Dua Puluh Tiga [B]

29.3K 4.8K 403
                                    

"Boleh lebih dari cium?" balas Kennan bersemangat. Febe terbahak-bahak.

"Ogah." Febe melingkarkan kedua tangan di leher suaminya. Dia hanya berjinjit untuk mencium suaminya. "Kamu rasanya enak. Aku nggak bisa bikin gambaran pakai kata-kata. Soalnya jam terbangku masih minim."

"Kamu jauh lebih enak," balas Kennan. Suara lelaki itu terdengar agak serak.

"Serius deh, kamu tuh lemah iman banget. Aku baru ngeh. Cuma dicium gitu aja mukanya udah merah banget," gurau Febe dengan senyum lebar.

"Kayak kamu nggak aja. Coba deh ngaca, udah ngalah-ngalahin udang rebus. Tuh, buka mata aja susah, kan? Cuma pasti nggak mau ngaku. Gengsi, pastinya," balas Kennan tak mau kalah.

"Hahaha, itu fitnah banget." Febe melepaskan diri dari pelukan suaminya. Lalu, kembali berbalik untuk masuk ke kamar. Perempuan itu meletakkan tas di kaki ranjang, setelahnya menuju kamar mandi. Dia juga melepaskan sandal bersol tebal yang lama-lama membuat kaki pegal. Sebelum menutup pintu kamar mandi, Febe sempat mendengar bunyi ponsel Kennan.

Perempuan itu keluar beberapa menit kemudian. Febe harus menunda keinginan untuk mencuci muka karena kulitnya masih terasa panas setelah terkena sengatan sinar matahari. Kennan tidak ada di dalam kamar yang suhunya lebih nyaman dibanding di luar. Namun dia bisa menebak di mana suaminya. Kini, Febe tahu pasti manfaat warna putih dan biru bagi kamarnya.

Febe akhirnya mendapati Kennan sedang duduk di sofa yang ada di luar kamar. Dia membawa air mineral dan soda yang dikeluarkan dari kulkas. Baru tadi pagi Febe menyadari kamarnya dilengkapi lemari pendingin berukuran kecil yang bersebelahan dengan meja rias. Ada banyak minuman dingin di dalamnya.

Perempuan itu duduk di sebelah kanan suaminya. Kennan langsung merentangkan tangan untuk memeluk bahu Febe. Di tengah cuaca yang panas ini, dipeluk seseorang bukanlah hal yang menyenangkan. Akan tetapi, ketika berkaitan dengan Kennan, mengapa rasanya baik-baik saja?

Mereka menghadap ke arah laut yang sangat biru, ada bagian yang berkilau karena pantulan cahaya matahari. Di kejauhan ada pulau-pulau kecil dan beberapa kapal yang sudah berlayar. Dari tempat Febe duduk, dia juga bisa melihat kamar-kamar lain yang posisinya lebih rendah. Seperti kemarin, kamar-kamar yang dilengkapi dengan kolam renang di bagian halaman, dimanfaatkan oleh tamu yang menginap di sana.

"Siapa yang nelepon tadi, Ken."

"Papa. Nanyain apa aku bisa ketemu kamu atau nggak."

"Berarti semua pada tau kalau kamu nyusulin aku?"

"Nggak juga. Sama yang lain, aku ngomong kalau kita bulan madu. Sama Papa doang aku cerita yang sebenarnya. Papa kan lebih ngerti, Fe. Dalam artian nggak banyak nanya dan drama." Kennan tertawa kecil. "Aku memang lebih dekat sama Papa, untuk urusan bagi-bagi rahasia. Kamu tau sendiri gimana Mama walau mungkin baru ketemu beberapa kali. Mama cenderung drama queen. Aku nggak mau semua dipermasalahkan. Jadi, mending nggak ngasih tau kalau aku ke sini karena nekat nyusulin kamu. Belum lagi kebayang malunya kalau diusir sama kamu padahal udah sesumbar mau bulan madu sekalian."

Febe tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Kennan. Laki-laki ini sungguh memiliki sisi lucu yang tak diduganya.

"Eh, aku serius lho waktu ngusulin bikin video di sini. Video senam, tentunya. Bukan kayak yang ada di pikiranmu," tukas Kennan lagi.

Febe berpikir sesaat. "Bikin video, ya? Hmmm, ide bagus, sih. Biar ada penyegaran, nggak cuma di studio. Tapi, aku nggak bawa baju senam."

