Bab 12: Sahlab | 2

Start from the beginning
                                    

"Udah? Sekarang lo didihin empat ratus mili susunya. Pakai api kecil aja selama dua menit, Shal. Kalau udah, lo campur deh sama adonan tepung sahlab tadi."

Shalu mengikuti instruksi Brahma tanpa banyak protes seperti biasanya. Sepuluh menit kemudian, sahlab sudah tersaji dalam cangkir porselen cantik. Shalu menaburnya dengan serbuk kayu manis dan kelapa parut. Harum dessert ini begitu menggoda.

*

Harapan Brahma tinggal harapan. Nyatanya, hari yang disangkanya akan menyenangkan ini berubah suram. Shalu pun pamit menjelang ashar, meninggalkannya yang kini kembali termenung di gazebo sambil menyesap sepuntung rokok.

Banyak pikiran yang berkecamuk di otaknya, meski akhirnya hanya berujung pada Shalu-Tante Mira-dirinya-Evans, begitu terus. Saking seriusnya, sampai-sampai dia tidak mendengar langkah-langkah kaki yang mendekat. Dalam sekejap, sosok itu sudah duduk tegak di hadapan Brahma, meletakkan secangkir sahlab yang memang disiapkan untuknya.

"Ta-Tante." Brahma tergeragap. Dia segera mematikan rokok di asbak, lantas membenahi duduknya.

"Tante ... kapan pulang? Aku nggak dengar suara mobil dari sini," tanyanya sembari mengulum senyum, basa-basi. Sudah lama dia tidak duduk berdua saja dengan Tante Mira seperti ini, mengobrolkan banyak hal.

"Jelas kamu nggak dengar apa-apa, Brahma. Kamu lagi sibuk melamun. Mikirin Shalu?"

Waktu seolah berhenti sepersekian detik saat Brahma mendengar pertanyaan itu. Senyum sinis yang tersungging di bibir Tante Mira. Raut wajahnya. Nada menohok dalam pernyataannya. Semua terasa baru bagi Brahma. Wanita di hadapannya seolah bukan orang yang selama ini dia kenal.

"Kenapa kaget begitu?" Sang Tante menyeruput sahlab-nya dengan anggun. "Gelato, panna cotta, dan sekarang coto ... ini terlalu enak untuk ukuran Shalu, kan, Brahma? Dan Tante agak kecewa karena fokus kamu sedikit berkurang sekarang. Kamu bahkan sampai nggak sadar kalau di dapur ada CCTV, kan?"

Brahma terhenyak. Kali ini jantungnya yang sejenak berhenti berdetak. Segalanya terasa berjalan lambat di bawah tatapan tajam Tante Mira. CCTV? Ya Tuhan, kejutan macam apa ini?

"Tante nggak nyangka ini akan jadi kesalahan, Brahma. Kamu Tante minta untuk mengajari Shalu memasak, bukan mencintainya."

Kebas. Chef bintang dua itu tak bisa merasakan apa-apa. Tante Mira langsung bicara pada titik inti. Menyodok hati Brahma demikian keras. Orang yang perasaannya paling dia jaga supaya tidak tahu tentang ini, justru menjadi yang pertama kali mengetahui. Bahkan sebelum perasaan itu diungkapkan pada sang dokter hewan kesayangan. Miris.

Cowok itu tersenyum getir. Dia berkali-kali mengusap wajah, menyugar rambut, kakinya tak bisa diam, membuat Tante Mira semakin percaya pada prasangkanya.

"Shalu milik Evans, Tante pikir sudah jelas buatmu." Tatapan Tante Mira semakin nyalang, tatapan mengendalikan yang bisa membuat siapa saja gentar. Ini adalah kelebihan Tante Mira yang lain, yang berpengaruh besar pada kepesatan bisnisnya. Gestur tubuh penuh kepercayaan diri, kemampuan mematikan mental lawan, sungguh membuat Brahma tidak bisa berkutik.

Bibir Brahma berkedut. Sejak awal dia ingin sekali bertanya, mungkin inilah saatnya. "Ke-kenapa Evans, Tante? Tante tahu sendiri Evans -"

"Dia sudah berubah!" Tante Mira menghardik sang keponakan. Suaranya terdengar bergetar. Rahangnya menegang. "Dan kenapa Evans? Karena dia anak Tante. Tante ingin yang terbaik buat dia." Wanita itu mengembuskan napas berat. Raut ayunya tampak seperti orang frustasi.

"Brahma, Tante masih butuh bantuanmu. Tolong hanya ajari Shalu. Berjanjilah kamu akan mengakhiri semua ini."

Lembayung senja menyemburatkan warna merah saga di langit Bogor, menjadi saksi kepiluan hati seorang Brahma. Berjanji mengakhiri semua ini? Membunuh cinta yang sedang mekar-mekarnya? Mengorbankan Shalu? Chef penyuka cokelat itu menggeleng pelan. Tatapan Tante Mira berubah nanar.

"Brahma ... Tante tidak memberikan pilihan. Berjanjilah!" Penekanan dalam kalimat perintah tersebut membuat tubuh Brahma limbung. Separuh nyawanya seperti terbawa pergi--atau justru terbelenggu?

Tawa riang Shalu. Cubitan mautnya. Rambut tergerai sebahunya. Paniknya gadis itu. Cengengnya dia. Semua berkelebat silih berganti dalam otak Brahma yang kusut.

"Tante harap kamu masih keponakan kebanggaan Tante. Brahma yang Tante sayangi sepenuh hati seperti anak sendiri. Tante harap, kamu masih Brahma yang tahu terima kasih."

Final. Hati Brahma berserakan.

===&===

Can't say anything. Brahmaaaaaaaa 😭😭😭😭

Kasih voment yang banyak ya, dukungan mental buat chef kesayangan kita 😔

Kasih voment yang banyak ya, dukungan mental buat chef kesayangan kita 😔

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Salam Spatula,

Ayu 😘

The Last Recipe (Tamat)Where stories live. Discover now