─ yang disebut keluarga ─

17.4K 1.9K 159
                                    


Jeno berjalan memasuki rumahnya. Ia lelah. Ingin segera tidur dan melupakan semuanya. Sepanjang hari ia sudah melaluinya dengan sulit.

Ia baru pulang saat memasuki jam makan malam. Setelah pulang sekolah di sore hari, ia langsung menuju tempat lesnya.

Kepalanya pening bukan main. Beban di bahunya seakan bertambah berat.

Saat ia berada di ruang tamu, ia melihat sosok kakaknya baru saja turun dari lantai dua. Ia memutuskan untuk menghampirinya.

"Baru pulang jen?" tanya Jaehyun.

"Iya kak"

"Ya sudah sana kamu mandi terus kita makan malam bersama" titah Jaehyun.

"Mama papa di rumah?"

"Iya, baru pulang. Makanya kamu cepat mandi"

"Iya. Jeno ke atas dulu"

Dengan begitu, Jeno berjalan menaiki beberapa anak tangga untuk mencapai kamarnya.

Begitu sampai di kamarnya, ia langsung mandi. Tidak mau membuat keluarganya menunggu lebih lama lagi.

Jeno berdiri di bawah guyuran air. Berharap dengan begitu, semua bebannya, semua masalahnya akan ikut mengalir bersama dengan air.

Ia turun menuju lantai satu, tepatnya ruang makan. Di sana ia mendapat kedua orangtuanya juga kakaknya sudah duduk rapi, bersiap untuk makan malam.

"Malam ma, pa, kak" sapanya pada orang-orang di meja makan yang hanya dijawab dengan deheman oleh mereka.

Begitu Jeno mendudukkan dirinya di samping sang kakak, makan malam dimulai. Makan malam begitu hening. Hanya terdengar dentingan alat makan yang saling beradu. Memang, mereka diajarkan untuk tidak bersuara saat makan, karena itu tidak sopan.

Selesai makan, mereka tidak langsung beranjak meninggalkan meja makan. Mereka masih duduk di kursinya masing-masing. Inilah waktunya untuk berbicara.

"Gimana kuliah kamu Jaehyun?" tanya sang ayah pada anak sulungnya.

"Aku hampir menyelesaikan skripsiku pa"

"Bagus. Tidak ada revisi kan?"

"Tidak pa"

"Bagaimana dengan iP kamu?" kini sang ibu ikut bertanya.

"Semester ini ada kenaikan ma dari semester lalu"

"Bagus. Tingkatkan lagi Jaehyun. Mama bangga sama kamu" ibunya tersenyum teduh.

"Sekolah kamu bagaimana Jeno?" tanya sang ayah pada anak bungsunya.

"Tidak ada yang berubah" jawabnya.

"Kamu tetap ke tempat kursus kan?"

"Iya pa"

"Ulangan selanjutnya kamu harus mendapatkan nilai tertinggi di semua mata pelajaran. Mengerti kamu Jeno?"

"Iya pa"

"Lihat kakak kamu. Dia selalu mendapat nilai tertinggi di angkatannya. Kamu harus contoh kakak kamu" ujar sang ibu.

"Kakak kamu selalu membanggakan kami. Tidak pernah ada cacat. Selalu menorehkan prestasi. Tidak seperti kamu. Nilai saja kadang suka naik turun" tukas sang ayah.

"Mama tidak mau tau, kamu harus seperti kakak kamu. Kalau kakak kamu akan menggantikan papa, kamu juga harus melanjutkan profesi mama. Kamu harus jadi dokter yang jenius di masa depan" tambah ibunya.

Jeno hanya diam tidak menjawab. Selalu seperti ini. Dibandingkan dengan kakaknya yang jenius. Terselip rasa iri di hatinya melihat samg kakak yang selalu dibanggakan orangtuanya.

Papanya seorang pengusaha terkenal, sedangkan mamanya adalah seorang dokter subspesialis yang sudah banyak menorehkan prestasi di bidang medis. Maka tak ayal mereka menerapkan pendidikan yang keras kepada anak-anaknya.

Tapi hey, bahkan mereka memperlakukan kakaknya jauh lebih lembut daripada dia. Ia merasa seperti......tersingkirkan.




__________________

Kadang suka kesel sama orangtua yg suka ngebandingin anaknya sama orang lain. Suka nuntut macem macem sama anaknya. Mereka seakan gak peduli kalau anaknya terbebani :(
Geeezzzzz -__-

Vomment ya :))

Breathe《Lee Jeno》Where stories live. Discover now