Memantapkan Pilihan

91 4 0
                                    

Bisa-bisanya, ketika senja telah mengubur diri; kau menyamar menjadi bintang yang abadi pada tubuh langit. Keindahanmu enggan meniadakan pesona pada apa yang aku tatap, menambah alasan untukku kembali meratap. Beginikah caramu bekerja? Ketika cinta mutlak milikku itu telah dibumihanguskan keadaan, harapan yang berbinar melalui matamu memporak-porandakan segenap pertahanan.

Aku telah bertahan sekuat-kuatnya untuk hidup berdampingan dengan perasaanku terhadapmu. Meski seringkali mengganggu, merusak jam tidur; menjejakkan bayangmu kemanapun mata memandang. Tetap saja usaha untuk melepasmu tak pernah berhenti disana. Walau sesekali aku menyerah, membiarkan sekujur tubuh dialiri rindu, merelakan hatiku bertekuk kembali padamu. Sesaat kemudian akan kutemukan lagi alasan untuk melepaskan segalanya. Cinta yang membuatku nyaris berdarah-darah, mau tak mau harus kuakui sanggup membuatku menyerah.

Pada jalanku yang satu ini, telah menjadi rencana terbaik sepanjang waktu. Kuhapus kau dari harap-harap yang menggebu. Meniadakan keinginan untuk sekedar melibatkanmu. Sebab, apalah gunanya kita masih saling sapa. Bilamana melihatmu justru menghidupkan kembali luka-luka. Rasa cinta yang telah dihinakan mati-matian, mampu bersemi sedetik kemudian; hanya karna rupamu yang mampu menghancurkan sekuat-kuatnya pertahanan. Itulah alasan aku tak pernah ingin kau terlibat. Dimataku, kau masih juaranya. Kau menang dalam persaingan apapun. Kau unggul dari segi manapun.

Dan itulah alasan mengapa aku selalu berdoa. Semoga, tiada lagi pertemuan yang sekedar mempertemukan. Sebab, melihatmu tanpa memilikimu adalah kepahitan paling telak. Aku tak mau lagi merasakan ketika cinta yang tumbuh tinggi harus menjadi cerita tersembunyi, hanya karna keadaan menegaskan bahwa kau tidak akan pernah lagi aku miliki, meskipun kesempatan membukakan jalan untukmu kembali.

Semoga tiada lagi bercandaan takdir yang tidak lucu. Menghadirkanmu tepat di depan mataku tetapi tidak memberiku jalan untuk kembali membersamaimu. Semuanya hanya menjadi kesenangan yang fana. Setelah kau pulang, punggungmu menjauh; justru derita yang menyesak dada. Rindu bergejolak dan kau yang telah terpenjara dalam dada kembali memberontak. Air mata masih menjadi sahabat paling setia yang mampu menemani sepanjang hari. Pertemuan demi pertemuan yang mendekatkan kita kembali sebagai sepasang teman lama, hanya menghidupkan harapan yang telah kukubur sejak lama. Itu sungguh-sungguh menyiksa. Tiada lagi kekuatan yang aku punya untuk bertahan dengan ini semua.

Berkeraslah untuk harap yang baru ini. Aku tau, kaupun enggan menampakkan diri berkali-kali. Begitupun aku. Namun, mana kutahu soal takdir. Jika ia mau, maka akan membuat kakimu kembali mampir. Aku tak bisa mengelak, meski sekeras hati menghindar. Didepanmu, yang kubisa hanyalah menguatkan diri. Memantapkan segala pilihan untuk tidak lagi berpikir menginginkanmu kembali.

Narasi Patah Hati Where stories live. Discover now