempat menegang, tapi tak ada pemberontakan sedikitpun. Marcell mengelus kepalanya dengan lembut.

"Tatiana, asal lo yakin, gue yakin Mama dan Taliana akan menyertai keputusan lo di mana pun lo berada. Entah itu Kanada atau pun Indonesia, semuanya kembali ke diri lo."

"Tapi gue tetep harus ke Kanada, Marcell."

Tatiana selalu keras kepala. Marcell melepaskan pelukannya dan membaringkan punggungnya ke sandaran sofa dengan lemas. "Okay, gue nggak akan menghalangi lo ke Kanada. Tapi nggak lebih dari seminggu." Bahkan menurut Marcell seminggu pun terlalu lama.

"Tiga hari cukup kok,"

Tanpa Marcell duga, kali ini Tatiana-lah yang berinisiatif untuk memeluknya. Perempuan itu memeluknya dari samping dan meletakkan kepalanya di dadanya. Jantung Marcell seketika berdegup lebih kencang dari biasanya. Marcell ingin menyingkirkan kepala Tatiana, tapi tak bisa dipungkiri kalau dia juga nyaman dengan posisi seperti ini. Alhasil, untuk menahan malunya, dia mengatur nafas agar jantungnya berdetak dengan normal lagi.

"Well, sebenarnya nggak perlu menunggu lama pun gue sudah yakin akan jawabannya. Ya, Marcell. Gue akan menikah dengan lo." Tatiana terdiam sejenak, lalu terkekeh sekilas. "Gue pengen berubah, Marcell, dan gue percaya lo bisa membantu gue. Karena itu -meskipun konyol banget, ya, gue akan menikah dengan lo. Tapi tetep aja gue perlu menenangkan diri gue terlebih dahulu. Dan Kanada adalah tempat yang tepat."

Senyum Marcell mengembang. Jadi jawabannya sudah jelas. Alasannya tidak menginginkan Tatiana ke Kanada karena belum jelasnya hubungan mereka. Sendirinya Tatiana pun mengkhawatirkan. Dia takut perempuan itu mendapat pencerahan yang salah dan membatalkan semua rencananya. Karena semuanya sudah jelas, bukankah seharusnya dia merelakan Tatiana ke Kanada sebentar? Toh paling lama tiga hari, seperti kata perempuan itu.

"Marcell, bisa gue tanya lo sesuatu? Tapi lo harus jawab jujur."

"Tanya apa?"

"Malam itu... di mobil. Kenapa lo nyium gue?"

Tangan Marcell yang secara spontan mengelus kepala Tatiana ketika perempuan itu menyandar di dadanya terdiam sejenak. Marcell berfikir keras untuk menemukan jawaban yang dirasanya pas untuk diungkapkan.

"Gue melakukannya karena gue pengen." Ungkap Marcell dengan kepala yang terus berputar memikirkan alasan lain.

"Lo... suka gue?"

Marcell langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Dia tidak marah. Dia hanya menyadari bahwa apa yang dikatakan Tatiana ada benarnya. Dia sangat ingin mencium Tatiana, karena itulah dia mencium Tatiana. Perasaannya begitu menggebu-gebu dan tak tertahankan. Antara kemarahan, rasa tidak suka, dan juga rasa tak ingin kehilangan. Semuanya berkolaborasi dalam dirinya sehingga memunculkan hasrat untuk mencium Tatiana seperti waktu itu.

Mungkinkah aku menyukainya? Benak Marcell bertanya-tanya.

"Ih Marcell! Kok lo ngelamun sih?"

Tepukan ringan di bahunya menyadarkan Marcell dari alam pikiran. Marcell terkekeh sekilas. "Lo itu perempuan yang terlalu berani, ya. Lo nggak takut para cowok illfeel dengan perkataan lo yang terlalu blak-blakan itu?"

Tatiana menari kepalanya dari sandarannya yang paling nyaman. Dia tertawa sekilas. "Marcell, gue bukan anak remaja baru puber yang masih malu-malu dalam hal asmara. Bahkan banyak perempuan seusia gue yang sudah menikah. Udah nggak pantes lah buat gue malu-malu kucing." Tatiana menjeda, kemudian terkekeh lagi. "Lagian cuma masalah suka atau nggak kok. Nggak perlu berlebihan kayak cowok cupu yang baru sekali ditanyain perasaannya sama perempuan."

"Lo ngatain gue cupu? Betapa tergila-gilanya Alberta dan Cornelia seharusnya cukup jadi bukti kalo gue sama sekali nggak cupu. Dan sebelum mereka pun sudah ada yang mengantri lebih dulu. Antriannya lumayan panjang." Ujar Marcell dengan bangganya. "Gue nggak bermaksud sombong sih, tapi cuma mau ngasih tahu aja."

Tatiana tertawa mengejek segala kemurahan hati yang sangat palsu dari gerak-gerik seorang Marcell Nasution. Jelas-jelas dia membanggakan dirinya sendiri.

"Okay, lupain Cornelia dan Alberta. Gue nggak ada niat buat membahas mereka. So, balik ke topik sebelumnya. Do you love me, Marcell?"

Marcell terdiam. Niatnya tadi adalah mengubah topik pembicaraan karena dia tidak bisa menjawabnya. Dia merasa... aneh. Tapi Tatiana terlalu keras kepala. Perempuan itu tidak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang diinginkannya.

Dan yang diinginkan perempuan itu adalah jawabannya. Tapi Marcell harus menjawab apa ketika dia sendiri pun tidak tahu jawabannya?

"Marcell..." Tatiana mendesak.

"Gue nyaman sama lo."

"Hanya nyaman?"

Tentu saja tidak. Ada banyak kata yang tak bisa terdefinisikan. Dan Marcell memilih menyembunyikan semua itu. Terlalu awal untuk kata-kata yang hanya bisa dimengerti oleh hati.

"Pokoknya gue nyaman sama lo." Ujar Marcell lagi, kali ini dengan ekspresi yang lebih meyakinkan.

Tatiana memerhatikan Marcell dengan mata menyipit. Merasa tak mendapatkan kejanggalan sedikitpun, Tatiana mendorong tubuhnya ke belakang untuk bersandar ke sofa sambil menghembuskan nafas lega.

"Syukurlah..."

Marcell justru merasa kebalikannya. Dia tidak merasa bersyukur sedikitpun.

"Gue merasa nggak akan bisa membalas perasaan lo, jadi gue bersyukur kalo semua ini hanya karena kenyamanan. Lo pantes dapet yang terbaik, dan gue tahu itu bukan berasal dari gue."

Dan ketika Tatiana mengatakanitu, Marcell yakin seratus persen kalau dia menyukai perempuan itu. Bagaimana bisa?

TBC

Sorry lama update. Kemarin2 aku sempet sakit dan harus opname, jadi ya nggak bisa pegang laptop selama beberapa hari. Semoga suka. Dan semoga juga aku bisa up cepet. Makasih :)

7 Maret 2019

Losing You | #1 Twins SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang