Langkah 17

26 2 0
                                    

Proses ujian itu berlangsung tiga puluh menit saja dan kertas jawaban telah selesai terkumpul. Sepertinya peserta diklat begitu menguasai materi.

Memang mudah, kok. Soal pilihan ganda. Centang sana centang sini, selesai.

Sambil memegang kertas jawaban, pak Mahendra berkata, "Karena ada kelas rating bagian mesin dan kelas rating pengalaman, jadi sebaiknya, setelah makan siang nanti, kita berkumpul di aula. Ada hal penting yang akan kami sampaikan."

Hanya sepotong itu yang disampaikannya. Lelaki itu lalu keluar dari ruangan. Memang menjadi kebiasaannya yang selalu tampak dingin. Hanya berbicara panjang lebar jika mengajar saja, setelahnya, instruktur galak itu banyak diam dengan rahang menegang.

Sempat terpikir olehku, andaikan bukan dia yang mengawasi kelas kami, andaikan dia mengawasi bagian anak mesin saja, suasana di kelas ini pasti akan lebih mencair, tanpanya. Well, keluh itu pun tidak ada gunanya, toh kursus aku sudah selesai hari ini. Hanya akan ada pertemuan terakhir di aula. Entah apa lagi yang akan disampaikan instruktur garang itu.

"Mau makan siang di mana, di warung depan kampus atau di kantin saja?" tanyaku kepada Irfan sambil mencuci muka di toilet.

"Di kantin saja, nanti tidak keburu, kalau harus keluar masuk kampus. Tahu sendiri kan, terlambat sedikit saja, hukumannya jalan bebek beberapa kali putaran di depan peserta diklat." Irfan lalu tertawa pelan sambil membenarkan resleting celananya.

"Ya sudah, kita ke kantin aja sekarang kalau begitu," ajakku sambil mengacak-acak rambutku yang basah, di depan kaca.

"Duluan, aku mau cuci muka sebentar."

Untungnya kantin belum lagi ramai lantaran belum jam istirahat. Andaikan peserta diklat lainnya—yang entah sertifikat apa saja yang mereka ambil—sudah menyerbu, kantin bahkan lebih ramai daripada pasar di Desa.

Di meja yang paling belakang, tempatku duduk, kebetulan hanya ada aku dan satu orang lagi. Lelaki. Dia lalu tersenyum kepadaku.

Jelaslah aku membalasnya dengan tenang.

Dari pakaiannya menggunakan kemeja putih dengan celana bahan hitam, cukup meyakinkan bahwa lelaki itu adalah peserta diklat rating. Hanya peserta diklat rating-lah yang mengenakan pakaian seperti itu di kampus ini.

"Anak Rating bagian dek?" Suara itu datang dari orang yang ada di sebelahku.

Aku sigap menoleh. "Iya," jawabku. "Kamu?"

"Anak Rating bagian mesin?" Lelaki itu tersenyum lalu menyedot es teh-nya.

"Sudah lama jadi pelaut?" Apa sih, pertanyaanku? Enggak jelas banget. Terus mau apa? Soalnya aku bingung mau cerita apa, itu merupakan usaha biar suasana lebih bersahabat.

"Belum, saya baru mulai lagi." Lelaki itu kembali tersenyum sekilas kelihatannya memahami dengan jelas pertanyaan yang aku sendiri tidak tahu ke mana tujuannya. "Maksudku, mulai lagi dari nol."

"Maksudnya?"

"Riang mau kopi!?" teriak Irfan yang baru masuk dari arah pintu.

Aku mengangguk saja dan lalu kembali fokus kepada lelaki di sampingku. "Maksudnya, mulai lagi dari nol?"

"Oh, dulu aku pernah sekolah di SMK Pelayaran, tapi tidak lanjut. Jadinya aku mulai lagi toh, namanya?" Ada tawa sebentar lalu ia melanjutkan, "Harusnya aku sudah menyusun paket bersama teman-teman, tapi karena tidak tidak ada dana untuk lanjut, ya sudah, kembali lagi dari no?"

Paket? Batinku tidak mengerti dan lalu mengangguk saja. Sebenarnya aku benar-benar tidak mengerti dengan istilah-istilah di sekolah SMK Pelayaran. "Kamu mau kerja di mana nantinya?"

RATINGWhere stories live. Discover now