"Justru kamu dilarang keras protes, Fe. Kamu yang mulai, lho! Jadi, jangan coba-coba nyalahin aku. Kamu kira aku bisa dijadiin kambing hitam melulu? Padahal aku kan nggak hitam. Kulitku lumayan putih."

Febe terkekeh geli. Suaminya memang setengah gila. Dia tak bisa mengeluh. Justru dengan sisi aneh Kennan itu, pernikahan mereka menjadi lebih mudah untuk dijalani. Andai Kennan sekaku yang dibayangkan Febe, hidupnya pasti menjadi makin membosankan.

"Kalian seharusnya nggak bikin dapurku makin sempit. Pengantin baru mainnya di kamar aja. Jangan malah sibuk ikutan masak. Lagian kan ada yang ulang tahun. Main tikus-tikusan, kek," celoteh Dila.

"Yaelah, masih inget aja soal tikus." Febe menyeringai ke arah suaminya. "Mbak Dila mesum banget, sih. Apa itu ngomong 'mainnya' segala. Yang dengar pasti mikirnya aneh-aneh," protes Febe.

"Kamu tuh, otaknya jorok," Kennan yang menyahut sembari mengelus rambut istrinya. Lelaki itu mengucapkan kata-katanya sambil tertawa.

Untuk sesaat, Irina dan upaya busuknya untuk mengusik Febe, terlupakan. Mereka bertiga menyiapkan sarapan sambil bercanda. Rosita bahkan bergabung sesaat setelah Kennan menyusun piring di atas meja.

"Rame banget, suara kalian sampai terdengar ke kamar." Perempuan itu tersenyum lebar, menatap putri dan menantunya bergantian. Rosita menarik salah satu kursi. Sementara Dila membawa mangkuk kaca berisi nasi goreng yang sudah matang. Febe meletakkan wadah berisi kerupuk udang di atas meja.

Mereka mengelilingi meja makan, mulai menyantap sarapan yang menggugah selera. Irina tidak terlihat dan tampaknya semua orang memilih untuk mengabaikannya. Diam-diam, Febe memerhatikan suaminya. Kennan menghabiskan makanannya tanpa kesulitan. Tidak ada tanda-tanda jika lelaki itu tak menyukai nasi sebagai menu sarapannya. Irina mungkin hanya ingin membuatnya kesal, tapi Febe akan mencari tahu makanan favorit suaminya. Serta segala hal tentang Kennan.

Febe tahu dia sudah teledor. Dia dan Kennan sepakat untuk serius menjalani pernikahan mereka. Akan tetapi, Febe sendiri tidak menunaikan janjinya dengan baik. Dia tidak mencari tahu segala hal tentang suaminya. Hari ini, kesalahan itu hampir memberi dampak fatal.

Perempuan itu tidak pernah menduga jika keputusan untuk tetap serumah dengan Rosita membawa konesekuensi yang cukup menyusahkan. Dia sama sekali tidak mempertimbangkan keberadaan Irina saat mengajukan usul itu kepada Kennan. Fokusnya kala itu hanya pada sang ibu.

Ini baru hari pertama Febe dan Kennan tinggal seatap dengan Irina. Perempuan itu tak berani membayangkan apa yang terjadi jika mereka bertahan di rumah yang sama selama satu bulan, misalnya. Irina pasti kan selalu mencari cara untuk membuat Febe dan Kennan bertengkar.

Ketika hanya berdua di dapur bersama Dila karena Kennan menemani Rosita ke ruang keluarga, Febe mendapat saran dari asisten rumah tangganya itu.

"Apa nggak sebaiknya kamu pindah, Fe? Irina nggak bakalan diam aja. Percaya, deh! Dia pasti akan selalu nyusahin kamu dan Kennan." Dila mengelap tangannya yang basah setelah mencuci piring. Sementara Febe baru saja menutup pintu kulkas.

"Aku nggak mau ninggalin Ibu, Mbak. Lagian, studioku ada di sini."

"Kamu kan bisa tiap hari ke sini. Tapi nggak perlu seharian harus ngadepin Irina. Bisa stres. Pikirin juga Kennan, Fe. Dia pasti nggak nyaman kalau situasinya kayak gini. Ibu juga."

Ucapan Dila masuk akal. Namun, Febe belum siap mengambil langkah sejauh itu. "Aku kan sejak dulu memang pengin tetap di sini walau udah nikah, Mbak."

"Kalau suamimu bukan Kennan, nggak masalah."