Kennan menyahut, "Kan temanya liburan. Ya nggak mesti pakai baju senam juga kali, Fe. Pakai baju yang nyaman, celana pendek dan kaus, misalnya. Kayak yang kemarin kamu pakai pas aku baru datang. Ntar aku yang ambil videonya. Bisa bikin satu atau dua video. Lagian di halaman sini nggak panas." Kennan menunjuk area yang dimaksudnya. "Sekalian kenang-kenangan bulan madu kita karena kamu nggak mau bikin video mesum. Gimana?" candanya.

Tak butuh waktu lama bagi Febe untuk memberikan persetujuannya. Perempuan itu akhirnya mencuci muka dan membubuhi bedak serta lipstik di wajahnya. Febe juga berganti baju sesuai anjuran Kennan, mengikat rambutnya menjadi satu, sebelum memulai pemanasan di depan kamar hotelnya. Latar belakang pemandangan laut dan bangunan-bangunan dalam posisi lebih rendah, menjadi penyempurna.

"Ini fokus latihannya untuk apa?" tanya Kennan saat Febe masih meregangkan tubuh.

"Kamu kan selalu penasaran sama bokongku. Nah, jadi kali ini gerakannya untuk bokong dan perut, tapi cukup dilakukan sambil berdiri." Perempuan itu menyeringai ke arah suaminya dengan sengaja.

Febe melakukan gerakan-gerakan yang tidak terlalu rumit karena video itu memang dimaksudkan untuk orang-orang yang sedang berlibur. Setelah pemanasannya dirasa cukup, perempuan itu mengambil botol air mineral sebagai pengganti dumbell.

Dia pun melakukan gerakan dumbell side bend, standing core stabilization, bow extension, bent over row, dan reverse dumbell chop untuk otot perut. Dilanjutkan dengan dumbell squat, squat side kick, lunges, sumo squat, dan reverse lunge with front kick demi membentuk bokong.

Kennan merekam gambar dengan penuh konsentrasi. Setelah selesai, barulah Febe mandi sementara Kennan memesan makanan dari restoran hotel. Pasangan itu menikmati pemandangan matahari terbenam yang luar biasa dari depan kamar, duduk berimpitan di sofa.

"Fe, boleh usul nama untuk videomu tadi?"

Febe menoleh ke kiri, menatap Kennan dengan curiga. "Apa?"

"Look Better Naked."

Febe memukul paha suaminya. "Seharusnya, kalau kamu udah mulai sok-sokan ngasih usul, mending langsung ditolak aja."

Febe tidak pernah tahu jika Kennan bisa membuatnya sebahagia itu. Mereka berdua total menghabiskan waktu empat hari di Santorini, lalu menikmati Athena selama dua hari. Di Athena, mereka berdua tergila-gila pada hamburger pinggir jalan yang berjualan di dekat hotel. Namanya pun cukup menarik, Hot and Delicious. Ditulis besar-besar dengan warna merah yang mencolok.

"Aku belum pernah ngerasain burger seenak ini, Ken," aku Febe saat pertama kali mereka mencicipi makanan yang gerobaknya selalu dipenuhi pembeli itu. Awal mereka mencicipi hamburger itu hanya karena terlalu penasaran melihat kerumunan orang sekaligus nama yang menggoda itu. Keduanya harus menunggu selama hampir setengah jam sebelum mendapatkan pesanan mereka.

"Sama," balas Kennan. "Nggak nyangka kalau nemu burger seenak ini di Athena. Fix, kita harus balik lagi ke sini, Fe. Santorini dan Athena."

Bersama Kennan, di negeri para dewa, Febe melupakan dunia. Dia tidak benar-benar tahu apa yang akan dihadapinya saat pulang ke Indonesia kecuali penghinaan Irina yang takkan sulit ditebak. Dia percaya pada Kennan, tapi tetap saja ada kecemasan yang menggigit tiap kali mengingat hari kepulangan mereka yang semakin dekat.

Di malam mereka tiba di rumah, Irina langsung mengibarkan bendera perang. Dia mencegat Febe dan Kennan yang baru menginjak teras. "Di antara semua perempuan di dunia ini, kenapa harus kamu yang nikah sama Kennan?" tanya Irina dengan suara tajam. 

Lagu : Eternal Flame (Human Nature)

Despacito [Terbit 28 Oktober 2020]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang