KKN di Desa Penari

Start from the beginning
                                    

(mumpung kampus belum buat daftar KKN nya, bisa gawat kalau sampai kampus udah buat daftarnya, mumpung kita sudah punya tempat KKN nya) pelan, mobil itu pun meninggalkan jalanan hutan itu. Nur dan Ayu, kembali ke kotanya, mempersiapkan semua, sebelum mereka nanti kembali.

siang itu, Nur melihat Widya dan Ayu di hari pembekalan sebelum keberangkatan KKN mereka. setelah menunggu cukup lama, akhirnya 2 orang yang akan bergabung dalam kelompok KKN mereka pun muncul, namanya adalah Wahyu dan Anton. mereka pun membicarakan semua proker dan menentukan-

jadwal keberangkatan. semua anak sudah setuju, termasuk Widya, yang hampir sepanjang hari terus menceritakan, bahwa ibunya memiliki firasat yang buruk pada tempat KKN mereka. Nur hanya diam dan mendengar, karena di dalam dirinya, ia merasakan hal yang sama.

Malam keberangkatan, Nur, Widya, Ayu, Bima, Wahyu dan Anton, sudah berkumpul, perjalanan di lanjutkan dengan mobil elf yang sudah mereka sewa untuk mengantarkan mereka ke pemberhentian dimana nanti mereka akan di jemput oleh warga desa. Nur masih bisa melihat temanya, Widya,

memasang wajah tidak nyaman. hanya sebuah harap, yang Nur panjatkan, bahwa mereka berangkat dengan utuh dan semoga, pulang dengan utuh juga. tetapi, tidak ada yang tahu, doa seperti apa yang akan di ijabah oleh tuhan.

gerimis mulai turun, sepanjang perjalanan, Nur hanya melihat ke jalanan yang lengang. tepat di pemberhentian lampu merah, seseorang, menggebrak kaca mobil Elf'nya, Nur begitu terkejut sampai tersentak mundur, dari dalam mobil, Nur melihat pengemis tua itu, ia terus menggebrak

mobil, membuat semua yg ada didalam mobil kebingungan, termasuk si sopir yang berteriak agar lelaki tua itu berhenti sembari melemparkan recehan, dari bibirnya, Nur melihat ia berucap "ojok budal ndok" (jangan berangkat nak) suaranya terdengar familiar, seperti suara wanita tua

sampailah mereka ditempat pemberhentian, setelah menunggu, terlihat rentetan cahaya motor mendekat dari seberang jalan setapak, Nur mengatakanya. "iku wong deso sing nyusul rek" (itu orang dari desanya yang jemput kita) tanpa membuang waktu, mereka pun melanjutkan perjalan.

jalanan setapak, dengan lumpur karena gerimis, pohon besar dan gelap, dengan kabut disana-sini, terlihat di sepanjang perjalanan. hanya terdengar suara motor berderu, tanpa ada suara binatang malam, namun, semua berubah ketika tiba-tiba, dari jauh, terdengar suara gamelan.

suaranya sayup-sayup jauh, namun, semakin lama semakin terdengar jelas, Nur mengamati tempat itu, aroma bunga melati tercium menyengat di hidungnya masih mencari, darimana suara itu terdengar, tepat di antara rerumputan di samping jalan setapak. terlihat, seorang wanita menunduk

ia menunduk, kemudian melihat Nur, di ikuti dengan lenggak-lenggok lehernya, serta ayunan gerakan tangan dan lenganya, yang bergerak seirama dengan suara gamelan, Nur melihat wanita itu menari. menari di tengah malam, di tengah, kegalapan hutan yang sunyi senyap.

gerakanya begitu anggun, meski motor terus bergerak, Nur bisa melihat ia menari dengan sangat mempesona, seakan-akan ia bertunjuk untuk sebuah panggung yang tidak bisa Nur lihat. siapa yang menari di malam buta seperti ini. Nur terdiam dalam kengerian yang ia rasakan sendirian.

ketika motor berhenti dan sampailah di desa, Nur tidak mengatakan apapun, ia melihat pak Prabu menyambut mereka, saat pak Prabu mempersilahkan mereka ke tempat peristirahatan mereka selama di desa ini, Widya tiba-tiba mengatakanya. "Pak, kok Deso'ne pelosok men yo"

(Pak, kok desanya jauh sekali ya) "pelosok yo opo to mbak, wong tekan dalam gede mek 30 menit loh" (pelosok darimana sih mbak, orang dari jalan raya hanya 30 menit) Nur hanya melihat saja, ia tidak mau mengatakan apapun, termasuk wajah Ayu yg memerah entah karena malu atau apa.

Catatan Sang PerantauWhere stories live. Discover now