Dulu, aku memenangkanmu dengan keberanian yang salah. Aku merasa, ketidaksempurnaan yang dipunya akan sama-sama kita ubah. Tanpa sadar, aku melukaimu. Amat dalam, hingga kaupun berlaku kejam. Kita saling mendekap namun menusukkan belati di jantung masing-masing. Hingga pada akhirnya kita harus terpisah dan akupun kalah. Dengan diriku yang serba tak mengerti, aku bertanya-tanya sepanjang waktu. Mengapa kau harus pergi dengan melepasku.
Pada akhirnya, aku mengerti. Setelah itu semua, aku berusaha keras. Meski kini belum sempurna, keputusanku akan tetap tegas. Aku akan berusaha mencapai versi terbaikku. Memiliki semua yang belum kumiliki dulu. Aku akan berkeras hati mencapai puncak tertinggi dalam kesuksesanku. Pada pencapaian-pencapaian yang paling baik untukku. Berdirilah disana, dan amati apa-apa yang akan aku punya. Kau juga harus memacu langkahku. Kau juga harus bersikeras untuk hidupmu.
Kalau hari itu tiba, aku akan mencarimu. Akan kutemukan cara untuk membuatmu kembali menyukaiku. Akan kuajak kau bahagia lagi, setelah kau temukan seseorang yang pandainya melukai. Aku pasti berusaha keras meski untuk ditolak kembali. Meski aku tak memiliki kesempatan untuk kembali memenangkanmu, setidaknya akan kulakukan hal-hal yang mampu membahagiakanmu. Dengan versi terbaikku, aku takkan menghindar lagi.
Kau harus mengerti. Sambil menunggu hari itu tiba, aku hanya berusaha semampu yang kubisa. Menulis catatan-catatan yang kelak akan kau baca. Namun, percaya padaku; semuanya hanya mula. Setelah ini, banyak impian yang membesarkanku. Kau tunggulah salah satunya menjadi nyata. Aku pasti akan menepati janjiku. Sebab, di bumi; satu-satunya manusia yang tak luput dari hati. Adalah seseorang yang menjadi alasan aku menulis ini.
YOU ARE READING
Narasi Patah Hati
PoetryBagiku, semua ini layak untuk dikenang. Entah seperti apa menurutmu. Jika kau bersedia untuk menjadikannya sebagai sejarah, maka kenanglah aku sebagai seseorang yang paling-paling mendambakan kebahagiaanmu. -Jum'at, 1 September 2017.