Febe sempat terdiam. Obrolannya dengan Kennan tadi malam kembali terngiang di telinga "Apa Irina masih cinta sama Kennan ya, Mbak?"

Jawaban Dila sama sekali tidak terduga. "Sori ya, Fe. Sehebat-hebatnya Kennan, di mata Irina suamimu masih kalah jauh dari Nigel. Kalau nggak, mustahil Irina kabur. Tebakanku nih, dia cuma mau bikin kamu menderita."

"Jadi, dia balikan sama Nigel?" Febe keheranan.

"Iya. Irina pulang diantar sama Nigel. Ibu juga udah ketemu sama Nigel. Ibu marah sama mereka berdua, Fe. Ibu minta mereka buruan nikah aja. Tapi aku nggak tau gimana detailnya. Aku sih hepi kalau mereka beneran nikah dan bukannya nyusahin orang."

Berita itu mengejutkannya meski dia tahu Irina memang tergila-gila pada Nigel. Namun, dia tidak mengira jika laki-laki itu yang membuat Irina meninggalkan Kennan. Bukankah Nigel sudah menghilang sekitar dua tahun terakhir? Jika Nigel yang sudah membuat Irina kabur, Febe menjadi lebih cemas.

"Serius, Mbak? Irina bukan kabur sama cowok lain?"

"Serius," tegas Dila. "Mataku belum buta, Fe. Aku bisa ngebedain Nigel sama laki-laki lain," imbuhnya. Febe tertawa pelan.

"Aku nggak nuduh Mbak buta. Mungkin rabun senja," candanya. Lalu, dia menambahkan dengan serius. "Aku cuma mau mastiin aja. Karena Nigel kan udah lama banget nggak pernah ada beritanya."

Dila mengedikkan bahu. "Entahlah. Mungkin Nigel baru nyadar kalau Irina cinta sejatinya." Dila membuat tanda kutip di udara.

Kini, Febe bisa menebak alasan Irina mencuri tabungan untuk resepsinya. Dia juga yakin, uang yang diambil adiknya sudah ludes. Itulah sebabnya Irina akhirnya pulang.

"Kalau bisa, aku berharap Irina nggak nikah sama Nigel. Okelah, orangnya cakep, keluarganya tajir melintir. Saking melintirnya, sampai keseleo." Febe membuang napas. "Tapi, apa yang bisa diharapkan dari laki-laki yang nggak punya kerjaan dan cuma luntang-lantung ke sana kemari untuk main judi? Cinta sih cinta, tapi tetap aja harus pakai logika."

"Setuju," balas Dila. "Omong-omong soal cinta, kayaknya kamu harus ngadepin masalah baru, Fe. Tadinya aku nggak mau ngomong karena kamu masih hepi banget abis bulan madu. Tapi, mending kukasih tau sekarang supaya kamu bisa nyiapin mental."

Febe terperangah. "Masalah apa, Mbak?"

"Okta."

"Meh, kayak tau aja Okta yang mana. Mbak kan nggak pernah ketemu dia."

"Weis, siapa bilang? Sebelum Irina pulang, Okta datang ke sini. Dia mau ketemu kamu. Tapi akhirnya dia ngobrol sama Ibu. Kejutannya, Okta bilang dia pulang karena mau melamar kamu, Fe. Dia bilang sama Ibu, dia cinta sama kamu. Trus nyebut-nyebut masa lalu apalah, aku juga nggak terlalu paham."

Febe merasa seolah ada yang mencekiknya. "Okta mau melamarku?"

Dila yang tidak tahu jalinan masa lalu yang pernah membelit Febe-Okta, mengedipkan mata dengan genit. "Kita akan liat, apakah Kennan bakal cemburu atau nggak. Soalnya, Okta lebih cakep dari dokter Nino pujaanku itu lho, Fe."

Dila mungkin mengira persoalan yang berkaitan dengan Okta adalah hal sepele yang lucu dan menghibur. Febe sebaliknya. Mungkin tidak akan masuk kategori hidup dan mati. Namun tetap saja bisa memicu persoalan serius yang akan mengguncang hubungan Kennan dan Febe.

Tampaknya, satu per satu masalah mulai mengusik. Masa lalu yang dikiranya sudah tuntas, ternyata belum benar-benar selesai.

Lagu : Mirrors (Justin Timberlake)

Despacito [Terbit 28 Oktober 2020]Место, где живут истории. Откройте их для себя